“PELAN TAPI SUKSES; FILOSOFI KUNGKANG MIRIP “OJO KESUSU”
“Anda harus check out belanja sekarang! Hanya 1 menit waktu Anda untuk mendapatkan tas branded dengan harga istimewa 99 ribu Rupiah saja. Setelah lewat satu menit, harga akan kembali normal, yakni dua jutaan Rupiah. Anda rugi bila tidak check out sekarang. Ayo, waktu tinggal 30 detik. Cepat Anda check out sekarang,” demikian seruan heboh host “live toktok”, membuat pemirsanya terbirit-birit memesan barang yang dijual. Termasuk saya.

Hidup “Woles” seperti Kungkang
Siapa yang kerap terpancing ikutan panik, gegara takut harga diskon 90%-nya lolos? Saya, salah satunya. Maka —atas nama gercep (gerak cepat)— saya harus duluan. Kalau bisa, segalanya harus dilakukan segercep-gercepnya. Alias buru-buru. Betapa banyak hal yang ingin saya lakukan secepat-cepatnya. Katanya, waktu adalah uang?
Di jalan, saya minta sopir untuk ngebut. Jika kena macet, saya misuh-misuh. Apalagi jika kendaraan di depan kita tak mau memberi jalan, rasanya nama-nama fauna bisa berkumandang satu persatu. Padahal kalau dipikir-pikir, memangnya dunia berhenti berputar jika saya tak lekas dan bergegas?
“Ojo kesusu. Hiduplah seperti kungkang,” bisik suami saya, yang orangnya “woles”, alias slow.
“Kungkang? Kangkung kali,” jawab saya. Suami saya dengan sabar dan tawakal, menjelaskan bahwa, “Kungkang itu hewan, mamalia, yang tingginya tak sampai satu meter dan bobot tubuhnya maksimal hanya 7,7 kilogram.”
“Ah…nggak pernah dengar ada binatang itu,” jawab saya.
“Ya iyalah nggak pernah dengar. Wong tinggalnya di hutan Amazon,” jawab suami saya.
Kita tak karib dengan Kungkang, jadi wajar dong bila saya “suudzon” padanya. Bahwa mamalia super woles ini lamban, malas, tak punya visi, ogah berebut (tapi sabar mengantri), dan lain sebagainya. Mungkin itu cukup beralasan karena sloth alias si kungkang itu, menghabiskan sebagian besar waktunya hanya tiduran di atas pohon. The real kaum rebahan. Mungkin kalau kaget pun, gerakan terkejutnya bakal dilakukan secara slow motion. Mirip adegan Neo (Keanu Reeves) saat ngeles-ngeles (alias menghindar) dari jedoran peluru, dalam trilogi film The Matrix.
Gaya hidup kungkang dituangkan Jennifer McCartney dalam buku yang diterbitkan Renebook, judulnya The Little Book of Sloth Philosophy. Wahai kaum rebahan, buku itu bukan membenarkan Anda untuk menjadi pemalas absolut. Melainkan untuk menjadi manusia yang menikmati hidup, dan berperilaku “ojo kesusu” seperti kata orang Jawa. Pembaca diajak untuk mengenal gaya hidup sloth yang “mboten kesusu” (tak terburu-buru) dan tak grasa-grusu.
Ojo Kesusu
Berhubung saya orang Jawa, maka filosofi hidup Kungkang, saya artikan sebagai filosfo “Ojo Kesusu” dalam budaya Jawa. “Ojo Kesusu” maknanya bukan hanya sekadar tidak terburu-buru secara fisik, tidak grasa-grusu. Maknanya lebih dalam dan luas. Ijinkan saya membandingkan antara “Ojo Kesusu” dan filosofi Kungkang.
Pertama, makna Kesabaran dan Kebijaksanaan. Jika Kungkang serba “slow motion”, maka Ojo Kesusu mengajarkan manusia untuk tidak gegabah, tenang dan penuh pertimbangan, dalam mengambil keputusan. Kedua, makna Pikir Panjang demi Mencegah Kesalahan. Manusia yang bertindak grasa-grusu, kerap membuat kesalahan karena kurang pikir panjang.
Kedua, Hidup Selaras dengan Alam. Persis banget dengan Kungkang, manusia diharapkan hidup dekat dengan alam, selaras dengan alam. Contohnya bisa dilihat pada konsep hidup orang Bali: Tri Hita Karana. agar manusia memiliki ritme dan keseimbangan, dan dapat menyesuaikan diri dengan siklus kehidupan.
Ketiga, sikap Ojo Kesusu juga bermakna mampu menjaga Kesadaran Spiritual manusia. Dalam konteks spiritual, “ojo kesusu” berarti menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran, Dalam konteks kesadaran spiritual manusia, Ojo Kesusu mengajarkan untuk menjalani hidup dengan penuh kesadaran, tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, dan memahami bahwa segala sesuatu memiliki waktunya sendiri (divine timing). Frasa dari agama Nasrani yang kerap kita dengar, “Segala sesuatu akan indah pada waktunya.”
