Jumat, 19 Desember 2025
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)

Kiai Ulil dan Klaim “Penambangan Itu Baik, Asal Bukan Bad Mining”

Penambangan bukan sekadar perkara teknis antara “baik” dan “buruk”, melainkan melibatkan soal ketimpangan struktural, kerusakan ekologis, dll.

Oleh Nadirsyah Hosen
14 Juni 2025
di Kolom
A A

Pernyataan Ketua PBNU Kiai Ulil Abshar Abdalla bahwa penambangan adalah hal baik karena membawa maslahat, dan yang buruk hanyalah bad mining, tampaknya menyederhanakan problematika yang kompleks. Memang benar bahwa dalam kerangka maqāṣid al-sharī‘ah, setiap aktivitas yang membawa kemaslahatan publik (maṣlaḥah ‘āmmah) dapat dibenarkan. Namun, penambangan bukan sekadar perkara teknis antara “baik” dan “buruk”, melainkan melibatkan soal ketimpangan struktural, kerusakan ekologis, dan pelanggaran hak masyarakat lokal. Selama hal-hal ini tidak diperbaiki, yang kita saksikan adalah bad mining. Dan selama hal-hal ini masih dibiarkan, maka tidak elok menormalisasi pertambangan dengan klaim normatif-abstrak.

1. Maslahat Tidak Berdiri Sendiri
Dalam al-Mustaṣfā, al-Ghazālī menegaskan:

‎فَالْمَصْلَحَةُ الْمُعْتَبَرَةُ هِيَ الَّتِي لَا تُعَارِضُ نَصًّا وَلَا إِجْمَاعًا

“Maslahat yang diakui (mu‘tabarah) adalah yang tidak bertentangan dengan nash atau ijma‘.” (al-Ghazālī, al-Mustaṣfā, 1/286). Maka, jika suatu tambang terbukti mencemari lingkungan, merampas tanah adat, dan menghancurkan ruang hidup masyarakat, itu bukan maslahat yang mu‘tabarah, melainkan mafsadah (kerusakan). Tak semua yang menghasilkan uang dan devisa bisa otomatis disebut maslahat.

2. Keadilan Ekologis Adalah Syariat
Al-Qur’an memperingatkan:

‎وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS al-Aʿrāf: 56). Kerusakan ekologis akibat tambang berskala besar—baik yang berizin maupun liar—tak sekadar meninggalkan luka di permukaan tanah. Ia mencemari mata air, merusak ekosistem, dan mengusir masyarakat dari tanah warisan leluhur mereka. Dalam fiqh al-bī’ah (fikih lingkungan), kehancuran semacam ini disebut fasād al-bī’ah—kerusakan lingkungan yang sistemik—dan merupakan bentuk khiyānah terhadap amanah kekhalifahan manusia di bumi yang diwasiatkan Allah.

BACA JUGA:

Lampu Petunjuk

Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

3. Maslahat Tak Sah Jika Lewat Kezaliman
Pemisahan antara good mining dan bad mining terdengar menarik, tetapi gagal menjelaskan bagaimana mayoritas praktik tambang di Indonesia kerap sarat dengan pelanggaran etis, hukum, dan sosial. Bahkan perusahaan-perusahaan yang menyandang “izin resmi” banyak yang melanggar AMDAL, meminggirkan masyarakat adat, dan membungkam protes rakyat. Kiai Ulil tidak bisa menutup mata atas praktik semacam ini.

Dalam hal ini, prinsip dari al-ʿIzz ibn ʿAbd al-Salām menjadi sangat relevan. Ia menulis dalam Qawāʿid al-Aḥkām fī Maṣāliḥ al-Anām:

‎فَكُلُّ مَا أَدَّى إِلَى الظُّلْمِ وَالْجَوْرِ وَالْعُدْوَانِ فَهُوَ مَحْظُورٌ تَحْرِيمًا، وَكُلُّ مَا أَدَّى إِلَى الْعَدْلِ وَالإِنْصَافِ وَالإِحْسَانِ فَهُوَ مَطْلُوبٌ وَاجِبًا أَوْ نَدْبًا

“Segala sesuatu yang mengarah kepada kezaliman, keaniayaan, dan pelanggaran adalah hal yang diharamkan. Dan segala sesuatu yang mengarah kepada keadilan, keadilan sosial, dan kebaikan, maka ia adalah sesuatu yang dituntut, baik secara wajib maupun sunnah.” (al-ʿIzz ibn ʿAbd al-Salām, Qawāʿid al-Aḥkām, 1/86). Artinya, kemasan maslahat tidak dapat menghalalkan kezaliman struktural. Maslahat yang menindas rakyat dan lingkungan adalah tipu daya moral, dan itu harus dilawan, setidaknya dengan suara moral para ulama.

