Selama lima hari terakhir, semua berita tertutup oleh berita kasus korupsi di Pertamina. Saking besarnya korupsi itu, yang diperkirakan sebesar 950 triliun rupiah dalam 5 tahun terakhir, maka seakan seluruh negara mabuk berita korupsi.
Mabuk berita korupsi masih jauh lebih baik daripada mabuk melakukan korupsi. Mabuk kekuasaan dan mabuk jabatan, menyebabkan orang mabuk juga dalam melakukan korupsi. Semua diambil dan dikorupsi jika ada kesempatan.
Pada berita korupsi yang bertubi-tubi terjadi, semua rakyat mengutuk, tanpa tahu harus mengutuk siapa. Dan seluruh rakyat tahu, seperti semua kasus lain, yang dihukum hanyalah level operatornya saja, sementara master mind atau yang mendapat manfaat utama masih saja cengengesan di luar sana.
Korupsi sudah menjadi budaya Indonesia, ini adalah satu kenyataan. Dari ujung bawah, kiri, kanan, di berbagai instansi dan organisasi, korupsi bisa ditemukan. Apakah bisa budaya ini diberantas? Apakah budaya memang tidak bisa diapa-apakan kalau sudah berkembang di masyarakat?
Salah satu budaya yang sekarang ini mulai jarang ditemukan, khususnya di Indonesia bagian Barat, adalah budaya minum dan mabuk minuman keras.
Secara tradisional, pembuatan minuman keras dan tatacara meminumnya sudah jadi budaya. Dari ujung ke ujung bumi sebenarnya minuman alkohol ini banyak dikonsumsi oleh manusia sejak zaman pra sejarah. Beberapa temuan arkeologi menunjukkan orang Mesir kuno atau bahkan Babilonia dan Mesopotamia sudah mengkonsumsi minuman beralkohol.
Alkohol gampang diproduksi, di Indonesia bahkan banyak daerah, termasuk di Jawa, mempunyai minuman alkohol sendiri. Kita kenal, misalnya ciu, tuak, arak, dan badheg, adalah jenis-jenis minuman beralkohol khas Jawa.
Bukti bahwa mengkonsumsi minuman alkohol adalah sebagian budaya nenek moyang bisa ditemukan di berbagai candi seperti Borobudur, Penataran, dan yang lain. Juga berbagai karya sastra dan serat Jawa seperti Centhini, Gatoloco, dan yang lain menunjukkan bahwa minum atau omben dulu adalah bagian dari budaya di Indonesia.
Dan seperti juga di daerah lain, terlepas dari masalah larangan agama, meminum minuman beralkohol secara budaya Jawa digolongkan sebagai tindalan tercela, bahkan dimasukkan ke dalam 5 dosa besar yang harus dihindari atau ma lima (baca: mo limo). Yang digolongkan ma lima sendiri adalah mendem (mabuk minuman keras), maling, main (berjudi), madon (berzinah), dan madat (narkoba). Secara eksplisit bahkan dikatakan mendem atau minuman keras akan menyebabkan 4 “ma” atau dosa yang lain dilakukan.
Menurut budaya Jawa, mendem atau minum minuman keras itu ibu segala dosa. Dan sejak zaman dulu juga, leluhur orang Jawa, yang konon adalah Sang Ajisaka yang telah berhasil mengalahkan Dewata Cengkar, mempunyai definisi tahapan mabuk dari akibat minum minuman keras. Berikut adalah tahapan orang mabuk menurut orang Jawa.
“Eka padmasari”, ini adalah akibat minum sloki pertama. Eka artinya satu, padmasari bunga teratai indah. Orang yang minum kalau baru satu sloki diibaratkan bunga mekar yang indah, pipinya mulai memerah dan kalau bagi wanita menjadi indah dipandang mata tanpa memakai pemerah pipi.
“Dwi martani” terjadi kalau anda mulai menghabiskan sloki kedua. Dwi artinya dua dan martani bisa diartikan menghibur. Orang minum sampai ke sloki kedua ucapannya masih jelas, mulai banyak omong, dan biasanya juga mulai keluar curhatan sehingga banyak ditanggapi orang sekitar.
“Tri kawula” busana adalah periode yang terjadi bila anda menenggak sloki ketiga. Tri artinya tiga, kawula itu pembantu, dan busana artinya pakaian. Orang minum tiga sloki ibaratnya pembantu yang berpakaian serba indah atau baru, hatinya amat gembira, merasa pede, dan banyak omong serta mengoceh. Karena perasaan ini, maka biasanya orang akan meneruskan lagi minumnya.
