Hidup adalah sebuah perjalanan panjang dengan banyak rute di dalamnya. Dari lahir kita tumbuh sebagai anak-anak, lalu remaja, kemudian menjadi dewasa dan menua. Dari individu yang bebas, kita kemudian menikah, memiliki anak, pindah ke rumah baru, dan masuk dalam dinamika hidup berumah tangga.
Dalam rumah tangga nanti ada problem-problem, seperti ketidakharmonisan, masalah ekonomi, penyakit, perceraian, kenakalan anak, dan lain-lain. Di luar rumah pun kehidupan berjalan dinamis. Ketika memulai karier sebagai newbie, orang susah payah beradaptasi lalu merasa nyaman dengan keadaan. Tetapi kemudian berpindah tugas, pindah departemen, atau bahkan pindah tempat kerja.
Perubahan demi perubahan selalu terjadi dalam hidup ini, entah karena pilihan atau paksaan situasi. Manusia cenderung menerima perubahan-perubahan dalam hidupnya, tetapi pada setiap fase perubahan selalu saja terjadi shock.
Pada umumnya bukanlah perubahan itu sendiri yang ditolak, melainkan masa transisi yang sulit dan gagap. Dalam skala mikro, misalnya perubahan dalam keluarga, transisinya tidak sekompleks perubahan makro, misalnya perubahan kantor, budaya kerja, atau bahkan zaman yang berubah.
William Bridges dalam buku Transisi menyadarkan kita tentang pentingnya mengelola masa transisi. Perubahan itu niscaya, tetapi bagaimana menjalani transisi, sepenuhnya ada di tangan kita. William Bridges (1933-2013) adalah konsultan sumber daya manusia yang cukup populer di Amerika Serikat. Ia peraih gelar PhD dari Harvard University dan menghabiskan waktunya mengajar, selain sebagai konsultan lepas.
Dengan jam terbang yang tinggi menangani berbagai persoalan manajerial, ia menyoroti pentingnya memahami transisi sebagai fragmen penting yang menentukan masa depan. Kesuksesan bertransisi menjadi kunci keberhasilan individu dan organisasi dalam melakukan perubahan.
Transisi adalah proses psikologis ketika beradaptasi dengan hal baru. Transisi menjadi bagian vital yang menyambungkan antara cara lama dan cara baru. Ada tiga tahap yang dialami individu selama perubahan, yaitu (1) Mengakhiri apa yang terjadi saat ini, (2) Zona netral, dan (3) Awal yang baru.
Fase pertama adalah pengakhiran semua romantika lama. Individu, baik secara personal maupun sebagai bagian dari organisasi harus melepas baju lama secara lahir dan batin. Di rumah baru, kantor baru, dan apapun yang baru biasanya orang tak pernah lepas dari kebiasaan lama dan ini menjadi tali yang menahan kemajuan.
Ketika change telah disepakati, pola pikir dan habitualnya memang tak serta merta berubah. Biasanya rutinitas lama yang enjoy selalu hadir kembali. Untuk memulai habit baru, ada rasa ragu dan cemas (second thoughts) yang menghantui dan itu tidak disadari ada.
Tantangan fase transisi akan dimulai ketika orang mengidentifikasi apa yang hilang dari mereka dan belajar bagaimana mengelola “kerugian” ini. Langkah praktisnya adalah menginventarisir apa yang seharusnya sudah berakhir dan masukkan dalam “daftar ditinggalkan”. Daftar ini bisa panjang, seperti hubungan lama, proses lama, anggota tim lama, atau lokasi lama.
Langkah kedua adalah memasuki zona netral. Ada masa di mana hal yang lama belum pergi sepenuhnya tetapi yang baru tidak sepenuhnya beroperasi. Saat itulah penyelarasan dan penataan ulang psikologis terjadi. Dan di titik inilah inti dari proses transisi, yaitu jeda waktu antara realitas lama dan yang baru. Saat itu banyak orang merasa bingung dan tertekan, tetapi biarkan situasi ini terjadi dan tempatkan pikiran Anda dalam posisi netral.
Fase ketiga adalah memulai awal yang baru. Sebuah permulaan melibatkan pemahaman, nilai, dan sikap baru yang ditandai dengan pelepasan energi ke arah baru. Transisi yang dikelola dengan baik memungkinkan orang membangun peran baru dengan pemahaman tentang tujuan, fungsi, dan wewenang baru, lalu berkontribusi secara efektif dengannya.
Kesuksesan proses sebelumnya sangat menentukan. Jangan berubah dengan membawa sentimen lama karena hal itu akan menjadi beban psikologis. Lakukan reorientasi dan perbarui paradigma sehingga proses perubahan tidak meninggalkan “kenangan indah” yang enggan ditinggalkan, atau “kenangan pahit” yang sulit dihapuskan. Dalam hal ini bukan berarti anda tampil menjadi individu yang baru sepenuhnya. Ketika dalam masa transisi, Anda tetap Anda sendiri, tetapi dengan cara baru.
Kegagalan Transisi
Para pemimpin yang empatik selalu menyadari bahwa perubahan dapat menempatkan orang dalam krisis. Mereka berpendapat, perubahan akan berjalan mulus jika semua elemen menangani transisi dengan bijak. Yang paling dominan dalam transisi adalah dinamika batin yang dialami orang selama perubahan. Proses ini penting dan harus diwaspadai, karena pada kenyataannya transisi tidak selalu berhasil.
Saat ini semua organisasi menganggap transformasi digital sebagai hal yang penting, tetapi pada kenyataannya lebih dari 70% upaya transformasi digital telah gagal. Dalam kegagalan itu ada uang US$900 miliar yang terbuang sia-sia. Alasan detailnya bermacam-macam, ada yang infrastruktur, alat lama, dan habitual yang sulit diubah.
Studi kasusnya adalah Ford Motor Company, sebuah industri mobil ternama di Detroit, Michigan. Pada 2014 manajemen mencoba transformasi digital dengan menciptakan segmen baru bernama Ford Smart Mobility. Mereka ingin membangun mobil yang diaktifkan secara digital.
Namun masalah muncul ketika segmen baru gagal diintegrasikan ke dalam Ford Company secara luas.Terdapat kebiasaan dan pola kerja lama yang enggan hijrah ke model baru. Alih-alih menjadi kiblat baru mobil digital, Ford Smart Mobility malah hanya sebatas riset yang tak mampu mengubah perusahaan ini. Karena orang-orangnya gagal move on, Ford Smart Mobilty ditempatkan jauh dari departemen lainnya dan masih dilihat sebagai entitas terpisah tanpa kohesi ke unit bisnis lainnya.
Dalam persaingan teknologi yang cepat, Ford akhirnya menghadapi masalah kualitas. Meskipun hal ini tak sampai menyebabkan keruntuhan fundamental, harga saham Ford turun dramatis, dan CEO-nya, Mark Fields, mengundurkan diri (kemungkinan besar dipecat oleh dewan komisaris) beberapa waktu kemudian.
Judul: Transisi, Memahami Proses Perubahan dalam Hidup
Penulis: William Bridges
Penerbit: Renebook
Genre: Self-Help /Self-Improvement
Tebal: 296 halaman
Edisi: Cet 1 Agustus 2021
ISBN: 978-623-6083-14-7