Bertekad Mencintai Diri Sendiri Secara Buta
Kita mengharapkan cinta dari orangtua. Kita menganggap bahwa ayah dan ibu harus menyayangi kita. Kita belajar bahwa cinta orangtua itu buta: tidak mengharapkan balasan dan mencintai kita apa adanya. Bahwa itulah cinta yang sesungguhnya. Setelah menikah, kita mengharapkan cinta yang buta dari pasangan. Kita ingin ia mencintai kita apa adanya.
Bagaimana dengan diri kita sendiri? Alih-alih mencintai kondosi diri apa adanya, kita justru membencinya dan memberikan berbagai macam syarat. Hal yang harus kita berikan untuk diri sendiri adalah cinta yang kita harapkan. Cintai diri sendiri apa adanya tanpa alasan atau syarat apa pun. Tujuan kita adalah cinta buta yang ideal terhadap diri sendiri.
Cinta tidak datang karena adanya kondisi tertentu. Tidak perlu menunggu sampai memiliki tampilan yang layak dicintai atau sifat dan perangai yang baik. Tidak perlu menunda dengan perkata, ‘aku akan mencintai diriku kalau aku sudah menjadi lebih berani dan percaya diri’.
Kita bisa bertekad untuk menyayangi diri sendiri mulai hari ini. Mencintai setiap sifat, tingkah laku, dan kebiasaan kecil kita untuk seterusnya. Itulah cara mencintai diri sendiri.
Alasan Menginginkan Cinta tapi Takut
Mungkin Anda merasa sedikit bingung. Mencintai hanya dengan tekad? Terlalu sederhana dan seperti omong kosong. Tapi hal sederhana inilah yang selama ini begitu sulit kita lakukan. Kita takut terhadap cinta di dalam diri kita.
Pertama, kita takut diri ini terlena untuk tetap lemah tanpa ada yang bisa dilihat. Dengan kata lain, kita takut penampilan yang biasa dan sifat yang negatif terus berulang dan tidak bisa berkembang karena sudah terlanjur dicintai.
Hambatan lainnya terkait cinta adalah ketakutan atas ‘narsisme’. Kita takut akan menjadi seseorang yang terlalu mencintai diri sendiri dan mengira yang paling hebat di dunia. Ini sama seperti seorang laki-laki yang tidak berotot dan bertubuh temah menghindari olahraga dengan alasan ‘terlalu banyak otot membuat tubuh berkelok-kelok menjijikkan. Dan, itu bisa jadi lebih berbahaya bagi kesehatan’.
Selama ini kita tidak memercayai kekuatan cinta. Bahkan kita cenderung berpikir bahwa mencintai diri sendiri dapat merusak. Oleh karena itu, meskipun ingin mencintai, kita menundanya sampai menjadi ‘layak dicintai’.
Ini sama dengan logika orang-orang yang tidak mencintai. Mereka yang justru mengkritik pasangannya dengan dalih ‘baru bisa mencintai kalau layak dicintai’. Mereka yang tidak bisa menerima dan mencintai pasangannya apa adanya. Bukankah kita juga memperlakukan diri kita demikian? Mengeluhkan diri sendiri karena tidak menarik dan rendah diri. Apa hasilnya?
Mencintai Harus Memercayai
Benarkah cinta menghancurkan kita? Membuat kita mundur atau berhenti ditempat? Membuat kita dilanda ‘sindrom putri’ atau ‘sindrom raja’ bila mencintai diri sendiri? Cintakah yang membuat kita tidak bisa memperhatikan orang lain dan dikucilkan karena menganggap diri yang paling baik?
Kita menghadapi konflik akibat pikiran yang rumit tentang cinta ini. Kita ingin dicintai oleh orang lain, tetapi tidak boleh mencintai diri sendiri. Bahkan, kita juga menolak cinta dari orang lain. Saat hubungan semakin dalam, kita menghindar dengan alasan ‘dia pasti akan meninggalkanku kalau tahu diriku yang sesungguhnya’.
