Memetik Pelajaran Menarik Dari Kisah Reformasi Jepang
Jepang terkenal sebagai negara yang tertib, rapi dan bersih. Warganya menjunjung tinggi kejujuran, disiplin, pekerja keras dan tak mudah menyerah. Wujud Jepang saat ini merupakan hasil reformasi yang dilakukan hampir satu abad. Semua prosesnya diulas secara lengkap dan detail melalui buku ‘Seikatsu Kaizen : Reformasi Pola Hidup Jepang. Pertama kali buku ini diproduksi tahun 2017 dan sudah dicetak hingga empat kali hingga tahun ini.
Buku yang ditulis oleh Susy Ong ini hampir seperti panduan menjadi masyarakat unggul dan modern ala Jepang. Isinya merupakan hasil studi ke perpustakaan nasional Jepang di Tokyo dan sejumlah perpustakaan di berbagai provinsi di Jepang pada bulan Mei – Juni 2014.
Buku ini mengajak pembaca untuk melihat apa saja upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat Jepang sehingga dapat mewujudkan negara yang modern sekaligus memiliki nilai moral dan rasa tanggungjawab sosial yang tinggi.
Membaca buku 6 bab ini, pembaca akan diajak menjelajah sejarah Jepang terlebih dahulu. Pada awalnya Jepang hanya negara tradisionalis yang diatangi orang-orang Barat, lalu menyadari bahwa mereka sangat terbelakang dalam hal ekonomi, industri dan militer.
Pada tahun 1817 dicetuskan sebuah misi reformasi bernama Misi Iwakura. Pada 1817-1873
separuh pejabat tinggi Jepang berkunjung ke Amerika Serikat dan 11 negara di Eropa. Misi yang dimpimpin Iwakura Tomomi ini berhasil menggugah kesadaran umum bahwa mereka masih terbelakang dalam hal kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Selepas studi banding nasional itu, Jepang mencontoh negara-negara Barat, menerapkan sistem wajib belajar demi meningkatkan kualitas SDM. Lantas pada tahun 1850-an, Jepang mulai menerapkan sistem barat.
Perubahan pun dilakukan dengan membentuk institusi pemerintah modern, bahkan mengesahkan konstitusi dan undang-undang yang mengadopsi negara-negara Barat. Demam ala barat pun melanda karena masyarakat antusias mengikuti gaya berbusana orang barat, bahkan dengan kadar berlebihan.
Potret kehidupan masyarakat Jepang ini pernah disindir kartunis Georges Ferdinand Bigot (1860-1927) melalui karikatur tentang masyarakat Jepang yang kebarat-baratan tapi justru terlihat kampungan.
Pada tahun 1889, sejumlah tokoh masyarakat mengambil inisiatif mendirikan Asosiasi Reformasi Pola Hidup Jepang untuk memperbaiki reputasi orang Jepang yang kerap dicemooh bangsa barat. Tahun 1909 pemerintah secara resmi melakukan kampanye nasional perbaikan adat dengan lebih terorganisir dan merata ke seluruh pelosok negeri Jepang. Kampanye nasional ini yang kemudian berhasil membentuk karakter bangsa Jepang yang rajin, hemat, disiplin, sopan seperti yang menjadi keunggulan Jepang hingga kini.
Apakah ada peran agama dalam membentuk pola hidup orang Jepang ? Sebetulnya kebanyakan orang Jepang tidak beragama. Ketika era menjelang modernisasi (1600-1868) penguasa mewajibkan seluruh rakyat berafiliasi pada salah satu kuil Budha dan orang Jepang diwajibkan memiiliki surat bukti beragama Budha.
Salah satu tokoh sejarah yang dijadikan panutan adalah Presiden Amerika Serikat, Benjamin Franklin (1706-1790). Bahkan tiga belas prinsip hidup dari Presiden Amerika Serikat dimasukkan ke buku teks pelajaran moral untuk anak SD.
Pada saat kondisi Jepang sedang terpuruk berat, lahir tokoh Ninomia Sontoku yang mendirikan Asosiasi Hotoku Nasional. Hotoku yang artinya balas budi ini merupakan ide Ninomiya Sontoku (1787-1856) yang bangkit dari gagal panen dan selalu rajin bekerja, hidup hemat dan menabung. Ia berhasil membantu pertanian dan perekonomian di lebih dari 600 desa. Pengenalan tokoh Ninomiya ini dilakukan melalui buku SD dan patungnya dipajang di hampir semua SD di Jepang.
Perubahan pola hidup masyarakat Jepang juga terjadi di bidang kuliner. Jepang meniru makanan barat seperti mengkonsumsi daging sapi yang sebelumnya tidak disentuh. Akhirnya orang Jepang menciptakan menu Sukiyaki. Menu daging dan kebiasaan minum susu kemudian mulai diterapkan masyarakat Jepang menengah ke atas sejak tahun 1870-an dan kemudian pola makan ala barat diadopsi dan kemudian diolah sesuai denga lidah raktar Jepang sehingga dikenal sebagai makanan Jepang.
Untuk gaya model rambut bahkan pada tahun 1885 ada perubahan model sanggul orang Jepang menjadi seperti model sanggul ala barat namun lebih sederhana. Sedangkan di bidang kebudayaan, pemerintah dan para tokoh masyarakat menjadikan kabuki (seni teater rakyat) dan sumo (pertandingan gulat antar kampung) sebagai ‘budaya nasional’. Hal ini dilakukan dengan melakukan pementasan kabuki dengan cara yang sudah ditulis ulang agar terkesan elegan dan ditonton oleh kaisar dan kemudian dipromosikan sebagai olahraga nasional Jepang.
Tentunya masih banyak reformasi pola hidup Jepang yang di ulas di buku ini. Reformasi dari berbagai sektor inilah yang kemudian menjadikan Jepang seperti sekarang.
Judul Buku: Seikatsu Kaizen, Reformasi Pola Hidup Jepang. Panduan Menjadi Masyarakat Unggul dan Modern
Penulis: Susy Ong
Penerbit: Elex Media Komputindo
Genre: Sejarah
Edisi: Cetakan ke4, 2021