Kuntoro Mangkusubroto (14 Maret 1947 – 17 Desember 2023) atau Pak Kun adalah satu dari sedikit orang yang mengubah hidup saya. Tanpa dia, barangkali saya masih asik menjalani karir sebagai seorang akademisi diaspora di negeri asing nun jauh di sana. Tanpa dia, barangkali saya tak akan pernah mengenal dan memahami dinamika birokrasi pemerintahan dan urusan ketatanegaraan. Tapi juga tanpa dia, barangkali saya sudah akan kehilangan optimisme dan harapan akan kemajuan, kebaikan, dan keadaban yang bisa diraih negeri ini–saat melihat begitu semrawutnya situasi saat ini.
Bagi para akademisi, Pak Kun dikenal dengan integritasnya sebagai seorang pendidik. Bagi para pegiat bisnis, Pak Kun dikenal bertangan dingin menangani kinerja perusahaan negara. Bagi para birokrat, Pak Kun dikenal sebagai perencana dan pengendali pembangunan yang handal. Dan bagi para ‘murid’nya, Pak Kun adalah seorang mentor yang penuh perhatian akan perkembangan anak-dampingannya. Dari tangan Pak Kun tidak hanya lahir SBM-ITB @sbmitb, tapi juga restrukturisasi sejumlah BUMN di/sejak zaman Orde Baru, rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh-Nias pasca tsunami yang sekaligus menjadi ajang upaya perdamaian, dan pertama kalinya cikal-bakal President’s Delivery Unit di Indonesia lahir: Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)–yang lalu berubah menjadi Kantor Staf Presiden (KSP) @KSPgoid.
Pak Kun juga berperan besar dalam upaya Indonesia turut melahirkan Open Government Partnership (OGP) @opengovpart (cc. @OpenGovIndo), merumuskan Sustainable Development Goals (SDGs) (cc. @SDGs_Indonesia@IndonesiaSDGs) dan penanganan perubahan iklim lewat REDD+.
Hidup dan karya Pak Kun menyentuh banyak jiwa; mulai dari pejabat, birokrat, dan petinggi negara, hingga orang-orang biasa yang hidupnya dia ubah lewat berbagai terobosan dalam kebijakan pembangunannya. Dia bukan hanya membantu pemimpin negeri mewujudkan visi dan misi politiknya, dia juga membantu banyak orang yang awalnya merasa kehilangan harapan akan masa depan menjadi percaya lagi bahwa republik bisa lebih baik dari hari ini.
Sebagian ungkapan sentuhan jiwa itu tertuang dalam buku “memoar” untuk mengenang dan merayakan hidup Pak Kun: Berenang di Segara Kuntoro – Analekta Memoar (2024). Buku ini berisi catatan kenangan 56 orang yang pernah bekerja dan dekat, serta dua anggota keluarga Pak Kun dan diluncurkan tepat setahun setelah Pak Kun berpulang: 17 Desember 2024. Saat ini, sayangnya, buku ini belum tersedia untuk umum; namun rencananya akan diupayakan segera agar lebih banyak orang bisa membacanya.
Saya beruntung diundang ikut menulis. Maka, saya tuliskan sebagian catatan perjumpaan saya dengan Pak Kun. Awalnya saya ingin ceritakan bagaimana secara personal Pak Kun mengubah hidup saya–termasuk pandangan-pandangan dan sikap saya terhadap pemerintah dan negara. Tapi lalu saya urungkan. Dan saya lalu sengaja memilih menulis hal-hal yang mungkin akan terbaca lebih “teknis” tapi yang saya yakin tidak banyak yang tahu sebelumnya terkait upaya “merawat negeri”. Tulisan saya itu sudah diedit dengan apik oleh editor buku ini.
Karena itu, agar tidak melanggar hak cipta, yang saya bagikan di sini adalah versi draf awal yang saya kirimkan kepada editor. Isinya sama. Cuma, bahasa dalam draf ini barangkali lebih “kasar” dibanding versi finalnya di buku tersebut. Namun, semoga bisa tetap dinikmati.
Sengaja saya sertakan foto dua halaman dari tulisan saya di buku itu untuk saya “pamer”kan di sini. Satu foto adalah halaman di buku yang ditandatangani langsung oleh Presiden SBY @sbyudhoyono yang saya ceritakan perannya di buku itu. Harusnya tanda tangan itu saya minta dari beliau 11 tahun yang lalu. Satu foto lain, adalah saat saya menerima potongan pertama kue ulang tahun ke-66 Pak Kun (14/3/13).
Matur nuwun, Pak Kun. Warisan pemikiran dan sikapmu abadi.
Kolom Yanuar lainnya
Tentang Kabinet Merah Putih nan Jumbo
Awal Prabowo yang Problematik: Sebuah Peluang yang Terlewatkan?