Rabu, 17 September 2025
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)

Paus Fransiskus: Antara Keberanian, Kasih, dan Visi Masa Depan

Pesan-pesannya memperkuat komitmen terhadap dialog antaragama, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan, ujian nyata Indonesia saat ini.

Oleh Yanuar Nugroho
22 April 2025
di Kolom
A A
Paus Fransiskus saat berkunjung ke Indonesia (2024) bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, tokoh-tokoh agama, dan Jusuf Kalla.

Paus Fransiskus saat berkunjung ke Indonesia (2024) bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, tokoh-tokoh agama, dan Jusuf Kalla.

Paus Fransiskus (1936-2025), pemimpin Gereja Katolik Roma pertama dari Amerika Latin dan anggota Serikat Yesus pertama yang menjabat sebagai Paus, wafat pada usia 88 tahun pada Senin, 21 April 2025, di kediamannya di Domus Sanctae Marthae, Vatikan. Kabar duka ini diumumkan oleh Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo Kepausan, pada pukul 09.45 waktu setempat.

Lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio pada 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina, Paus Fransiskus dikenal luas karena pendekatan pastoralnya yang penuh kasih, kesederhanaan hidup, dan komitmennya terhadap keadilan sosial. Sejak terpilih sebagai Paus pada 13 Maret 2013, ia membawa angin segar dalam kepemimpinan Gereja Katolik dengan menekankan pentingnya merangkul kaum miskin, memperjuangkan lingkungan hidup, dan mendorong dialog antaragama.

Selama masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus secara konsisten menyuarakan keprihatinannya terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, dan krisis kemanusiaan akibat peperangan serta migrasi-paksa. Ia juga mencatatkan langkah penting dalam reformasi internal Gereja, khususnya dalam mendorong transparansi, akuntabilitas, dan penanganan lebih serius terhadap skandal pelecehan seksual yang menjerat banyak tokoh klerus.

Kesehatan Paus Fransiskus menurun dalam beberapa bulan terakhir akibat pneumonia ganda yang dideritanya. Namun, hingga saat-saat terakhir hidupnya, ia tetap menjalankan tugas-tugas kepausan dengan penuh dedikasi, termasuk penampilan publik terakhirnya saat Misa Minggu Paskah di Lapangan Santo Petrus, sehari sebelum wafatnya.

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3–6 September 2024 menjadi tonggak sejarah penting dalam hubungan Vatikan dengan dunia Islam dan negara-negara selatan (Global South). Sebagai Paus pertama yang mengunjungi Indonesia sejak 1989, kehadiran beliau disambut antusias oleh masyarakat lintas iman dan budaya. Dalam pertemuan kenegaraan dengan Presiden Joko Widodo, Paus Fransiskus menekankan bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan bahwa Indonesia dapat menjadi contoh hidup bagaimana pluralisme tidak hanya bisa ditoleransi, tetapi dirayakan dan dijadikan fondasi keadilan sosial.

BACA JUGA:

Lampu Petunjuk

Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

Salah satu momen paling monumental adalah kunjungannya ke Masjid Istiqlal, tempat di mana bersama Imam Besar Nasaruddin Umar, ia turut menyatakan “Deklarasi Bersama Istiqlal” yang menyerukan kerja sama antaragama dalam menghadapi krisis global—mulai dari kemiskinan struktural hingga bencana ekologis. Pesan universalnya tentang kasih sayang dan keadilan ekologis kemudian digaungkan kembali dalam homili di Stadion Utama Gelora Bung Karno, yang dihadiri lebih dari 80.000 umat, di mana ia menyerukan agar Indonesia menjadi “bangsa pembawa harapan” bagi dunia.

Dalam konteks sosial-politik Indonesia, pesan-pesan Paus Fransiskus mengandung makna mendalam. Di tengah meningkatnya politik identitas, pembelahan sosial, dan tren otoritarianisme yang merongrong institusi demokrasi, ajakannya untuk mengedepankan welas asih, penghormatan pada martabat manusia, dan dialog yang tulus menjadi suara profetik yang sangat relevan. Dalam pernyataannya, Paus Fransiskus menekankan bahwa pembangunan harus tidak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga distribusi keadilan dan perlindungan atas kelompok rentan, termasuk masyarakat adat, perempuan, dan minoritas agama. Dalam pandangannya, negara tidak boleh hanya hadir sebagai penyelenggara birokrasi, tetapi harus menjadi pelindung kemanusiaan.

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia meninggalkan bukan hanya kesan, tapi warisan yang mendalam, bukan hanya dalam bentuk seremonial atau simbolik, tetapi dalam substansi etis dan moral yang dihadirkannya pada ruang publik nasional. Pesan-pesannya memperkuat komitmen terhadap dialog antaragama, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan—tiga pilar yang saat ini tengah diuji dalam dinamika politik dan pembangunan Indonesia. Di tengah meningkatnya politik dan politisasi identitas, erosi kepercayaan publik terhadap institusi negara, serta memburuknya kualitas demokrasi deliberatif, kehadiran Paus Fransiskus menjadi pengingat akan pentingnya menempatkan martabat manusia, kesetaraan, dan kasih sebagai fondasi tata kelola yang beradab.

