Tak disangka, seorang penafsir, ahli falsafah, dan teolog, seperti Fakhruddin Ar-Razi (1150-1210 M), ternyata juga jago ilmu fisiognomi. Dia menyusun kitab berjudul Al-Firasat (Al-Firasah). Setelah terbentuknya Baitul Hikmah di Baghdad, diperkirakan ini adalah satu-satunya kitab yang mengupas misteri watak dan cara membacanya.
Disusun dalam tiga pembahasan, kitab ini mengupas segala hal yang berkenaan dengan watak manusia. Dalam pembahasan pertama, ulama asal Kota Rayy ini memaparkan firasat dan mizaj (kepribadian). Kemudian, dia menjelaskan tentang keutamaan ilmu firasat berdasarkan Kalam Ilahi, hadis Rasulullah, dan kreasi manusia, sebagaimana yang pernah dijelaskan para filsuf masa lalu.
Di antara dalil-dalil Alquran yang mengungkapkan tentang ilmu firasat adalah surat Al Hijr ayat 75. Allah Swt berfirman:
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ
“Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda (al-mutawassimun).”
Pada pembahasan pertama ini, Ar Razi juga menjelaskan tentang pambagian ilmu firasat, bahwa firasat yang didasarkan pada pengamatan atas kondisi lahiriah tubuh manusia merupakan jenis yang bisa dipelajari dan diajarkan.
Pengarang Mafatihul Ghayb ini kemudian memaparkan beberapa persoalan yang harus diketahui di dalam ilmu ini, termasuk macam-macam metode pengambilan kesimpulan dengan menekankan pada pembahasan tentang teknik al-qiyafah (penulusuran) dan teknik-teknik lain yang dapat digunakan untuk mengenali watak manusia.
Apa pentingnya kitab Firasah Ar-Razi?
Kitab yang mengandung ilmu membaca watak ini sangat diperlukan untuk menyeleksi pemimpin dan orang-orang yang akan menjalankan amanah besar. Mereka adalah orang-orang yang memengaruhi hajat hidup orang banyak. Kepribadian akan menentukan arah kebijakan dan jalannya pemerintahan.
Dengan membaca watak, seseorang akan mengetahui kolega di sekitarnya, apakah mereka orang yang benar-benar baik atau pura-pura. Bahkan bisa jadi mereka sebenarnya adalah orang jahat, meski kelihatannya baik.
Beberapa watak yang dijelaskan dalam buku tersebut juga menjadi masukan penting untuk pembentukan tim kerja. Misalkan, untuk membentuk tim yang bertugas membangun masjid, kepribadian dan kompetensi apa saja yang dibutuhkan? Apa tugas dan fungsi yang harus dijalankan? Apa konsekuensinya bila orang berkepribadian sangunis masuk dalam tim yang kebanyakan adalah orang-orang melankolis misalkan? Jawabannya tentu ada di buku Firasah Ar-Razi.
Ar-Razi mengutip sebuah hadis Rasulullah, “Sungguh telah ada pada ummat-ummat terdahulu para muhaddatsun, dan jika ada seseorang dari ummatku, maka ia adalah Umar bin Khattab.” Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari itu menunjukkan Umar adalah ahli ilmu firasah. Apa yang dianalisisnya kerap menjadi kenyataan.
Ibnu Asakir dalam Tarikh ad-Dimasyqi menuliskan Umar bin Khattab suatu ketika berpatroli pada malam hari secara diam-diam. Di sebuah tenda dia mendengarkan percakapan wanita penjual susu dengan ibunya. Sang ibu memerintahkan anaknya untuk mencampur susu dengan air, tapi sang anak selalu menolak melaksanakan perintah itu.
Keesokan harinya Umar memerintahkan anaknya, Ashim untuk mendatangi wanita tersebut. “Jika wanita tersebut masih seorang diri, maka nikahilah,” perintah Umar. Setiba di sana, ternyata wanita tersebut masih sendirian. Ashim kemudian menikahinya. Pernikahan mereka dikaruniai seorang puteri yang kelak dikenal sebagai Ummu Ashim. Dialah ibu yang melahirkan Umar bin Abdul Aziz, khalifah Umayah yang membawa masa kejayaan Islam pada abak kedelapan Masehi.
Sosok lain yang dikenal mahir menggunakan ilmu firasah adalah Rasulullah. Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah memrediksikan Konstantinopel suatu saat akan jatuh ke tangan umat Islam (HR Ahmad). Ternyata benar, pada abad ke-15, kota tersebut berhasil dikuasai umat Islam dibawah kepemimpinan Muhammad al-Fatih.
Ilmu seperti ini juga dimiliki oleh menteri al-Aziz yang membaca kepribadian Nabi Yusuf, istri Firaun yang melihat bayi Musa akan menjadi orang hebat, dan Abu Bakar Shiddiq yang memrediksi Umar bin Khattab yang akan memimpin umat Islam.
Di Barat, ilmu membaca watak dikenal dengan nama fisiognomi. Tradisi ini dikembangkan oleh Johann Kaspar Lavater pada abad ke-18. Karyanya menyebar luas di Eropa. Lavater mengembangkan ilmu tersebut setelah mendalami gagasan ilmuwan Sir Thomas Browne (1605-1682) dan ilmuwan Italia Giambattista Della Porta (1535–1615). Browne dalam bukunya Religio Medici membicarakan kemungkinan mendalami kualitas kepribadian melalui wajah seseorang.