Masalah lingkungan adalah problem yang amat dekat dan lekat dengan keseharian kita dan memengaruhi kehidupan manusia kapan dan di mana pun. Apalagi di zaman modern seperti saat ini, masalah lingkungan menjadi masalah bersama yang akut yang harus diselesaikan secara bersama pula. Sebut saja dari soal sampah rumah tangga, perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan hingga mengakibatkan banjir, polusi asap pabrik dan kendaraan, sampah dari plastik yang menggunung sampai kerusakan lingkungan akibat pengelolaan tambang yang tak bertanggung jawab di darat dan di laut.
Pengelolaan lingkungan yang buruk tak hanya mengancam generasi masa kini, tetapi juga generasi mendatang dan karenanya isu ini harus dibicarakan dan disuarakan lebih lantang lagi oleh kita semua. Selain bersama pemerintah sebagai regulator, para aparat hukum, tokoh masyarakat, akademisi, NGO, dan elemen masyarakat lainnya, keterlibatan institusi-institusi agama dan tokoh-tokohnya dalam menyelesaikan masalah lingkungan jangan sampai terabaikan.
Dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dan tokoh-tokohnya, misalnya, sejak lama menyuarakan akan pentingnya menjaga lingkungan. Sekadar contoh, KH Ali Yafie yang pernah melahirkan buku Menggagas Fiqh Lingkungan, KH Said Agil Siradj yang menulis Islam dan Penanggulanagan Bahaya Sampah Plastik, dan juga kajian-kajian lain dari Lembaga Bahtsul Masail PBNU dan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim.
Demikian pula Muhammadiyah. Fikih Air dan Fikih Kebencanaan adalah dokumen-dokumen penting yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah sebagai hasil dari Musyawarah Nasional Tarjih pada tahun 2014 di Palembang dan tahun 2015 di Yogyakarta. Kedua dokumen ini menggambarkan upaya serius Muhammadiyah dalam merespons isu-isu lingkungan dan bencana alam yang kian mendesak di tengah kompleksitas tantangan global. Lainnya, yang belum lama ini terbit adalah Pesan Langit untuk Bumi: Fiqh Lingkungan dari Muhammadiyah untuk Generasi Mendatang (2022). Dua buku di bawah adalah buku terbaru yang juga membahasa tentang agama dan lingkungan.
1. Tutur Alam: Kumpulan Ceramah Religi Kelestarian Lingkungan
Inilah buku yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada FestivalLingkungan Iklim, Kehutanan, dan Energi Terbarukan (Festival LIKE), 17 September 2023, di Jakarta. Judulnya Tutur Alam – Kumpulan Ceramah Religi Kelestarian Lingkungan.
Sesuai judulnya, buku ini memuat materi-materi ceramah dari berbagai tokoh agama di Indonesia, hasil kolaborasi beberapa pihak sebagai bentuk kepedulian terhadap bumi. Lewat buku ini, KLHK berharap kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan terus tumbuh dan meningkat di tengah tantangan-tantangan lingkungan hidup dan krisis iklim yang kian mendesak.
Sejumlah narasumber dari berbagai agama hadir dalam peluncuran buku tersebut, antara lain Sayid Muhadar (Islam), Novia Widyaningtyas (Kristen), Ni Nyoman Santi (Hindu), Jo Kumala Dewi (Buddha), dan juga Habib Husein Ja’far Al Hadar, Youtuber/pendakwah muda yang juga penulis buku-buku keislaman, sebagai moderator.
Habib Husein menyebut, Indonesia adalah negara paling religius di dunia, dan karena itu ia berharap agama bisa membangun kesadaran, pola pikir, dan pola sikap masyarakat kita akan betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup. “Buku Tutur Alam ini untuk eksplorasi lebih dalam bagaimana perspektif semua agama dalam pelestarian lingkungan,” kata Habib Husein sebagaimana dikutip detik.com, Ahad (17/9/2023).
Dalam perspektif agama Buddha, Jo Kumala Dewi (mewakili agama Buddha), mengatakan, manusia dan alam semesta ini adalah satu kesatuan yang selaras, selasih, dan sejajar. Jadi, kita dan alam semesta ini satu kesatuan, yang artinya kita tidak bisa melawan alam. “Yang harus kita lakukan adalah bagaimana menjalankan peran masing-masing antara manusia dan makhluk lainnya,” ungkap Jo Kumala.
