Orang berpuasa itu memiliki tingkatan dan pencapaian yang berbeda-beda di mata Allah swt. Meskipun sama-sama lapar dari subuh hingga petang, tingkat pahala dan derajat taqarrub-nya tidaklah sama.
Yang terendah adalah Shaum al-Am atau puasanya orang umum. Yang kedua Shaum al-Khas, atau puasanya orang khusus. Dan derajat yang tertinggi adalah Shaum Khusus al-khusus, atau puasanya orang istimewa.
Puasa jenis pertama adalah puasa sesuai definisi fikih, yaitu menahan diri dari lapar, dahaga, dan yang membatalkan puasa, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Ritual pas bandrol seperti ini diterima oleh Allah sebagai capaian terendah bulan ramadan, namun gagal mendapat jackpot.
Di bulan ramadan itu banyak hal yang buruk yang tidak sampai membatalkan puasa, misalnya menggunjing, mengumpat, melihat yang haram, dan dosa ringan lainnya. Kecolongan melakukan ini tidak harus mengulang puasa. Namun bila itu dilakukan, orang akan kehilangan pahala dan fadilah puasa yang luar biasa. Rasulullah bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa. tetapi tidak mendapatkan apapun selain lapar dan dahaga,” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah).
Puasa jenis kedua, shaum al-khas, adalah berpuasa dengan menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota badannya dari perbuatan maksiat. Ini adalah model puasa ideal, di mana pelakunya mendapatkan penghapusan dosa sebagaimana dijanjikan Allah swt dan mendapat pahala berlipat ganda dari setiap amalan yang dilakukannya, serta dari puasa itu sendiri.
Jenis ketiga adalah yang tertinggi. Pelaku puasa jenis khusus la-khusus ini tidak memalingkan hatinya sedetikpun dari Allah dan menahan pikirannya dari masalah dunia sepanjang bulan. Jangan ditanya berapa pahalanya, karena pelaku puasa jenis ini sudah tidak memikirkan angka. Mereka tak berharap imbalan apapun selain ridha Allah swt. Yang melakukan puasa jenis ini adalah nabi-nabi, para wali, dan orang-orang muqarrabin.
Semua hal tentang puasa diterangkan oleh Imam Ghazali dalam kitab Asrar al-Siyam. Dalam risalah pendek ini Imam Ghazali (1058-1111 M) meninjau puasa dari sudut pandang ubudiyah dan uluhiah, sebagaimana dalam dalil-dalil yang ada. Naskah tersebut digabungkan dengan Maqasid al-Shaum karya syekh Izzuddin bin Abdusalam (1181-1262 M) dalam satu paket “Kitab Puasa” yang diterbitkan oleh Turos Pustaka. Sebenarnya buku ini berisi tiga bagian, selain risalah Imam Ghazali dan Syekh Izzuddin, terdapat dialog seputar puasa dari Bincang Syariah.
Kitab ini bicara komprehensif tentang semua hal seputar puasa, mulai syarat-rukun, sunnah-sunnahnya, pantangannya, hingga soal lailatul qadar. Khusus untuk ini Imam Ghazali membahas cukup panjang. Menurut sang Hujjaul Islam ini, penting bagi muslim mencegat lailatul qadar agar diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan diberi pahala ekstra hebat di bulan suci.
Keberadaan malam seribu bulan ini ada di malam ganjil pada sepertiga terakhir bulan ramadan, yaitu tanggal 21 sampai akhir. Rasulullah bersabda, lailatul qadar itu ada di malam di mana bulan tampak separuh. Sebuah hadis riwayat Abu Hurairah menyebutkan, “Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di samping Rasulullah saw, beliau bersabda, “Siapakah di antara kalian yang masih ingat ketika bulan muncul seperti separuh nampan?”.
Imam Ghazali menjelaskan, malam yang dicari-cari seluruh umat Islam sepanjang masa itu ada di sepertiga terakhir bulan ramadan ketika bulan berbentuk setengah lingkaran. Tak ada kondisi seperti itu kecuali malam tanggal 21 ramadan.
Yang perlu diperhatikan, malam lailatul qadar itu malam pengampunan, perlindungan, dan rahmat Allah, bukan malam permintaan materi. Doa-doa yang dianjurkan di malam itu bukanlah doa terpilih jadi kepala desa, minta istri cantik, atau jualan laris.
Terdapat 9 doa khusus lailatur qadar yang diajarkan al-Qur’an dan sunnah, yaitu doa meminta rahmat Allah SWT, memohon ampunan dan pertolongan, meminta perlindungan, keteguhan iman, dimudahkan segala urusan, meminta petunjuk, diberikan keadilan, meminta jalan yang benar, dan meminta keturunan yang baik.
Tetapi Imam Ghazali memberi tips yang lebih baik. Sesungguhnya berzikir dan senantiasa mengingat Allah itu lebih baik daripada berdoa ini dan itu. Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda “Allah azza wajalla berfirman: Barang siapa yang menyibukkan diri mengingatku maka aku akan memberinya sesuatu yang lebih mulia dibanding apa yang aku berikan kepada orang-orang yang meminta (HR. Tirmizi).
Syekh Izzuddin bin Abdussalah di bagian dua buku ini menjelaskan, di bulan ramadan bertebaran rahmat dan kemurahan Allah swt. Allah memberi pahala kebaikan bagi manusia untuk setiap jenis kebaikan antara 10 sampai 700 kali lipat. Tetapi di bulan ramadan, bilangan pengalinya tidak terbatas. Kata Allah, puasa adalah ibadah yang murni untuk Allah, tidak seperti ibadah lainnya. “Karena puasa adalah untukku dan aku yang membalasnya, sebab ia telah meninggalkan syahwat dan nafsu makannya karenaku,” (HR. Muslim).
Puasa juga menjadi sarana penghapusan dosa. Sebuah hadits: “Barang siapa berpuasa ramadan dengan iman dan berharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni,” (HR. Bukhari). Saking mulianya ibadah ini, Allah menyiapkan sebuah tempat istimewa di surga, yang dapat diakses melalui sebuah pintu khusus bernama “Ar Rayyan”. Pintu ini tidak dapat dilalui kecuali oleh orang-orang yang ahli puasa saja.
Bagaimana cara berpuasa yang benar agar dapat mengakses surga melalui Ar-Rayyan? Bila Anda ingin tahu, buku ini sepertinya layak menjadi koleksi.
Judul: Kitab Puasa
Judul asli: Asrar al-Shaum dan Maqasid al-Shaum
Penulis: Imam al-Ghazali dan Syekh Izzuddin bin Abdussalam
Penerbit: Turos Pustaka
Genre: Spiritual Islam
Edisi: Cet. 1, April 2022
Tebal: 300 Halaman
ISBN: 978-623-7327-320
Ulasan Pembaca 2