“Termasuk wong sing ora duwe adab karo pangeran kuwi Cung, wong angger ndungo langsung njaluk opo sing dikarepi tanpo basa-basi muji pangeran disik, tanpo wasilah nganggo salah siji asmaul husnane pangeran, tanpo wasilah karo kanjeng nabi”.
Artinya: Termasuk golongan orang yang tidak beradab kepada Allah, orang yang ketika berdo’a langsung meminta apa yang dimaui, tanpa memuji Tuhan dan tanpa berwasilah dengan salah satu asmaul husna serta tidak bersalawat Nabi.
Untaian kalimat di atas adalah petuah bijak dari KH. Maimun Zubair, ulama kharismatik asal Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Tokoh yang akrab dipanggil Mbah Moen ini lahir di Rembang 28 Oktober 1928 dan wafat di Mekah pada 06 Agustus 2019.
Mbah Moen adalah putra KH. Zubair Dahlan (Mbah Zubair) dan Nyai Mahmudah. Zubair Dahlan (1905-1969), adalah murid kesayangan Syekh Said al-Yamani dan Syekh Hasan al-Yamani al-Makky sedangkan Nyai Mahmudah adalah putri KH. Ahmad bin Syu’aib.
Mbah Moen sendiri dididik langsung oleh Mbah Zubair dan kemudian belajar ke berbagai pesantren di Jawa, seperti Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Ia lalu belajar ke Mekah, Arab Saudi, mengaji kepada Sayyid Alawi al-Maliki, Syekh al-lmam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, dan Syekh Abdul Qodir al-Mandaly.
Mbah Moen adalah guru para ulama di Jawa abad 2i yang dikenal sangat kharismatik dan sangat alim (berilmu). Melalui pesantren Al-Anwar yang diasuhnya, Maimun Zubair menghasilkan banyak kiai yang memimpin banyak pesantren. Di antara murid Mbah Moen adalah KH. Baha’uddin Nursalim yang dikenal dengan panggilan Gus Baha’ yang qaul-qaulnya menjadi rujukan keilmuan banyak kalangan, terutama kaum nahdliyin.
Kembali ke tema di atas, menurut Mbah Moen, tawasul adalah sebuah teknik mengambil sarana agar komunikasi dengan Allah memiliki daya dukung, karena tawasul juga sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, mengikuti petunjuk rasulullah dan mengamalkan seluruh amalan yang dicintai dan diridhai-Nya.
Secara harfiyah tawasul atau wasilah dapat berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu. Bertawasul dengan asmaul husna adalah bentuk sopan santun di hadapan Allah karena merupakan pengakuan eksplisit atas sifat-sifat Allah yang maha segalanya.
Dalam buku “Pesan Cinta Mbah Moen” yang diterbitkan Rene Islam ini, sebanyak 128 pesan diabadikan dalam catatan pendek, yang bentuknya hanya statement-statement tanpa diberi penjelasan. Petuah-petuah itu dikutip persis seperti aslinya, sebagian berbahasa Jawa dan sebagian lainnya berbahasa Indonesia.
Hampir semua perkataan Mbah Moen mengandung petuah yang berhikmah tinggi. Di rumah Mbah Moen di Sarang, Rembang, orang-orang selalu ramai sowan untuk mendengar nasihat-nasihat bijaknya, yang seringkali pas dengan konteks kehidupan orang yang mendapat nasihat itu.
Di antara nasihat-nasihat itu ada yang tentang kehidupan, pendidikan, keluarga, hingga hal-hal yang bersifat umum. Misalnya “Ora kabeh wong pinter kuwi bener, ora kabeh wong bener kuwi pinter. Akeh wong pinter ning ora bener lan akeh wong bener senajan ora pinter. Nanging tinimbang dadi wong pinter ning ora bener, luwih becik dadi wong bener senajan ora pinter”.
Artinya: Tidak semua orang pintar itu benar, tidak semua orang benar itu pintar. Banyak orang yang pintar tapi tidak benar dan banyak orang benar meskipun tidak pintar. Daripada jadi orang pintar tapi tidak benar, lebih baik jadi orang benar meskipun tidak pintar.
Kebanyakan statement Mbah Moen ini sudah pernah dipublikasikan di berbagai media massa maupun media sosial. Pesan-pesan dari berbagai sumber ini dihimpun oleh KH. Anis Maftuhin, pengasuh pesantren Wali, Salatiga, Jawa Tengah.
Soal keasliannya tidak diragukan lagi. Buku ini diberi pengantar oleh putra Mbah Moen, KH. Idror Maimoen atau Gus Idror. Menurutnya semua yang terekam dalam buku ini adalah sebagian kecil dari ajaran-ajaran Mbah Moen. Lebih banyak lagi adalah perkataan beliau yang belum terekam dan terdokumentasikan. “Kami sangat mengapresiasi hadirnya buku ini, semoga bisa menjadi salah satu dokumentasi sejarah yang diwariskan ke seluruh umat islam dan bangsa Indonesia tercinta,” tandas Gus Idror dalam pengantar.
“Abah bukan hanya milik keluarga tetapi masyarakat. Abah memiliki nasionalisme yang tinggi dan selalu optimis pada bangsa ini. Beliau ingin Indoensia menjadi negara nomor sartu dalam uswah (keteladanan-red). Semua pesan-pesan beliau adalah endaan seluruh gagasan, pemikiran, sikap dan komitmen beliau sebagai khadimul ummah atau pelayan masyaraat”.
Mbah Moen adalah sosok ulama intelek yang memilih jalan tradisional. Ia merupakan intelektual multitalenta dan multiperan sebagai ulama, politisi, dan pengayom umat. Semasa hidupnya Mbah Moen dikenal sebagai orang yang zuhud, sabar, penyayang, santun, rendah hati, dan bijak.
Mbah Moen tidak hanya disayang oleh bangsa Indonesia, tetapi juga para ulama di Arab Saudi yang menganggapnya sebagai panutan yang penuh kasih sayang. Ia tak ubahnya sosok ulama sempurna (insan kamil), baik secara ilmu pengetahuan, spiritualitas, maupun pengalaman.
Melalui buku ini, pembaca dapat merasakan tutur kata Mbah Moen yang mengandung nasihat-nasihat bijak. Beliau sudah tidak bersama dengan kita lagi, namun kata-kata nasihatnya akan abadi di setiap sanubari seluruh manusia Indonesia.
Judul: Pesan Cinta Mbah Moen
Penulis : KH. Anis Maftuhin, dkk
Penerbit : Rene Islam
Genre: Spiritual Islam
Tebal : 242 halaman
Edisi: Cet 4, Maret 2021
ISBN : 978-602-1201-73-2