Tentang Ekpresi
‘Ekspresi’ adalah alat yang paling efektif bagi manusia untuk mengungkapkan diri mereka sendiri. Ada begitu banyak ekspresi, tetapi kalau kita bicara ekspresi, kita pasti bicara soal emosi. Terutama emosi di dalam hati. Apa itu emosi di dalam hati? Misalnya, cinta, rasa terima kasih, dan rasa bersalah. Saat aku melihat ke sekeliling menurutku orang-orang terlalu pelit ekspresi.
Saat aku masih kuliah, ada seorang senior yang sering memaksakan tugasnya kepadaku sepanjang tugas kelompok. Ketika liburan tiba pada akhir semester, senior memanggilku lalu mengucapkan terima kasih. Dia tidak bisa mengucapkannya selama ini karena merasa berutang sesuatu kepadaku. Jadi, dia selalu merasa tidak bisa menyampaikan rasa terima kasihnya dengan baik. Akan tetapi, yang tidak dia sampaikan kepadaku sampai pada akhirnya adalah kata maaf. Mungkin dia memang tidak merasa bersalah, atau mungkin dia akan merasa berutang sesuatu lagi kalau dia meminta maaf. Apa pun itu, dia meninggalkan pertanyaan dalam benakku. Demikianlah dia dan aku tidak lagi berkomunikasi.
Dalam hubungan antara kekasih, teman, orang tua, rekan kerja, juga hubungan lainnya, pasti akan datang rasa cinta, rasa terima kasih, dan rasa bersalah. Saat merasakan semua itu, aku selalu berusaha untuk tidak pelit dalam menunjukkannya, terutama rasa cinta dan terima kasih. Aku menghargai setiap waktu orang-orang yang berusaha menjaga hubungan denganku. Aku sangat bersyukur karena mereka selalu ada di sisiku, menjaga, memperhatikan, dan mengingatku. Jadi, aku selalu mengucapkan terima kasih untuk hal-hal paling kecil dan sederhana.
Aku sering mengatakan, “aku mencintaimu”. Cinta itu tidak mengenal tren. Cinta tidak akan dianggap ketinggalan zaman kapan pun kamu mengatakannya.
Aku tidak ingin melakukan hal-hal yang bisa membuatku merasa bersalah, tetapi kadang aku melakukannya begitu saja tanpa sengaja. Ketika hanya aku yang menyesal, aku akan berusaha menyampaikan perasaanku itu sebelum pihak yang lain terluka. Aku akan mengatakan bagian mana yang membuatku merasa bersalah dan apa yang bisa saja membuatnya sedih, juga apa yang akan aku lakukan supaya hal seperti itu tidak terulang. Aku pun mengekspresikan permintaan maaf dengan kalimat dan kesungguhan. Dengan demikian, rasa bersalahku dan kesedihannya pun dapat diselesaikan dengan mudah.
Pernah satu kali aku terus menunda meminta maaf, hingga akhirnya aku tidak bisa mengungkapkannya. Aku ingat, semua itu karena aku ingin mempertahankan harga diri. Ketika merasa bersalah, aku selalu teringat akan sikapku saat itu. Dalam situasi itu, aku mengucapkan maaf tanpa kesungguhan. Aku sibuk menjelaskan dan memberi alasan untuk hal yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan satu kata maaf.
Hubungan antara aku dan orang itu semakin rumit, bagaikan benang kusut yang akhirnya harus dipotong dengan gunting atau digigit. Meskipun beberapa tahun telah berlalu, rasa bersalahku padanya tetap ada sampai saat ini. Karena itulah, rasa bersalah lebih baik segera diungkapkan dan disampaikan dengan sungguh-sungeuh, Menurutku, menyampaikan rasa cinta, terima kasih, dan permintaan maaf dengan jujur adalah cara yang paling efektif.
Namun, ada juga orang yang menyampaikannya secara sembarangan tanpa peduli perasaan orang lain, membungkusnya seolah itulah ekspresi kejujuran. Mengekspresikan perasaan secara jujur dan memuntahkannya secara membabi buta adalah dua perkara yang sangat berbeda. Menyampaikan perasaan secara sembarangan ita tak ubahnya seperti ayunan pisau secara acak yang dibungkus dengan kata-kata dan itu bisa melukai banyak orang.
Memahami Perbedaan
Kita baru dapat memahami orang lain hanya ketika kita sadar bahwa kita berbeda. Tidak mudah bagi kita memahami orang lain yang tumbuh di lingkungan yang jauh berbeda dengan kita. Memahami tidak sesederhana menebak pikiran orang lain. Memahami lebih dari sekadar mengenali dan menerima orang tersebut. Memaham adalah merasakan apa yang dia rasakan ketika berpikir tentangnya.
Aku sering mendengar bahwa cara termudah memahami orang lain adalah dengan ‘berpikir dari sudut pandang orang tersebut’. Bisa saja masalah yang sedang kuhadapi sangat berbeda dari apa yang dihadapinya. Saat kita sadar dan menerima bahwa perbedaan itu ada, kita telah mengambil langkah pertama dalam memahami orang tersebut. Kita semua sangat berbeda. Kita tidak bisa memahami satu sama lain sepenuhnya. Cara kita menerima situasi juga berbeda.
