Hidup di dunia itu harus memiliki kesiapan menerima semua hal yang terjadi, termasuk hal-hal yang dibenci. Karena pada dasarnya dunia itu tempatnya kegelisahan, kegundahan, dan cobaan. Lagipula semua hal yang dibenci, termasuk kegagalan, kemiskinan, dan kemalangan itu baik dalam konteks menekan hawa nafsu dan mendidik keikhlasan serta kesabaran.
Imam Junaid al-Baghdadi adalah seorang guru yang alim lagi bijak, cucu murid Imam Syafi’i. Ia mengatakan, segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini tak pernah dianggapnya buruk.
Hal baik dan hal buruk niscaya akan datang silih berganti sesuai fitrah dunia. Bila hal buruk terjadi Imam Juniad selalu siap dengannya, dan apabila ditakdir baik, itu merupakan anugerah.
Buku “Tenangkan Pikiran dan Hatimu Setiap Saat dengan Petuah Bijak Jilid 2” ini merupakan kumpulan nasehat dari tiga ulama ternama sepanjang masa. Yang tertua adalah Imam Sufyan Ats-Tsauri (715-778 M), lalu Imam Syafi’i (767-820 M), dan Imam Junaid al-Baghdadi (830-910 M).
Ketiganya memiliki sanad keilmuan dan ideologis yang sangat erat. Imam Sufyan Ats-Tsauri adalah kakek guru Imam Syafi’i, karena Imam Syafi’i berguru kepada Imam Malik yang merupakan murid Sufyan Ats-Tsauri. Tetapi konon Imam Syafi’i juga pernah berguru langsung kepada Sufyan Ats-Tsauri. Sedangkan Junaid al-Baghdadi adalah cucu muridnya, karena guru Imam Junaid adalah Abu Tsur al-Kalbi, murid langsung Imam Syafi’i.
Reputasi ketiganya tak diragukan lagi. Imam Syafi’i dikenal sebagai imam utama pendiri mazhad Syafi’iyah yang kealimannya tak tertandingi sampai saat ini. Ia hafal al-Quran pada usia tujuh tahun dan hafal kitab al-Muwattha’ karangan gurunya, Imam Malik, pada usia 10 tahun. Adapun Imam Junaid dianggap sebagai ulama fiqih pembaharu yang dijuluki Syaikh ath-Tha’ifah yang artinya pemimpin kaum sufi.
Petuah-petuah mereka yang terserak dalam berbagai naskah dihimpun oleh Shalih Ahmad Asy-Syami dalam sebuah kitab, yang kemudian diadopsi oleh Wali Pustaka sebagai serial lanjutan dari buku yang diterbitkan sebelumnya dengan judul sama. Serial sebelumnya adalah untaian nasehat tiga ulama besar lain, yaitu Hasan Bashri, Imam Ghazali, dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Seperti buku sebelumnya, Tenangkan Pikiran & Hatimu jilid 2 ini memuat nasehat-nasehat pendek yang bila diuraikan akan sangat panjang karena setiap kata mengandung makna yang dalam. Misalnya tentang lima kunci kebaikan, orang paling mulia, gambaran dunia, khusnul khotimah, empat keutamaan dalam hidup, ridha dengan takdir Allah, dan tentang keselamatan.
Terdapat pula beberapa hal yang perlu diwaspadai, seperti mengejar jabatan, titik lemah manusia, menjilat, tiga perkara terlarang, dengki, dan ahli nafsu. Dalam petuah-petuah yang selalu relevan sepanjang masa ini, ketiga ulama sufi yang sudah mencapai tingkat ma’rifatullah ini secara umum mengingatkan tentang bahaya cinta dunia, jabatan, dan nafsu-nafsu yang tersembunyi di balik jiwa manusia.
Biang keladi hilangnya ketenangan hati dan pikiran adalah tidak adanya keyakinan akan jaminan rezeki Allah, ditandai sirnanya rasa syukur. Di sana selalu ada keinginan mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari yang dimilikinya. Kehilangan harta, jabatan, dan keluarga, terkadang dianggap sebuah keterpurukan, padahal semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan apa yang dikuasai manusia pada dasarnya hanyalah titipan.
Menurut Imam Sufyan Ats-Tsauri, dunia itu ibarat roti yang diolesi madu. Manusia ibarat lalat yang terbang di atasnya. Bila dia hinggap menjejakkan kaki di atasnya, niscaya ia terjebak dan tak pernah selamat. Sebaiknya lalat itu hinggap di atas roti yang kering, sehingga ia dapat memakan sedikit dan tidak terlalu manis, namun selamat hingga terbang kembali. (h 218)
Sifat-sifat yang berpangkal pada hubbuddun’ya dan hazzunnafs akan menjauhkan manusia dari rasa bahagia. Mereka memiliki sesuatu tetapi sibuk menginginkan sesuatu yang lainnya. Imam Syafi’i berkata, hidup di dunia itu wajib bahagia, bagaimanapun kondisinya. Hilangnya kebahagiaan dan lenyapnya pahala adalah musibah paling nestapa di dunia ini.
Abdur Rahman bin Mahdi pada suatu ketika tenggelam dalam kesedihan karena putra tercintanya meninggal dunia. Saking sedihnya ia tidak mau makan untuk beberapa lama. Kejadian ini terdengar oleh Imam Syafi’i dan beliau menulis surat untuknya. “Hiburlah dirimu, sebagaimana engkau menghibur orang lain ketika ditinggal pergi orang yang disayangi. Hina sekali perbuatan yang engkau lakukan, sebagaimana engkau mencela perbuatan itu ketika dilakukan orang lain”.
“Aku mengiburmu bukan karena kuyakin hidup selamanya, tetapi semata-mata karena perintah agama. Dia yang meninggal tidak hidup kekal, sama dengan mereka yang berbela sungkawa, mereka tidak kekal walau hidup lebih lama”. (h 47)
Judul: Tenangkan Pikiran & Hatimu Setiap Saat dengan Petuah Bijak
Penulis: Shalih Ahmad asy-Syami
Penerbit: Wali Pustaka
Genre: Agama Islam/Tasawuf
Tebal: 300 halaman
Edisi: Hard Cover Cet 1, Desember 2021
ISBN: 978-623-7325-27-7