Ketika para penyihir Fir’aun mengintimidasi dengan tali-tali yang berubah menjadi ribuan ular yang merayap agresif, Nabi Musa tak memiliki ide untuk menandinginya, sampai Allah berkata: “wamaa tilka biyaminika ya musa” (Apakah itu yang ada di tangan kananmu hai Musa?). Atas perintah Allah, Nabi Musa melemparan tongkatnya dan berubahlah menjadi ular besar yang memangsa semua ular yang ada. Ketika para penyihir menantang bukti lain, Nabi Musa memasukkan tangan ke dalam kerah baju dan berubah menjadi bercahaya. Kisah ini menggambarkan keajaiban kalimat tauhid dalam memecahkan situasi sulit di dunia.
Dalam duel reputasi antara Musa dan ribuan penyihir Fir’aun, Nabi Musa berhasil meraih kemenangan telak hingga membuat ribuan penyihir tunduk bersujud. Fir’aun yang murka mengancam akan memotong tangan dan kaki para penyihirnya secara bersilang serta menyalibnya di pohon kurma. Namun para penyihir tak bergeming.
“Kami tidak akan memilih (tunduk) kepadamu atas bukti-bukti nyata yang telah datang kepada kami dari (Allah) yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini” tandas tukang sihir. Episode yang diabadikan dalam al-Quran surat Thaha 71-76 ini adalah salah satu bukti keajaiban kalimat tauhid. Pertarungan ini bukan antara tali dan tongkat, atau antar kawanan ular, tetapi antara kalimat tauhid dan kekafiran.
Tongkat Nabi Musa menjadi sakti setelah dibacakan kalimat “La ilaha illallah”. Kalimat ini ibarat tombol divert yang memindahkan urusan dari Nabi Musa kepada Allah langsung. Kalimat tauhid ini memiliki makna prinsipil yang menempatkan pengucapnya pada orbit Tuhan. Abdullah bin Abbas mengatakan, makna komprehensif kalimat la ilaha illallah adalah tidak ada yang mampu memberikan manfaat, tidak ada yang mampu mendatangkan bahaya, tidak ada yang mampu memuliakan dan merendahkan sesuatu, dan tidak ada yang mampu memberi dan menghalangi, kecuali Allah swt.
Pengucapan kalimat tauhid dengan keimanan berarti sama dengan penyerahan segala sesuatu kepada Allah. Ia berfungsi sebagai pengetahuan yang diucapkan melalui lisan dan pembenaran atas penguasa yang maha mulia. Dengan statement ini, berarti pengucapnya menolak segala macam pengaruh, tekanan, dan gangguan apapun selain dari Allah semata (h 108).
Rupanya hal inilah yang dilakukan Nabi Musa. Dalam buku Keajaiban al-Qur’an & Rahasia Kalimat Tauhid yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Wali Pustaka ini, berbagai hal dahsyat dapat terjadi hanya karena keajaiban kalimat tauhid itu.
Ketika Nabi Yunus terjebak dalam gelap dan sempitnya perut ikan, ia tak memiliki kekuatan menyelamatkan diri. Satu-satunya penyelamat adalah kalimat tauhid yang diucapkannya. Saat itu Nabi Yunus tengah dihukum karena marah kepada kaumnya dan meninggalkan amanat kenabian. Disebut dalam al-Quran QS Ash-Shaffat 143-144: “Maka jika sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak berzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan sampai hari berbangkit”. Apa yang diucapkan Nabi Yunus hampir sama dengan yang diucapkan Nabi Musa. Bila Musa mengucap “La ilaha illallah”, Yunus mengucap “La ilaha illa anta” (h 88).
Bobot Ekstra Berat di Akhirat
Dalam buku berjudul asli Ajaibu al-Qur’an karya Syekh Islam Fakhruddin ar-Razi ini, kedahsyatan kalimat “La ilaha illallah” dibahas tuntas. Kalimat ringan yang tak memberatkan lidah ini ternyata memiliki kakuatan super dahsyat di dunia dan berbobot ekstra berat menurut timbangan akhirat.
Saking dahsyatnya kalimat ini, malaikat tak mampu mencatat angka kebaikannya. Sesungguhnya setiap amal ibadah seseorang akan dicatat oleh malaikat lalu dinaikkan ke hadapan Allah swt. Tetapi kalimat la ilaha illallah yang diucapkan oleh orang beriman tidak mampu dicatat malaikat. Kalimat ini naik sendiri ke hadapan Allah swt dan menjadi saksi bagi pengucapnya di hadapan-Nya nanti (h 101).