Sebenarnya, kita tidak mungkin bisa memahami orang Jain sepenuhnya. Kita hanya bisa mengira-ngira dengan mencoba berpikir dari sudut pandang orang tersebut. Saat hubungan kita dengan seseorang semakin dekat, sering kita lupa bahwa kita berbeda dengannya. Itu karena, kita percaya bahwa semakin intim, kita mengira orang tersebut akan memahami kita dengan sendirinya. Padahal, sangat tidak mungkin seseorang mengenali pikiran orang lain apalagi kebanyakan orang bahkan kesulitan mengenali diri mereka sendiri.
Kadang aku merasa hubungan antar manusia itu sulit Mungkin hal sederhana ini akan membuatnya lebih mudah: Sama seperti aku tidak hidup sesuai keinginan orang lain, orang lain juga tidak hidup sesuai dengan keinginanku. Sesederhana itu. Kita semua bertindak dan hidup sesuai dengan minat dan keinginan masing-masing.
Jika kita berusaha memahami perbedaan, kita bisa terbebas dari tekanan yang datang dari hubungan antar-manusia.
Sukacita Hari Ini
Aku pulang ke kampung halaman setelah sekian lama. Saat itu adalah hari-hari terpanas di musim panas. Karena itu, aku memutuskan pergi ke lembah bersama teman-teman. Ternyata, ada begitu banyak orang yang datang ke lembah karena hari itu adalah puncak libur musim panas.
Ada begitu banyak orang mulai dari hulu sungai, membuat kami sama sekali tidak mendapatkan tempat duduk. Rencana kami untuk mencelupkan kaki ke sungai di lembah sambil menikmati baeksuk pun hancur total.
Kami lebih banyak melihat kerumunan orang daripada pemandangan lembah. Kami memandang satu sama lain yang keringatan, lalu pergi ke restoran baeksuk yang berpendingin ruangan.
Baeksuk-nya enak dan kami pun terus makan sambil minum-minum. Mungkin karena camilannya enak, aku jadi banyak minum. Kami pindah ke kedai kedua, lalu ketiga, kemudian keempat. Seingatku, camilannya habis bersamaan dengan habisnya minuman di kedai terakhir.
Mungkin karena minum terlalu banyak, aku jadi tidak sadarkan diri. Sulit bagiku untuk menggerakkan tubuhku. Sahabat terbaikku pun terlalu mabuk untuk mengantarku pulang. Entah kapan terakhir kali aku minum-minum dengan santai seperti itu, rasanya benar-benar nyaman.
Biasanya aku selalu gugup ketika minum-minum bersama orang lain. Aku khawatir berbuat kesalahan saat mabuk. Aku juga selalu curiga, kira kira apa tujuan orang ini mengajakku minum minum? Dia mau menyampaikan apa sampai mengajakku minum? Namun hari itu tidak. Hari itu aku mabuk, lalu terlelap di balik selimut setelah, akhirnva bisa pulang.
Ah, tentu saja aku tidak ingat apa pun.
Aku sempat muntah begitu saja di atas kasur. Aku mengeluarkan semuanya. Aku bahkan tidak tahu sebanyak apa yang aku keluarkan. Baru pagi harinya aku sadar akan itu semua, saat aku terbangun dengan pengaruh alkohol yang mulai berkurang. Setelah itu, aku menyambut pagi hari dengan omelan Ibu, teguran Ayah, dan kritikan adikku.
Begitulah Ibu. Dia bertanya, “Apa kau tidak tahu gzaman sekarang? Kenapa minum-minum sampai tidak sadar begitu?”. Aku bahkan belum sempat menjawabsya, tapi Ibu kembali berkata, “Bukannya anak seusiamu seharusnya sangat sibuk sampai tidak punya waktu minum-minum. Namun anehnya, aku senyum-senyum sepanjang Ibu mengomel.
Aku bukannya sengaja mabuk sampai pagi untuk bisa mendengar omelan Ibu. Namun, aku senang bisa mendengar lagi omelan yang dulu kubenci itu. Aku merindukannya.
Sebuah senyuman kecil muncul ketika aku mendengar omelan Ibu setelah sekian lama. Aku merasa bahagia. Benar-benar bahagia. Aku merasa bersyukur, karena masih ada orang yang mau mengomeliku dan selalu ada di sisi ku. Sampai sekarang pun, rasanya aku masih bisa mendengar omelan itu.
Jika dipikirkan lagi, aku tidak ingat sudah berapa lama sejak terakhir aku minum sampai muntah begitu. Mungkin karena selama ini aku tidak bisa minum-minum dengan santai.
Terakhir, aku ingin mengatakan sesuatu. Lebih baik hidup dengan sukacita hari ini daripada hidup memikirkan kesalahan yang telah berlalu.
Kita Cukup dengan Diri Kita Sendiri
Jangan khawatir, belum ada masalah yang terjadi. Meskipun ada masalah, masalah itu bisa kamu selesaikan dengan kekuatanmu sendiri. Kuharap ada lebih banyak hal yang terjadi karena kamu yang membuatnya mungkin. Pada akhirnya, kekhawatiranmu hari ini akan hilang begitu hari esok tiba. |