Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, mari kita tinggalkan cara-cara kuno dalam dunia pertambangan! Cukup sudah kita berkutat dengan peta geologi, analisis sampel, dan studi kelayakan yang rumit itu. Kini, saatnya kita memasuki era baru: pertambangan berbasis intuisi!
Bayangkan saja, kita tak perlu lagi pusing memikirkan cadangan mineral, biaya operasional, atau dampak lingkungan. Cukup pejamkan mata, tarik napas dalam-dalam, dan dengarkan bisikan alam. Kalau kata hati kita “gali di situ!”, ya sudah, gali saja! Siapa tahu di bawah sana ada bongkahan emas sebesar kepala bayi, atau mungkin berlian sebesar telur burung unta.
Strategi dan perencanaan? Ah, itu mah buat orang-orang lemah yang kurang percaya diri! Para penambang sejati tidak butuh itu.
Mereka punya indra keenam yang lebih tajam daripada radar tercanggih sekalipun. Mereka bisa merasakan getaran mineral dari jarak ratusan kilometer, dan mereka tahu persis di mana harus menggali hanya dengan melihat arah angin.
Tentu saja, kadang-kadang intuisi kita bisa meleset. Tapi itu bukan masalah besar! Kalau ternyata yang kita gali cuma tanah liat atau batu kerikil, ya sudah, kita gali saja di tempat lain. Namanya juga usaha, pasti ada pasang surutnya. Yang penting, semangat kita tidak boleh padam!
Soal dampak lingkungan, kita tidak perlu terlalu khawatir. Itu urusan nanti. Lagian, alam itu maha pemaaf, kok. Kalau kita merusak sedikit di sana-sini, nanti juga pulih sendiri. Lagipula, siapa yang peduli dengan hutan atau sungai, kalau kita bisa kaya raya dalam sekejap?
Toh, kalaupun alam marah, paling-paling cuma banjir atau longsor. Itu mah risiko kecil dibandingkan dengan potensi keuntungan yang kita dapatkan. Lagian, rumah kita kan di kota. Banjir dan longsor di lokasi pertambangan jelas nggak sampai rumah kita!
Teknologi modern seperti pemetaan satelit atau analisis geofisika? Ah, itu mah cuma bikin ribet! Alat-alat canggih itu mahal, rumit, dan butuh orang-orang pintar untuk mengoperasikannya. Kita, kan, orang Indonesia, lebih suka cara-cara yang sederhana dan praktis. Cukup pakai cangkul, linggis, dan sedikit keberanian, kita sudah bisa menggali kekayaan alam yang terpendam.
Perizinan dari pemerintah? Alah, itu mah cuma formalitas yang tidak perlu. Ingat, gini-gini saya kan bagian dari pemerintah. Petinggi partai pulak. Juga, kita kan penambang rakyat, punya hak dong untuk memanfaatkan sumber daya alam di negeri sendiri.
Kalau ada aparat pemerintah berani mempersulit dengan persyaratan izin macam-macam, ya sudah, kita gali saja secara diam-diam. Kalau ada aparat yang sok menegakkan hukum, kita tahu lah jalan damai yang bisa ditempuh. Perdamaian itu baik, lho.
Lagi pula, siapa tahu, kalau kita sudah kaya raya, pemerintah malah akan memberikan pemutihan bahkan penghargaan. Kita bakal sering diajak bicara sepanggung dengan pejabat dan profesor, dimintai tips bisnis yang ampuh, karena mereka semua diam-diam juga kepingin. Seperti biasanyalaaah.
Soal kesehatan dan keselamatan kerja, itu mah urusan pribadi masing-masing. Kalau kita sakit atau celaka saat menambang, ya sudah, itu risiko pekerjaan. Yang penting, kita niat dan berusaha keras untuk mencari nafkah. Lagi pula, kalau kita terlalu banyak mikirin keselamatan, kapan kita bisa kaya? Berani laaah, ambil risiko demi anak-istri senang.
Jadi, mari kita tinggalkan cara-cara konvensional yang membosankan itu. Mari kita sambut era pertambangan berbasis intuisi, di mana keberuntungan dan keajaiban menjadi panglima! Siapa tahu, dengan sedikit keberanian dan keyakinan, kita bisa menemukan harta karun yang selama ini tersembunyi di perut bumi.
Mari kita jadikan Indonesia negeri para penambang berbasis intuisi, di mana setiap orang bisa menjadi kaya raya hanya dengan mengikuti kata hati!
Bacaan terkait
Setelah Heboh Ulil, Bahlil, dan Tahlil: Mungkinkah Pertambangan Hijau?
Hilirisasi Nikel di Indonesia: Peluang Keberlanjutan atau Ancaman Jangka Panjang?