“Auschwitz adalah neraka. Semoga peristiwa seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi” kata Lily Ebert (90), salah seorang penyintas tragedi genosida yang berhasil lolos dari maut yang mengintai kamp konsentrasi Auschwitz, Polandia pada perang dunia kedua.
Manusia tak dapat menghindar dari takdirnya sebagai pengibar peperangan dan penumpah darah di bumi. Ketika tentara NAZI Jerman terlibat dalam perang dunia kedua yang sengit, mereka membantai jutaan nyawa tak berdosa hanya karena ras, etnis, dan keyakinan yang berbeda.
Semuanya itu merupakan buah dari kebijakan Arianisasi, sebuah ide pemurniaan ras yang targetnya menjadikan bangsa Aria sebagai single majority yang memiliki keunggulan dibandingkan bangsa-bangsa lainnya.
Kebijakan ini tak menoleransi superioritas bangsa lain selain Jerman, dan target utamanya tampaknya Yahudi. Aksi pemusnahan ras non Aria ini diterapkan di seluruh Jerman dan kemudian diperluas ke seluruh negara Eropa yang ditundukkan oleh NAZI.
Tragedi yang dimuat dalam buku terbitan Gramedia Pustaka Utama ini dikenal sebagai peristiwa Holocaust yang legendaris, ketika gas beracun disemburkan ke ruang tahanan hingga menewaskan jutaan orang tak berdosa. Total korban adalah 6 juta orang Yahudi dan 7 juta lainya.
Penghuni Auschwitz bukanlah para kriminal atau politisi penentang Hitler. Mereka adalah warga sipil Polandia yang kebanyakan kaum Gypsie, para penyandang disabilitas, dan orang-orang yang dianggap tidak sinkron atau menghalangi ide Arianisasi, termasuk Yahudi.
Antara 1933 hingga 1945, ketika Jerman berada di bawah kekuasaan Adolf Hitler, kamp konsentrasi Auschwitz-Birkenau, Polandia dijadikan tujuan akhir gerbong-gerbong kereta yang mengangkut ‘para pekerja’.
Di Kamp ini orang-orang sehat dipisahkan dengan orang-orang ‘tidak sehat’ dengan pola seleksi yang simpel, yaitu dengan aba-aba ke kiri atau ke kanan. Mereka sama sekali tak mengerti, ini adalah awal mula dari tragedi yang merenggut nyawa mereka selamanya. Yang sehat menjalani kerja paksa dan yang tidak tampak mampu kerja paksa dibunuh.
Tempat ini menerima pasokan ‘pekerja’ mulai dari tahun 1940 hingga 1944. Di dalamnya adalah sel-sel yang secara teknis berisi 9 orang dengan kapasitas 550 orang setiap kompleks. Namun tempat itu dijejali hingga lebih dari 774 orang atau satu setengah kapasitasnya.
Ada beberapa tahap yang dilakukan Hitler dalam proses pembunuhan massal ini. Tahap pertama operasi ini adalah mengumpulkan orang-orang non Aria untuk bekerja. Sasaran awalnya adalah warga Jerman non Aria, lalu dilanjutkan ke luar Jerman. Orang-orang Yahudi diburu dengan cara didata, dipisahkan dan kemudian dikirim ke kamp-kamp untuk kerja paksa atau pemusnahan.
Genosida adalah serial terakhir dari tragedi ini. Sebelumnya orang Yahudi diboikot hingga kehilangan pekerjaan dan kegiatan ekonomi mereka seret. ‘War against Jewish power’ merupakan kebijakan boikot Jerman terhadap warga Yahudi yang mengakibatkan jutaan Yahudi kehilangan sumber penghidupan. Aset mereka diambil alih secara paksa oleh NAZI.
Mereka kemudian dipaksa memasuki Ghetto, sebuah kompleks pemukiman yang isinya hanya penderitaan dan kesengsaraan. Di Ghetto orang Yahudi menderita oleh minimnya bahan makanan dan tidak adanya bahan-bahan penahan cuaca, saat panas atau dingin secara ekstrim.
Di Ghetto muncul pula wabah penyakit hingga memunculkan kebijakan ‘the final solution’ alias pembasmian seluruh orang Yahudi secara terencana.
Buku berjudul Memori Genosida : Melihat Kekerasan Kolektif Masa Lalu ini sebenarnya hanya memuat fakta-fakta lama yang sebagian sudah over publish. Peristiwa Holocaust sendiri juga telah menjadi trauma tersendiri bagi warga Jerman dan mereka tak ingin mengungkitnya lagi.
Penulisnya, Baskara T Wardaya, menyusun buku ini setelah melalui berbagai seminar dan workshop bertema Holocaust yang dihadiri para peneliti sejarah itu dan juga aktivitis HAM, jurnalis, mahasiswa dan lain-lain.
Selain menampilkan sejarah, Baskara T Wardaya juga memberikan perspektif yang mungkin akan memberikan pengkayaan. Buku ini, seperti tertulis di pembukaannya, ingin mengajak pembaca mewaspadai proses-proses yang mungkin tampak wajar dan biasa, tetapi dapat melahirkan gelombang kekerasan masif.
Pembantaian Auschwitz pertama kali digelar pada 13 Oktober 1941. Saat itulah penggunaan gas beracun dilakukan di distrik Lublin dan dilanjutkan dengan pembangunan kamp konsentrasi yang sudah dilengkapi dengan kamar gas di Belzec dan Chelmno.
Akhir Oktober 1941, sebanyak 1.000 orang Yahudi diangkut dari sebuah Ghetto di Lodz menuju Wina untuk memasuki kamp konsentrasi. Mereka dikumpulkan, dibunuh dengan gas beracun dan juga ada yang dimasukkan ke kamp khusus hingga mengalami kelaparan, kedinginan dan kesakitan yang berakhir dengan kematian.
