Buku ini tidak membicarakan tentang estetika, makna dan media secara eksplisit.
Surabaya – Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) merilis buku Antologi Seni Budaya DK-Jatim berjudul “Estetika, Makna dan Media”, Sabtu (25/12/2021) di kantor DKJT Jakarta Timur (Jatim). Buku ini ditulis oleh tiga seniman asal Jatim, yakni Ikhwan Setiawan, Mashuri, dan Syarifuddin.
Perwakilan Presidium DKJT, Eko Suwargono mengatakan buku ini diberi judul Estetika, Makna dan Media karena subtansi buku ini berbicara tentang tiga hal tersebut. “Buku ini tidak membicarakan tentang estetika, makna dan media secara eksplisit. Buku ini mengajak pembacanya untuk dapat menangkap pesan subtantif dan esensial dari beberapa tulisan kritis yang disuguhkan,” ujarnya.
Menurut Eko, bangunan karya seni sebagai pengejawantahan filosofi nilai dan keindahan akan melibatkan media untuk kebutuhan berekspresi dan apresiasi agar dapat terus berdaya, berkembang secara adaptif dan kontekstual berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Kualitas resepsi dan kreatifitas sang seniman yang terpantul dalam karyanya penting untuk dikaji secara komprehensif. Hasilnya, dapat digunakan sebagai refrensi pengembangan karya lebih lanjut,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Bidang Program, Nasar Albatati, mengatakan, buku antologi seni dan budaya merupakan tulisan kritik dari tiga penulis yang memiliki wawasan luas tentang bidangnya. “3 penulis ini memberikan dimensi berbeda pada fenomena budaya yang dituliskannya.,” ungkapnya.
Dalam buku ini, Ikhwan Setiawan mengkritik neo-eksostisisme yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi dalam mengakomodasi dan mentransformasi kesenian sebagai salah satu penopang utama industri pariwisata. Ia ingin memperluas pembahasan terkait neo-eksotisme sebagai formula yang digunakan oleh Pemkab Banyuwangi.
“Saya ingin memperluas pembahasan terkait neo-eksotisisme sebagai formula yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mengkomodifikasi dan mentransformasi kesenian etnis di Banyuwangi sebagai salah satu penopang utama industri pariwisata,” jelas Ikhwan.
Selanjutnya, Mashuri yang tulisannya berusaha menelusuri posisi budaya dalam prosa dan mengulik strategi para pengarang dalam prosa karangannya. Dalam tulisannya, Mashuri berusaha menjelaskan penelusuran yang dilakukan mulai dari beberapa pengarang dunia, terlebih kawasan Anglo-Saxon, dan pengarang dunia, dan secara khusus Jatim.
Dan terkahir, Syarifuddin mencoba menjelaskan bahwa seni rupa hari ini berbeda dengan seni rupa di masa lalu. Saat ini kedatangan platform digital memperkaya pandangan tentang seni rupa terutama terkait media dan teknis. (ST/JBR)