Bagaimana dengan mengejar hasil tertentu dengan cara instan? Apakah pola-pola “orang dalam” (ordal) tanpa pertimbangan kualitas, merupakan rute instan? Bagaimana pula dengan mengonsumsi makanan instan? .
Teman saya bertanya,”Gimana dengan oplas (operasi plastik) supaya hidung kita lancip, ayu kayak personil Black Pink? Itu proses instan yang bagus dong.”
Saya jawab, “Sekalian aja cari operasi mental, Mbak. Biar mentalnya bisa lebih menerima kenyataan…”

Beda Filosofi Kungkung (Sloth) dengan Ojo Kesusu
Mirip tapi tak sama. Jennifer McCartney memperkenalkan prinsip S.L.O.W a la Kungkang sebagai pedoman untuk menjalani hidup ala kungkang. Prinsip ini membantu kita mengurangi stres, menikmati hidup, dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting.
Berikut adalah empat prinsip utama S.L.O.W Kungkang adalah.: Sleep More (Tidur Lebih Banyak) karena Kungkang yang tak merasa bersalah dengan porsi tidurnya yang 15-20 jam sehari, agar tetap sehat fisik dan mental, bahagia. meningkatkan kreativitas, konsentrasi, dan keseimbangan emosional.
L dalam SLOW Kungkang adalah Loaf Around yang berarti meluangkan waktu untuk bersantai tanpa tujuan tertentu. Budaya kekinian kerap membuat kita merasa bersalah jika tidak produktif. Padahal kenyataannya, waktu santai adalah bagian penting dari keseimbangan hidup. Kungkang yang tidak pernah terbirit-birit, dan bertahan tak punah, lebih lama ketimbang banyak hewan lain. Bagi manusia, gaya hidup “L” kungkang bisa diterapkan berupa meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang tidak memiliki tujuan produktif, seperti duduk di taman atau membaca tanpa target, tak harus selalu cepat-cepat merespons pesan atau email dengan cepat. Serta, kurangi jadwal yang terlalu padat dan beri waktu untuk sekadar menikmati hidup.
Huruf “O” pada SLOW Kungkang adalah Own Less, yakni hidup minimalis, kurangi kepemilikan. Jika kungkang hanya memiliki makanan dari pohon yang mereka tempati, maka manusia juga sebaiknya tak terbebani oleh kemelekatan duniawi. Memiliki terlalu banyak aset, kerap membebani mental dan fisik kita. Sebaliknya, minimalisme membantu kita mengurangi stres, menghemat waktu, dan fokus pada kebahagiaan sejati. Tak percaya? Coba deh, fokus pada pengalaman dan hubungan, bukan kepemilikan materi. Tapi bukankah ekonomi negara bisa berhenti berputar jika kita berhenti jajan ya? Bagaimana nasib UKM bila sebagian besar populasi kita menganut gaya hidup own less?
Wander Wisely sebagai pengertian huruf O pada SLOW Kungkang, memiliki makna bergerak dengan santai dan bijaksana. Nah…di sinilah persamaannya dengan Ojo Kesusu tadi. Kungkang tidak terburu-buru bergerak, dan hanya berpindah ketika benar-benar diperlukan, sedangkan Ojo Kesusu mengajarkan kita untuk tidak grasa-grusu dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Tetapi dalam hal “minim gerak”, jangan tiru kungkang yang jika bayinya jatuh dari pohon pun, ia tak segera turun untuk memungut anaknya. Tidak. Didiamkan saja bayinya. Hal ini jelas tak baik ditiru manusia! Tapi apa iya ada manusia yang meletakkan bayinya di atas pohon?
Perbedaan fundamental antara filosofi Kungkang dan Ojo Kesusu, antara lain pada Kungkang yang minimalis, dan nyaris “nir-ambisi”. Ojo Kesusu masih memberi tempat pada ambisi, hanya saja manusia tidak boleh diperbudak oleh ambisi tersebut.
Perbedaan lain, Kungkang memilih pekerjaan yang fleksibel dan tidak terlalu menuntut —misalnya sebagai freelancer atau pekerja mandiri—, dan tidak memaksakan hubungan cinta. Sebaliknya, Ojo Kesusu tak mematok jenis pekerjaan pada bidang-bidang yang mandiri, tetapi menyesuaikan proses pengerjaan tanpa harus merasa stress dan tertekan. Dan soal jodoh, penganut Ojo Kesusu lebih mencari pasangan tanpa tergesa-gesa, tak asal “comot”. Mereka memilih pasangan dengan penuh pertimbangan, kesesuaian kepribadian, dan tentunya restu orang tua. (*)