Buku ini juga dilengkapi berbagai foto seperti barak kamp konsentrasi, ladang pembantauan, rel kereta api menuju kamp konsentrasi di Berkenau, hingga beberapa foto korban Holocaust.
Buku : Memori Genosida : Melihat Kekerasan Kolektif Masa Lalu dalam Perspektif Holocaust
Editor : Baskara T Wardaya, SJ
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Genre: Sejarah
Tahun Terbit : 2021
Jumlah Halaman : 264
Diresensi Oleh Jakarta Book Review
Saya penasaran, Mbak … di bagian ini: bahwa buku ini ingin mengajak pembaca mewaspadai proses-proses yang mungkin tampak wajar dan biasa, tetapi dapat melahirkan gelombang kekerasan masif.
Yang bagaimana itu ya proses yang awalnya tampak wajar dan biasa?
Eh harus baca bukunya dulu ya 😀
Dih ngeri ya itu kekejaman NAZI pada masanya. Rasanya beruntung banget kita lahir di jaman abad dua puluh dengan kondisi kemerdekaan dan kecanggihan teknologi.
Panjang umur buat saksi sejarah di usia 90 masih bisa mengingat semuanya…
terima kasih reviewnya mbak Alida..Pasti menarik nih bukunya.
Seputar kekejaman NAZI, saya baru membaca buku harian Anne Frank.
Kalau film dengan latar belakang masa NAZI, ada beberapa yg saya tonton.
Sedih bangeeet sih…
Etapi di masa kini, ada saja koment2 si medsos yang “mensyukuri” tragedi ini.
Pasti tau kan kenapa…
Buku ini saya belum baca, tapi sudah takut duluan bayanginnya. Ngeri emang kekekejaman jaman genosida ya mbak, sampai kadang merasa nggak habis pikir. Kok bisa ya Setega itu…
Masyarakat Jerman tentu malu sekali dengan kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi di negara mereka. Saya pernah baca, saking malunya mereka bilang klo Hitler bukan orang Jerman. Kelakuannya tidak mewakili peradaban mereka. Ya memang sih, aslinya dia orang Austria.
Selalu tercekam setiap kali membincang tentang kejahatan NAZI ini. Pernah lihat film yg membahas tentang bagaimana anggota NAZI yang masih hidup sampai tua, dikejar untuk diadili gara-gara masa lalunya. Ada penyintas korban kekejaman yang dihadirkan. Bagaimana korban yang berjenis kelamin perempuan ini disiksa, dilecehkan, lalu dihanyutkan di aliran sungai di musim dingin tanpa baju, hiks… pengalaman menonton film yang sangat traumatis. Ga kebayang yang mengalami sendiri kayak gimana penderitaannya tuh. :'(
Semoga kejahatan kemanusiaan seperti ini tidak terjadi lagi di belahan bumi manapun. Setiap manusia kan punya derajat yang sama. Sama-sama ciptaan Tuhan yang berhak hidup dengan baik.
Beberapa kali nonton film kekerasan Nazi sadis banget termasuk camp penyiksaan yang sengaja dibuat.
Ah iya, genosida ini adalah sejarah kelam ya mbak
Emang bisa dibilang genosida adalah sebuah bentuk peradaban yg jahiliyyah, semoga nggak terulang lagi di dunia ini
Baca sekilas cerita dari buku ini aku bayangin tinggal di zaman itu. Betapa ngerinya kejahiliyahan masa lalu. Keras tiap zaman yang berbeda2 ya mba. Udah pasti nggak ingin mengingat2 lagi ya mba orang Jerman sendiri. Tapi tujuan penulisannya untuk mewaspadai hal serupa yg mungkin, naudzubillah kalau terjadi kembali
duh kalau nonton film tentang nazi ini memang ngeri dan jahat betul ya mereka dalam melakukan pembantaian kepada korbannya. kirain dulu itu cuma orang yahudi aja yang dibunuh ternyata yang bukan ras aria juga dibantai ya?
Enak banget membaca reviewnya.
Aku suka sejarah, terlebih yang meninggalkan jejak terdalam dalam sebuha negara. Ini menandakan mereka tidka terlupakan dengan caranya. Uniknya, penulis menyampaikan opininya juga dalam buku yang dituliskannya.
Semoga opininya menjadi sebuah pencerahan bagi yang belu pernah ke Negara Jerman.
Mengenai genosida ini ternyata banyak sekali cerita yang bisa dikulik ya. Bagaimanapun juga sejarah memang harus kita dalami agar bisa belajar dan membuat kita mampu membuka lembaran baru dengan lebih baik lagi
Holocaust ini memang salah satu peristiwa kelam sepanjang sejarah. Saya belum pernah baca secara detil, paling tahu sejarahnya sedikit-sedikit. Buku ini sepertinya tepat sekali untuk mempelajari peristiwa genosida ini dan mencegah untuk terulang lagi.
Wah, ini buku bisa jadi rekomendasi buat Abang nih, Mba. Dia tuh lagi suka baca-baca sejarah. Terutama tentang nazi.
Aku justru tahunya dari film ini, menarik banget nih ada bukunya pastinya lebih detail diceritainnya ya ummi.
Bacaan menarik ini kalau saya ikutan baca
Nambah wawasan pastinya karena selama ini baca yang melow romantis saja
Cari ah…
aku belum pernah baca ini
karena sebenarnya emang kurang tertarik sama sejarah
tapi sesekali beraniin diri baca ini kali ya
Iya mba dicoba untuk dibaca. Menarik 🙂