Kita tidak pergaya cinta. Kita tidak percaya ketika ada yang bilang cinta dan kita tidak percaya bahwa kita mencintai seseorang. Secara mendasar, kita tidak percaya dengan kekuatan cinta. Kita menganggap cinta adalah sesuatu yang buruk.
Kesalahpahaman ini mungkin sudah menumpuk sejak kecil. Tidak sedikit dari kita yang terluka ‘gara-gara’ cinta. Teraniaya atas nama cambukan cinta; dikritik sebagai nasihat karena cinta. Akibatnya, kita menjadi bingung. Pukulan, kebencian, ketidaksukaan, dan celaan semua disalahartikan sebagai cinta.
Cinta dijadikan kambing hitam. Cinta sesungguhnya tidak merusak apa pun. Jiwa anak-anak yang dicintai, disayangi, dan diperlakukan dengan berharga akan sehat. Narsis adalah produk dari kurangnya kasih sayang. Overprotective adalah hasil dari kelalaian berupa ‘cinta kita kurang’. Orang-orang yang mendapatkan cinta yang tulus dan tanpa syarat tumbuh dengan mengagumkan. Kita harus memercayai itu.
Mencintai Diri Sendiri
Kini saatnya kita harus menerima bahwa tidak apa-apa mencintai diri sendiri. Di hadapan cinta, tidak ada kebaikan ataupun keburukan. Tidak ada hal yang harus dicintai dan tidak boleh dicintai. Jangan menolak cinta dengan alasan tidak berani atau rendah diri. Cintailah kondisi saat ini apa adanya.
Kita memimpikan cinta yang sempurna. Orang yang merawat kekasihnya yang menderita penyakit mematikan hingga akhir. keluarga yang setia mendampingi dan menjaga orang yang merusak dirinya dengan kecanduan obat terlarang…. Orang-orang seperti itu mendapatkan cinta, kenapa aku tidak? Lalu, kita akan mengasihani diri sendiri.
Cinta itu bisa diberikan oleh kita sendiri. Semoga kita tidak lagi bimbang untuk mencinta atau jatuh ke dalam ambivalensi emosi.
Mencintai Diri Sendiri
Orang-orang yang sudah terlalu lama rendah diri terbiasa dan nyaman untuk membenci atau menekan dirinya sendiri. Oleh Karena itu, mereka terus-menerus berpikir bahwa ‘Kenapa aku harus mempelajari proses yang berat ini? Aku ingin kembali ke jalan yang dulu saja’. Namun, jangan menyerah. Teruslah belajar cara mencintai diri sendiri. Cinta akan meresap ke dalam kehidupan dengan sendirinya. Mencintai diri sendiri tidak akan merugikan siapa pun.
Menemukan ‘Cinta Diri Sendiri’ di dalam Hati
Ada tiga sosok ‘aku’ di dalam pikiran kita. ‘Aku yang rendah diri’, ‘Aku yang menekan’, dan ‘Aku yang mencintai’. Ketiga sosok yang berbeda-beda ini ada dalam diri kita.
‘Aku yang rendah diri’ dan ‘Aku yang menekan’ selama ini selalu berkelahi. ‘Aku yang rendah diri’ biasanya aktif di siang hari, sedangkan ‘Aku yang menekan’ aktif di malam hari. Kita bekerja, belajar, dan bertemu dengan orang yang rendah diri. Lalu saat malam datang, ‘Aku yang menekan’ akan terbangun. la akan mengkritik, ‘Kenapa kamu berkata seperti itu? Apa hanya itu yang bisa kamu lakukan?’ ‘Aku yang rendah diri pun kian lama kian menyusut. Inilah yang membuat harga diri semakin lama semakin rendah.
Selama perkelahian keduanya terus berulang, ‘Aku yang mencintai semakin kehilangan tempat untuk berdiri. Lenyapnya ‘Aku yang mencintai inilah yang menyebabkan kita tidak bisa mencintai diri sendiri. Energi kita menghilang dan kesadaran kita raib nun jauh di sana.