4. Maslahat untuk Siapa?
Jika “maslahat” hanya dinikmati segelintir elite politik, pejabat, dan pemilik saham, sementara rakyat kehilangan air bersih, tanah warisan, dan udara sehat—itu bukan maslahat, tapi penjajahan domestik. Dalam maqāṣid, maslahat harus berkelanjutan, adil, dan mencakup seluruh lapisan masyarakat.

Kesimpulan
Pernyataan “tambang itu baik asal bukan bad mining” bisa menjadi justifikasi moral yang berbahaya jika tidak disertai evaluasi kritis terhadap praktik dan dampaknya. Kemaslahatan bukan cuma soal manfaat finansial, melainkan harus diuji melalui prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kemanusiaan.

Bacaan terkait

Ekonomi Politik Nikel di Indonesia

Setelah NU Dapat Konsesi Tambang

Setelah Heboh Ulil, Bahlil, dan Tahlil: Mungkinkah Pertambangan Hijau?

Fikih Ekologi Ulil dan Deep Ecology

Ulil, Tambang Batubara, dan Krisis Iklim

Topik: fikih tambangKiai Ulilpertambangan hijauUlil Abshar Abdalla
SendShareTweetShare
Sebelumnya

Muqaddimah Lite tentang Sufi Bahlul

Selanjutnya

Ingin Bisnis Jalan Sendiri, Kamu Bisa Liburan Tanpa Cemas? Temukan Rahasianya di Buku The E-Myth Revisited

Nadirsyah Hosen

Nadirsyah Hosen

Cendekiawan Indonesia, Associate Professor di Melbourne Law School (sejak Juli 2024), Australia, sebelumnya di Monash University (2015-2024). Penulis produktif, buku-bukunya antara lain "Islam Yes, Khilafah No 1 & 2", "Ngaji Fikih", "Saring Sebelum Sharing", "Modern Perspectives on Islamic Law", "Tafsir Al-Quran di Medsos".

TULISAN TERKAIT

Lampu Petunjuk

Lampu Petunjuk

11 Juli 2025
Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

10 Juli 2025
1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

27 Juni 2025
Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

27 Juni 2025
Selanjutnya
Selanjutnya
Ingin Bisnis Jalan Sendiri, Kamu Bisa Liburan Tanpa Cemas? Temukan Rahasianya di Buku The E-Myth Revisited

Ingin Bisnis Jalan Sendiri, Kamu Bisa Liburan Tanpa Cemas? Temukan Rahasianya di Buku The E-Myth Revisited

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Kisah dari Negeri Para Insinyur

Kisah dari Negeri Para Insinyur

21 November 2025

Di Persimpangan Jalan: Minyak, Memori, dan Misi Mustahil Indonesia

17 November 2025
Try Sutrisno

Peluncuran Buku “Filosofi Parenting Try Sutrisno” Sajikan Formula Pola Asuh Keluarga Indonesia

15 November 2025
Tahap Akhir “AYO BACA!” Institut Prancis Indonesia: Soroti Dunia Literasi dan Sastra Kontemporer

Tahap Akhir “AYO BACA!” Institut Prancis Indonesia: Soroti Dunia Literasi dan Sastra Kontemporer

14 November 2025
Buku “The Girl with the Dragon Tattoo” Jadi Best Crime & Mystery versi Goodreads

Buku “The Girl with the Dragon Tattoo” Jadi Best Crime & Mystery versi Goodreads

29 Oktober 2025
Mitos, Mitigasi, dan Krisis Iklim: Membaca Narasi Putri Karang Melenu dan Naga Sungai Mahakam

Mitos, Mitigasi, dan Krisis Iklim: Membaca Narasi Putri Karang Melenu dan Naga Sungai Mahakam

20 Oktober 2025

© 2025 Jakarta Book Review (JBR) | Kurator Buku Bermutu

  • Tentang
  • Redaksi
  • Iklan
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Masuk
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In