Sebuah kisah dari Syekh Muhammad bin Abu Bakar Ushfury, ada seorang lelaki melakukan ibadah wukuf di Arafah. Ia tertidur dengan tangan menggenggam tujuh buah batu yang sudah dibacakan kalimat tauhid. “Tujuh batu ini telah bersaksi atasku, bahwa aku bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.”
Lelaki itu bermimpi seolah-olah hari kiamat terjadi. Ia dihisab dan ditetapkan di neraka. Malaikat pun menyeretnya hingga sampai di depan pintu neraka. Namun pada saat itu batu yang dibawanya jatuh tepat di tengah pintu neraka sehingga menghalangi. Para malaikat azab bersama-sama berupaya mengangkat batu itu, tetapi mereka gagal.
Karena tak ada jalan masuk, lelaki itu dibawa Arsy. Malaikat berkata: “Ya Allah, engkau mengetahui masalah hamba-Mu ini. Kami tidak bisa membawanya ke neraka.” Allah berfirman: “Batu-batu itu telah memberikan kesaksian atas hamba-Ku dan tidak menyia-nyiakan haknya. Lantas, bagaimana bisa Aku menyia-nyiakan haknya sedangkan Aku menyaksikan kesaksiannya. Maka masukkan ia ke dalam surga!”.
Di hari akhir nanti, kalimat la ilaha illallah akan bercahaya terang hingga semua cahaya lain kelihatan redup. Cahaya apapun saat itu kalah oleh cahaya kalimat tauhid karena cahaya kalimat ini adalah cahaya hakiki dari Allah. Kalimat ini adalah salah satu bukti pengabdian yang hakiki. Di akhirat nanti, semua kewajiban seperti salat, zakat, puasa, apalagi haji, sudah tidak diwajibkan lagi. Tetapi seruan la ilaha illalah dan alhamdu lillahi rabbil alamin tetap wajib (h 102).
Perlindungan di Dunia
Salah satu keajaiban kalimat tauhid di dunia adalah, pengucapnya langsung mulia kedudukannya, diakui sebagai hamba yang diridhoi, dan darahnya dilindungi. Ada seorang sahabat bernama Al-Miqdad ibn Al-Aswad yang bertanya kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku bertemu dengan orang kafir lalu ia menebas salah satu tanganku dengan pedang hingga putus. Kemudian ia aku menyerangnya dan ia berlindung di balik sebatang pohon seraya berkata, ‘Aslamtu (aku berislam). Apakah boleh aku membunuhnya?
“Jangan membunuhnya” kata Rasulullah. Al-Miqdad bertanya lagi, “Tetapi ia telah menebas salah satu tanganku, baru mengucapkan kata-kata masuk Islam”. Rasulullah kembali menegaskan, “Jangan membunuhnya. Jika kau membunuhnya maka ia berada dalam kedudukanmu dan kau berada dalam kedudukannya,”.
Sementara itu seorang sahabat lainnya, yaitu Usamah ibn Zaid, dalm sebuah peperangan di Huruqat, pernah membunuh seorang kafir yang mengucap kalimat syahadat. Si kafir itu mengucapkannnya saat terdesak dan pedang Usamah sudah hampir mengenainya.
Tentang itu Usamah melaporkan kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian bertanya, “Orang itu telah mengucapkan La ilaha illallah dan kau tetap membunuhnya?” “Benar wahai Rasulullah, tetapi ia mengucapkannya hanya karena takut pedangku,” ujar Usamah membela diri.
Rasulullah menjadi tidak senang. “Mengapa kau tidak belah saja hatinya sehingga kau tahu niatnya mengucapkan la ilaha illallah?”. Rasulullah terus mengulang pertanyaan itu kepada Usamah, sehingga sepanjang hari itu ia diliputi penyesalan mendalam dan berharap tak pernah memiliki sejarah ini.
Judul: Keajaiban al-Qur’an dan Rahasia Kalimat Tauhid
Penulis: Syekh Islam Fakhruddin ar-Razi
Penerbit: Wali Pustaka
Genre: Spiritual Islam
Edisi: Cet 1, Maret 2019
ISBN: 978-623-90042-0-0