Terkait kelestarian lingkungan dalam Islam berdasarkan dalil al-Quran dan hadis, Sayid Muhadar menegaskan bahwa Allah memang menciptakan seluruh alam dan seisinya ini dan menunjuk manusia sebagai khalifah. Sebagai khalifah di bumi, manusia harus menjaga alam, jangan merusaknya.
Muhadar juga mewanti-wanti agar kita sebagai manusia untuk tidak food waste (boros, berlebih-lebihan, membuang-buang makanan), alias mubazir. Mubazir itu perilaku setan. Dia pun mengimbau ihwal pentingnya menanam, karena kita sebagai umat Islam dapat mendapatkan pahala. “Menanam pohon itu penting. Kalau kita menanam, lalu tanaman kita dimakan burung, kita dapat pahala,” ujarnya.
Hal senada dinyatakan oleh Ni Nyoman Santi, mewakili agama Hindu. Dalam agama Hindu, ada Tri Hita Karana, yaitu prinsip yang menjamin hidup harmonis. Ada tiga hal yang sangat penting dari Tri Hita Karana ini, hubungan manusia dengan pencipta, hubungan manusia dengan alam dan makhluk lainnya, dan hubungan manusia dengan manusia lain. “Singkatnya, jika kita menjaga ketiganya dalam keharmonisan, kita akan hidup dalam kesejahteraan,” ujar Ni Nyoman Santi.
Novia Widyaningtyas (mewakili agama Kristen) mengaku senang dan bersyukur menjadi bagian dari KLHK menyusun buku Tutur Alam ini. “Terima kasih tak terhingga kepada KLHK. Semoga kontribusi kami bermanfaat untuk masyarakat banyak,” kata Novia.
Ihwal menjaga lingkungan, dari perspektif agama Kristen, dia menyebut Salib. Dalam Salib ada simbol atau lambang vertikal yang berarti hubungan manusia dengan Pencipta. Adapun lambang horisontal berarti simbol hubungan antara manusia dengan yang lain. Kita sebagai manusia diberikan anugerah, kita sebagai umat yang diberikan segala kesempurnaan, harus mengemban visi dan misi untuk menjaga alam.
“Jadi, perbuatan manusia yang merusak alam itu salah besar. Teknologi zaman sekarang itu seharusnya mengubah budi dan akal manusia menjadi lebih peduli dengan alam. Manusia itu harus kembali ke jalan yang benar,” jelas Novia.
2. Islam & Lingkungan: Perspektif Al-Quran Menyangkut Pemeliharaan Lingkungan karya M. Quraish Shihab
Ini buku penting karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab yang mengajak kita untuk membaca dan mencermati isu lingkungan dalam perspektif Al-Quran dan sunnah. Di dalamnya memaparkan tuntunan dan prinsip-prinsip hubungan manusia sebagai khalifah dengan alam dalam Islam. Kekhalifahan manusia di bumi dimaknai dalam arti persahabatan, bukan kepemilikan, apalagi eksploitasi alam, yang pada akhirnya ada tuntunan hidup dalam keseimbangan dan keserasian. Tujuan pokoknya adalah untuk menciptakan ekosistem yang seimbang, sehingga alam raya dapat berjalan sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Pendeknya, sebagai khalifah di muka bumi, semua harus menjaga dan merawat bumi dengan baik. “Sebagai cinta kita kepada bumi, sebagai kewajiban kita sebagai khalifah memelihara, kita harus benar-benar memperhatikan lingkungan hidup,” kata Quraish Shihab dalam video singkat yang pernah diunggah akun Instagram @shihabdanshihab.
Lebih jauh, pakar tafsir Al-Quran yang juga pendiri Pusat Studi Al-Quran (PSQ) ini menjelaskan bahwa dulu, 50-60 tahun lalu, kondisi lingkungan tidak separah saat ini. Karenanya, ulama dulu tidak terlalu memprioritaskan isu-isu tentang lingkungan. Artinya, dengan mencermati kondisi saat ini, kata Abi Quraish, merawat bumi dan menjaga lingkungan, sekali lagi, merupakan kewajiban bagi seluruh umat manusia.
Ada empat tujuan pokok agama: memelihara jiwa, memelihara jasmani, memelihara keturunan, memelihara harta benda, dan satu lagi memelihara lingkungan. “Tuntunan agama harus memelihara lingkungan. Tanpa memelihara lingkungan kita, kita menganiaya generasi yang akan datang,” tulisnya.