Salah satu moda transportasi yang kerap digunakan oleh masyarakat sebagai solusi mengurangi kemacetan dan polusi adalah kereta api. Untuk wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), kereta api jarak pendek commuter line merupakan andalan untuk berkegiatan sehari-hari.
Walaupun commuterline kerap penuh saat pergi dan pulang kerja, moda itu masih dianggap sebagai transportasi yang aman, murah, nyaman, cepat dan menjangkau berbagai tempat dengan mudah.
Di pulau Jawa, kereta api menjadi penghubung antar kota yang favorit. Bagaimana sejarah kereta api di Indonesia? Buku Kereta Api di Jakarta dari Zaman Belanda Hingga Reformasi yang ditulis oleh Kartum Setiawan menyajikan kisah menarik bagi siapapun yang ingin tahu perkembangan kereta api dari waktu ke waktu. Kartum Setiawan adalah Ketua Komunitas Jelajah Budaya yang berkiprah dalam pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya untuk publik.
Buku ini juga bisa menjadi acuan bagi pemangku kebijakan untuk menjadi sarana evaluasi dan perbaikan untuk perkembangan kereta api di Indonesia.
Buku yang diterbitkan pada tahun 2021 ini memulai ceritanya dengan mengungkap latar belakang munculnya kereta api. Sejak zaman Belanda kereta api menjadi solusi transportasi darat yang dapat mengangkut berbagai komoditas dalam jumlah banyak.
Sejarah perkembangan kereta api di Hindia Belanda dimulai pada tahun 1864 tepatnya pada tanggal 17 Juni dengan membangun jalur kereta api. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Ludolf A.J. BAron Sloet van den Beele mengadakan upacara pencangkulan tanah pertama di Desa Kemijen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Jalur kereta api pertama yang dibangun adalah jalur dari Desa Kemijen ke Desa Tanggung, Kecamatan Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah, sepanjang 26 kilometer. Butuh waktu sekitar tiga tahun untuk proses pembangunan jalur ini.
Proses pembangunan jalur kereta api pertama ini tergolong sukses dan memicu pembangunan jalur kereta api lainnya. Pembangunan rel Batavia-Buitenzorg dilakukan bertahap dan pertama kali dioperasikan pada tanggal 15 September 1871 sejauh sembilan kilometer dengan rangkaian sebanyak 14 kereta penumpang.
Dengan berkembangnya waktu, pembangunan jalur kereta api semakin pesat. Bahkan pembangunan jalur kereta api semakin meluas tak hanya Batavia saja tapi juga ke Krawang untuk mengangkut hasil bumi. Hal ini mempemudah pengiriman komoditas hingga ke berbagai wilayah.
Lalu, bagaimana perjalanan kereta api bisa mengangkut penumpang? Walaupun jalur perjalanan kereta api dari Jakarta-Surabaya sudah terhubung sejak tahun 1894, penumpang masih harus berpindah-pindah hingga empat kali bahkan harus bermalam di stasiun.
Hal ini tentunya tidak mudah dan sangat melelahkan. Informasi ini termuat secara lengkap melalui kutipan buku berjudul Boekoe Peringetan dari Staatspoor en Tramwegen di Hindia Belanda 1872-1925.
Perjalanan kereta api di akhir abad ke 19 dilakukan dengan adanya pembangunan jalur rel baru maupun pembelian jalur yang sudah ada.
Di buku ini juga ditulis bagaimana proses pengembangan jalur kereta api yang memakan waktu lama dan bahkan melalui perundingan yang berulang-ulang. Bahkan teryata untuk pembelian jalur kereta api ada rancangan undang-undang untuk proses pembelian ini. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengembangan perluasan jalur kereta api tidaklah mudah.
Pengembangan perluasan jalur kereta api boleh dikatakan berhasil. Bahkan kemudian ada pembangunan fasilitas seperti adanya rumah dinas untuk Kepala Stasiun. Bahkan saat itu ada sanksi bila tidak mematuhi untuk menempati rumah dinas.
Kereta api kemudian berkembangan tak hanya mengangkat komoditas dan sekedar transportasi orang saja. Tapi kemudian kereta api merambah ke pelancong yang ingin menikmati pemandangan selama perjalanan dengan kereta api.
Muncullah kereta penumpang tipe SS 900 yakni kereta mewah yang digunakan sebagai kereta malam atau Nacht Express dengan tujuan Jakarta-Surabaya dalam waktu 11 jam 27 menit. Fasilitasnya tempat tidur yang dilengkapi penyejuk udara dan lama kelamaan ditambah kamar mandi dan kamar hias yang nyaman.
Kala itu, penyejuk udara yang ada di kereta bukanlah air conditioner. Ternyata udara sejuk dihasilkan oleh es balok yang ditempatkan pada bak khusus yang terpasang di bawah kereta. Jika es mencair, maka diganti kembali dengan es balok yang sudah di disediakan di beberapa stasiun pemberhentian.
Buku setebal 322 halaman ini juga dilengkapi dengan berbagai informasi tentang peristiwa-peristiwa hebat pada kereta api. Termasuk peristiwa pada awal Oktober 1922 kala terjadi tabrakan antara kereta ekspress dari arah Bandung menuju Jakarta dengan kereta barang. Untunglah tak ada korban jiwa pada kasus ini.
Kasus kecelakaan kereta api yang disebabkan oleh faktor alam juga terjadi pada tahun 1935 di lintas Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 22 gerbong yang datang dari Jakarta terbalik dan seorang meninggal dunia.
Boleh dibilang, buku ini kaya refernsi yang menjadikannya layak sebagai sumber data yang dapat memberikan gambaran utuh tentang sejarah kereta api di Indonesia.
Judul: Kereta Api di Jakarta. Dari Zaman Belanda Hingga Reformasi
Penulis: Kartum Setiawan
Penerbit: Penerbit Buku Kompas. PT KOmpas Media Nusantara
Genre: Sejarah
Edisi: Tahun 2021
Tebal: 322 halaman
ISBN: 9786233462990