Sebagai konsultan keuangan papan atas, Thomas selalu menemukan peluang usaha yang menjanjikan. Tawaran job tak terduga juga sering menghampirinya. Kali ini ia harus memuluskan sebuah transaksi lahan pegunungan yang mengandung deposit plutonium melimpah, konon terbesar di dunia. Dari sinilah cerita Bedebah di Ujung Tanduk bermula. Thomas tidak mengira hal itu menjadi sumber masalah besar yang mengancam jiwanya dan juga teman-temannya.
Lahan yang dijual belikan adalah sebuah pegunungan kaya zat radioaktif milik keluarga kerajaan. Sudah sejak lama banyak pihak mengincar lahan itu, namun ditolak-mentah-mentah, kecuali pemakai jasa Thomas, yaitu JJ. Costello.
Transaksi jual beli adalah akad sederhana yang sebenarnya bisa dihandel oleh notaris kemarin sore. Namun tidak dengan yang ini. Thomas jauh-jauh didatangkan dari Jakarta untuk membuat penjual bertekuk lutut di bawah skenario pembeli. Caranya, dengan membongkar sebuah dokumen rahasia yang bisa membuat pemilik tanah tercocok hidungnya.
Kisah ini diperankan tokoh-tokoh lawas dari novel Negeri Para Bedebah dan masih mengambil seting yang sama. Negeri para bedebah adalah tempat bermukimnya para pencuri, perampok, dan tokoh-tokoh licik berbulu domba. Pada novel ini, situasi itu masih berlaku.
Karakter Thomas ini juga sudah muncul di seri Negeri Para Bedebah. Di novel ini Thomas, 33 tahun, kembali tampil sebagai bedebah pintar yang tampan, pintar, cerdik, gesit, dan kuat. Pria bermasa lalu kelam itu adalah direktur sebuah firma konsultan ternama dan motivator populer.
Halaman pertama buku ini langsung menampilkan action keras, bahkan tanpa daftar isi. Thomas baru datang dari Bhutan dengan sekoper emas batangan, lalu bertarung sparing partner dengan Bujang.
Sekoper emas murni itu merupakan success fee setelah menyelesaikan transaksi dengan keruwetan tingkat tinggi. Tak diduga oleh Thomas, emas batangan itu berisi alat tracker. Sejumlah pembunuh bayaran bersenjata otomatis menyerbunya ketika sedang bertarung. Bersama Bujang dan Salonga ia berhasil kabur. Salonga membuang sekoper emas batangan itu ke parit, namun pengejaran terus berlangsung dan mereka tak dapat keluar dari zona bahaya.
Cerita pada novel ini jelas berliku-liku. Kejutan demi kejutan terjadi silih berganti membuat pembaca sering menahan napas. Di sini terdapat banyak teka teki dan fragmen-fragmen yang ternyata saling berkaitan, sehingga pembaca dibuat sibuk mengingat berbagai adegan di bagian lain, maupun dari beberapa buku sebelumnya.
Meskipun Thomas memiliki reputasi selangit, namun masalah ini tak dapat dipecahkannya sendiri. Kisah ini berlangsung dalam suasana perburuan. Thomas melobi teman-temannya dalam situasi menghindari kejaran musuh. Ia sendiri tak tahu pihak mana yang mengejarnya, karena baik pembeli maupun penjual sama-sama punya motif, sama-sama memiliki sumber daya, dan sama-sama jahat.
Seperti novel aksi Tere Liye lainnya, setingnya bergerak terus, mulai Jakarta, Kathmandu, hingga Bhutan, sebuah negeri kerajaan kurang terkenal di Asia Selatan. Novel ini banyak mengambil seting di gunung Himalaya, untuk itu negara Nepal dan Bhutan mengambil porsi cukup besar.
Uniknya, rentang kejadiannya sangat pendek, hanya beberapa hari. Ini memang khas Tere Liye, sebuah cerita panjang lebar hanya menggelar drama kurang dari seminggu.
Rasanya tak asik bila sebuah rangkaian cerita tak memuat pesan-pesan moral. Setidaknya itu muncul dari kata-kata salah satu tokoh, yaitu Tuanku Imam kepada Thomas. “Ini menarik Thomas. Tidak semua orang mau mengakui dirinya bedebah. Kau sebenarnya telah memulai perjalanan panjang yang dilakukan opamu, dengan mengakui seorang bedebah. Besok lusa, kau bisa menemukan kedamaian seperti opamu”.
Judul : Bedebah di Ujung Tanduk
Genre : Novel Aksi
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT. Sabak Grip Nusantara
Edisi : Cetakan Pertama, 28 Oktober 2021
Tebal : 415 Halaman
ISBN : 978-623-97262-1-8
Diresensi Oleh Jakarta Book Review