Berjalan jauh di hutan gambut
Bertemu dengan bermacam kembang
Pantaslah banyak orang ribut
Ormas agama dikasih konsesi tambang
Ketika rumor terdengar bahwa ormas keagamaan bakal diberi konsesi pertambangan, banyak orang keheranan. Dan, dari heran orang-orang kemudian menebak-nebak soal motivasi itu. Kebanyakannya langsung berkesimpulan: ini adalah politik balas budi, dan balas budi politik, terkait dengan pemilu lalu.
Tetapi, tentu saja dugaan seperti itu tak di-iya-kan oleh yang punya ide. Menteri Bahlil seperti meradang ketika ditanya jurnalis. Dia bilang bahwa ormas keagamaan itulah yang memerdekakan Indonesia dengan seruan perlawanan kepada penjajah. Kalau sekarang Negara memberikan konsesi tambang, itu adalah balas budi untuk jasa yang itu, bukan urusan pemilu.
Lain Bahlil lain pula Menteri Siti. Dia sama sekali tak menolak ide pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan, dengan alasan yang sangat pragmatis: daripada setiap hari mengirimkan proposal. Tentu yang dimaksud adalah proposal untuk pendanaan berbagai kegiatan berbasis keagamaan. Walau mengandung kebenaran, sebetulnya pernyataan Siti ini bisa dianggap menghina ormas keagamaan. Untunglah tak ada yang marah.
Alih-alih marah dinyatakan “tukang” mengirimkan proposal setiap hari, NU malah secara terbuka menyatakan memang BU, butuh uang. Dan mereka merasa percaya diri bisa mengelola pertambangan dan menghasilkan uang—dan semoga saja benar bisa mengurangi kecenderungan menjadi pabrik proposal.
Mengelola tambang bukan sekadar mendapatkan konsesi dari pemerintah. Seabrek persyaratan lain musti mereka penuhi, termasuk puluhan dokumen dan izin, yang di baliknya ada penelitian, pembuatan kebijakan, strategi, program, dan beragam jenis sumber daya.
Kalau seluruh dokumen dan perizinan itu sudah terpenuhi—yang bisa dikerjakan konsultan—implementasinya butuh juga sumber daya manusia, sumber daya organisasi, sumber daya finansial yang tidak kecil jumlahnya dan tidak sembarangan kualifikasinya. Teknologi yang dipilih untuk dipergunakan juga bakal sangat penting dipertimbangkan. Kalau itu semua ada, urusan pemasaran produknya juga bukan barang mudah.
Ini tidak untuk bilang bahwa Nahdlatul Ulama (NU), atau ormas keagamaan mana pun, pasti tidak sanggup melakukannya. NU, ormas keagamaan terbesar di dunia, punya banyak SDM jempolan, punya koneksi terhadap sumber pendanaan, dan mungkin sudah punya kejelasan kepada siapa produknya bakal dipasarkan.
Tetapi perlu diingat bahwa pertambangan adalah sektor yang kontroversial. Dia punya jasa sangat besar bagi kehidupan manusia modern, namun dampak lingkungan dan sosial negatif selalu jadi catatan. Persoalan tata kelolanya membelit banyak pihak.
Kalau kemudian, misalnya NU, tak bisa menunjukkan kemampuan pengelolaan lingkungan, sosial, dan tata kelola terbaik, sangat mungkin nama NU tercoreng. Kalau, lagi-lagi misalnya NU, memilih ongkang-ongkang kaki melego konsesinya kepada pihak tertentu, dan kinerjanya tak memuaskan, tetap saja orang akan mengingat bahwa itu adalah tambang “milik” NU.
Beberapa ormas keagamaan sudah menyatakan tidak akan meminta konsesi—dan secara lebih halus menyatakan tidak akan menerima konsesi bila ditawarkan atau diberikan. Mereka bilang bahwa mereka bukan pihak yang kompeten untuk mengelola pertambangan. Sebuah kejujuran yang patut diapresiasi. Begitu agaknya lebih bijak, dan lebih agamis.
Semua bumbu ditumbuk halus
Lalu dibalurkan ke sate usus
Bukan soal ormas pasti tak becus
Tapi tambang itu perlu diurus serius
Ulasan Pembaca 4