Lebih dari sekadar seruan moral, kunjungan Paus Fransiskus membawa implikasi langsung terhadap arah kebijakan publik. Dalam konteks pembangunan yang kerap meminggirkan suara komunitas adat dan marjinal, ia menggarisbawahi pentingnya model pembangunan yang partisipatif, adil, dan ekologis. Hal ini relevan dengan tantangan Indonesia hari-hari ini: bagaimana memastikan pembangunan proyek strategis nasional (PSN), termasuk Ibu Kota Nusantara tidak mengulang pola eksklusi, bagaimana perlindungan sosial dan berbagai reformasi publik sungguh menyentuh yang terpinggirkan, dan bagaimana negara melindungi kebebasan beragama serta ruang sipil yang semakin menyempit. 

Warisan ajaran Paus Fransiskus bukan hanya untuk umat Katolik, tetapi untuk seluruh warga bangsa: bahwa kepemimpinan sejati ditandai bukan oleh kuasa, melainkan oleh keberpihakan kepada yang lemah. Dan bahwa masa depan Indonesia hanya bisa dibangun jika keberagaman dirawat, bukan diperalat; jika suara yang kecil didengar, bukan dibungkam.

Sebagai penghormatan atas wafatnya Paus Fransiskus, lonceng-lonceng gereja berdentang di seluruh Roma, dan berbagai negara mengumumkan masa berkabung nasional. Di Italia, seluruh pertandingan sepak bola Serie A ditunda. Jenazah beliau disemayamkan di Basilika Santo Petrus dan akan dimakamkan dalam prosesi agung yang akan dihadiri para pemimpin agama dan negara dari seluruh dunia.

Paus Fransiskus meninggalkan dunia ini yang akan dikenang sebagai pemimpin rohani yang berani, penuh kasih, dan visioner. Seorang Paus yang menyatukan iman dengan tindakan nyata, yang meletakkan kasih sebagai hukum tertinggi, dan yang menjadikan keberpihakan kepada yang tertindas sebagai spiritualitas utama kepemimpinannya. Dunia kehilangan suara nurani yang langka. Namun warisan moral dan perjuangannya akan terus hidup—dalam doa, dalam tindakan, dan dalam semangat zaman yang ia wariskan.

Yogyakarta, 21 April 2025

Bacaan terkait

Perginya Pengusung Agama yang Ekologis Penuh Kasih [Obituari Paus Fransiskus]

Mengenang Romo Benny Susetyo (1968-2024)

Topik: agama dan lingkungandialog antaragamaNasaruddin UmarPaus Fransiskus
SendShareTweetShare
Sebelumnya

PELAN TAPI SUKSES; FILOSOFI KUNGKANG MIRIP “OJO KESUSU”

Selanjutnya

Mengupayakan Keadilan di Bumi [Timbangan atas Buku “Just Earth” Tony Juniper ]

Yanuar Nugroho

Yanuar Nugroho

Aktivis, akademisi, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan (KSP) pada Kabinet Kerja (2 April 2015-18 Oktober 2019). Sejak 14 Januari 2022 menjabat Koordinator Tim Ahli di Sekretariat Nasional SDGs di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Editor buku "Menanti Tanggung Jawab Sosial Sektor Finansial di Indonesia" (2004)

TULISAN TERKAIT

Lampu Petunjuk

Lampu Petunjuk

11 Juli 2025
Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

10 Juli 2025
1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

27 Juni 2025
Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

27 Juni 2025
Selanjutnya
Selanjutnya
Mengupayakan Keadilan di Bumi  [Timbangan atas Buku “Just Earth” Tony Juniper ]

Mengupayakan Keadilan di Bumi [Timbangan atas Buku "Just Earth" Tony Juniper ]

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Slow Productivity, Cara Baru Menikmati Pekerjaan

Slow Productivity, Cara Baru Menikmati Pekerjaan

16 September 2025
Cover buku dan film La tresse

Buku “La tresse” Karya Laetitia Colombani akan Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia

15 September 2025
Buku “The Anxious Generation” Sudah 75 Minggu Menempati New York Times Bestseller

Buku “The Anxious Generation” Sudah 75 Minggu Menempati New York Times Bestseller

11 September 2025
Ringkasan Habit is Power: Jika Ingin Sukses Hindari 14 Kebiasaan Buruk Ini

Ringkasan Habit is Power: Jika Ingin Sukses Hindari 14 Kebiasaan Buruk Ini

10 September 2025
Ciri Publik Melek Politik, Peminat Buku Politik Makin Tinggi

Ciri Publik Melek Politik, Peminat Buku Politik Makin Tinggi

4 September 2025
AJI Jakarta Buka Konseling Jurnalis Peliput Aksi Massa

AJI Jakarta Buka Konseling Jurnalis Peliput Aksi Massa

2 September 2025

© 2025 Jakarta Book Review (JBR) | Kurator Buku Bermutu

  • Tentang
  • Redaksi
  • Iklan
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Masuk
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In