“Catur wanara rukem” adalah kondisi yang terjadi setelah meminum sloki keempat. Catur artinya empat, wanara adalah kera, dan rukem adalah buah rukem yang disukai kera. Minum habis empat sloki diibaratkan kera berebut buah-buahan. Anda akan mulai kehilangan kesadaran, jadi biang ribut, dan biasanya cari gara-gara.
“Panca sura panggah” terjadi kalau masih tetap nekat menghabiskan sloki kelima. Panca artinya lima, sura artinya berani, dan panggah artinya tetap. Orang yang minum habis lima sloki selalu serba berani. Berani apa saja, dari menantang berantem orang sampai membuka baju di tengah keramaian.
“Sad guna weweka” akan terjadi setelah sloki keenam masuk ke kerongkongan anda. Sad artinya enam, guna artinya pandai, dan weweka artinya waspada atau curiga. Sloki keenam menyebabkan semua syaraf menjadi curiga dan gampang untuk diprovokasi karena pikiran otomatis negatif semua.
“Sapta kukila warsa” akan terjadi setelah minum sloki ketujuh. Sapta artinya tujuh, kukila artinya burung, dan warsa bisa diartikan hujan atau tahun. Minum tujuh sloki akan menyebabkan badan gemetaran seperti burung kehujanan.
“Astha kacara-cara” akan terjadi setelah sloki ke delapan. Astha artinya delapan dan kacara-cara adalah bicara sembarangan. Sloki ke delapan menyebabkan lidah dan pikiran seratus persen tidak bisa dikontrol.
“Nawa wagra lupa” akan terjadi setelah sloki kesembilan. Nawa artinya sembilan, wagra artinya harimasu, dan lupa kelelahan. Sloki kesembilan akan menyebabkan peminumnya seperti macan kelelahan dan tidak bisa bergerak.
“Dasa buta mati” terjadi kalau anda masih kuat menenggak sloki kesepuluh. Dasa artinya sepuluh, buta mati artinya raksasa mati. Anda akan pingsan atau mungkin akan langsung koit meninggalkan dunia setelah meminum sloki kesepuluh.
Orang Jawa zaman dahulu hanya memberi batasan tertinggi minum minuman keras atau omben-omben ini sampai sloki ke sepuluh. Tentu saja di dalam realita sangat bisa setelah sloki kedua atau ketiga, atau malah pertama, anda akan langsung jackpot seperti raksasa mati atau buta mati.
Urutan di atas hanya terjadi kalau anda adalah orang yang sangat kuat minum, dan yang diminum tidak dicampuri obat nyamuk, panadol, atau spiritus seperti yang biasa dilakukan oleh masyarakat yang cekak duit tapi kepingin mabuk. Kalau minum oplosan seperti itu, satu sloki selamat anda sudah sangat beruntung.
Dan bagaimana kemudian kalau minuman keras akan semakin banyak diproduksi di Indonesia dan semakin mudah diperoleh?
Tentu saja hal ini pasti akan meningkatkan ma lima maupun menyebabkan banyak masyarakat yang menjadi konsumen. Mabuk akan ada di mana-mana dan semakin banyak kejahatan terjadi. Jalan pintas untuk mabuk dan melupakan kesulitan sehari-hari memang selalu lebih menarik daripada menghadapinya.
Daripada capek-capek sekolah, daripada kuliah, daripada bekerja di jalur yang bener, mending memang produksi miras dan mabuk bareng. Enak. Dapat duit. Dikasih insentif.
Bagaimana kemudian dengan mabuk korupsi?
Mabuk korupsi adalah satu kecanduan yang sangat sulit disembuhkan, kecuali dengan memotong atau memusnahkan kepala atau aktor utamanya. Korupsi ini akan semakin menjalar dan membudaya bila penanganannya tidak tuntas dan hanya sporadis.
Seperti juga pencegahan minum minuman keras dengan memusnahkan sumbernya dan membatasi peredarannya, maka pencegahan korupsi juga bisa dilakukan dengan implementasi standar pengawasan yang ketat dan hukuman yang tegas dan keras. Bahkan hukuman mati dan pemiskinan juga bisa dipertimbangkan.
Budaya sebenarnya bisa dimusnahkan dengan anti budaya dan penegakan aturan yang keras dan tegas, serta transparan. Kalau kemudian budaya mabuk berhasil ditekan, dikurangi, dibatasi, bahkan dimusnahkan, budaya korupsi seharusnya juga bisa.
Tergantung niat saja.
Jabal Golfie, akhir Februari 2025
Sumber: Kitab Betaljemur Adammakna, Candrane Wong Nginum
Lagu pengiring: Di Sayidan by Shaggy Dog
Ulasan Pembaca 1