Mencintai diri sendiri bukanlah sesuatu yang baru. Kita hanya menghadirkan kembali ‘Aku yang mencintai yang telah memudar. Kita hanya perlu mengawinkan ‘Aku yang rendah dir’ dengan ‘Aku yang mencinta/. Entah kita sendiri atau dokter yang menjadi penghulunya untuk mengatakan, “Kalian harus saling mencintai sampai maut memisahkan’. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk memanggil kembali ‘Aku yang mencintal?
Memanggil ‘Aku yang Mencintai’
‘Aku yang menekan’ memonopoli diri kita secara perlahan. la mendirikan tembok yang mengelilingi ‘Aku yang rendah diri’. Aku mencegat semua orang yang datang membawa cinta dan pesan-pesan yang menyemangati. Namun demikian, bukan berarti cinta dari ‘Aku yang mencintai telah membeku. Cinta iu tetap kuat dan konsisten. ‘Aku yang mencintai terus-menerus mengirim pesan kepada kita. Kita akan bahagia dan tumbuh bila mendengarnya. Kita akan merawat diri kita dengan penuh kasih sayang.
Masalahnya adalah tembok penghalang. ‘Aku yang rendah diri’ terpenjara dalam jeruji yang dipasang dengan kokoh oleh ‘Aku yang menekan’. Oleh karena itu, ia tidak bisa menerima pesan yang dikirimkan oleh ‘Aku yang menciniai. Jika bisa mendengarnya, ‘Aku yang rendah diri pasti bisa tumbuh. la bisa menembus benteng karena telah menjadi kuat dan bijak.
Sirkuit otak yang sudah matang memiliki kelenturan (flexibility). Itu sebabnya kita menunjukkkan reaksi yang lunak terhadap stimulus. Kita mampu untuk tidak merasa kecut sebelum presentasi meskipun jantung berdebar-debar dan keringat dingin mengucur. Ini terjadi bila ‘Aku yang mencintai mampu menerobos benteng untuk menyampaikan pesan secara langsung. “Tidak apa-apa! Siapa pun akan gugup sebelum presentasi. Lagipula, setengah lebih dari pendengar pasti mengantuk. Kamu hanya perlu membaca slide show yang sudah kamu siapkan. Tidak ada juga yang akan peduli meskipun suaramu bergetar”. Kita hanya perlu menghibur diri seperti ini.
Mendengarkan Pesan dari ‘Aku yang Tercinta’
“Mari kita sedikit berandai-andai. Katakan ada seseorang yang mencintai Anda dengan tulus. la benar-benar pasrah seutuhnya kepada Anda. la seperti terlahir untuk mencintai Anda. la bisa jadi manusia, bisa jadi roh gentayangan, dan bisa jadi kucing ataupun anjing. Pokoknya, ia memberikan Anda cinta yang sempurna.
Kira-kira saat ini apa yang akan dia katakan kepada Anda? Apa yang akan ia utarakan kepada Anda yang sedang lelah, yang menderita karena luka, yang sedang kecewa karena merasa selalu gagal?” |
Kita dapat mengetahui apa yang dikatakan oleh ‘Aku yang mencintai dengan berfokus pada pertanyaan ini dalam kondisi nyaman. Saya pernah menanyakan ini kepada para konseli. Umumnya mereka menjawab seperti ini, “Tidak apa-apa. Siapa pun begitu’, “Kamu sudah melakukan yang terbaik. Sekarang juga sudah lumayan’, “Aku menyayangimu. Apa pun yang terjadi, jangan lupa bahwa kamu layak dicintai”.
Itu semua adalah ucapan yang ingin didengar oleh otak kita. Harga diri kita tidak dapat tumbuh karena kita tidak bisa mendengar kata-kata ini. Kita harus mendengar pesan yang disampaikan oleh ‘Aku yang mencintai. Harga diri perlahan-lahan akan pulih dan tumbuh setelah mendengarnya.
Agar bisa mendengar pesan yang dikirimkan oleh ‘Aku yang mencintai, kita harus melonggarkan pagar pembatas yang dibuat dan didirikan oleh ‘Aku yang menekan’. Inilah yang akan saya jelaskan. Cara merobohkan tembok harga diri yang kokoh.