Peghianat
“ Saatnya ngasih pelajaran buat orang-orang gak tau diri itu.”
Seyra menyeringai samar. Memasuki mobil dan mengendarai mobil berwarna ungu ini dengan kecepatan sedang menuju sekolahnya. Untuk pertama kalinya dia kembali mengendarai benda roda empat ini setelah kecelakaan nahas itu. Meskipun sedikit kaku, tapi akhirnya dia bisa sampai di sekolah dengan selamat. Gerbang sekolahnya sudah ditutup, maka dari itu Seyra membunyikan klakson berkali-kali sehingga menimbulkan suara bising. Seorang satpam sekolah bertubuh tambun akhirnya datang dan membuka gerbang.
“Hei, berhenti dulu!” Tanpa mempedulikan ekspresi bingung satpam itu, Seyra kembali menjalankan mobilnya memasuki sekolah, kali ini dengan kecepatan di atas rata-rata. Melalui kaca spion, Seyra bisa melihat satpam itu berteriak kesal kepadanya.
Seyra menghentikan mobilnya. Bukan di parkiran sekolah, melainkan di tengah lapangan. Bunyi gesekan roda mobil yang beradu dengan lantai lapangan berhasil menyita perhatian beberapa siswa yang kebetulan sedang di sana. Mereka langsung terperangah setelah melihat sosok yang keluar dari mobil dengan warna sangat mencolok itu.
Sama halnya dengan mobil, Seyra keluar dengan penampilan yang tak kalah mencolok. Gadis itu tidak memakai seragam sekolal melainkan pakaian bebas. Seyra mengenakan kaus hitam dilapisi dengan blazer longgar dan dipadukan dengan celana jeans serta sepatu Converse putih. Rambut panjangnya terikat dengan gaya half bun dan tak lupa sebuah kacamata hitam bertengger di hidungnya sehingga membuat gadis itu terlihat semakin angkuh dan dingin.
Seyra berjalan dengan langkah lebar menyusuri koridor sekolah. Raut wajah gadis itu terlihat sangat angkuh, setiap langkahnya menjadi perhatian bagi orang-orang yang dilewatinya. Ekspresi Seyra benar-benar terlihat menyeramkan saat ini. Tangannya mengepal kuat ketika mengingat ucapan Karina di rumah sakit.
Saat itu, Seyra benar-benar marah mendengar setiap penjelasan Karina mengenai siapa yang menjadi dalang orang yang menguncinya. Sejujurnya ia sudah bisa menebak orang yang menjebaknya, tapi tetap saja ia masih tidak menyangka ternyata mereka berdua benar-benar seberani ini.
Seyra berhenti di kelas XI IPA 3. Tanpa basa-basi dia membuka pintu kelas itu kasar.
“Seyra!” Seorang guru wanita yang sedang mengajar langsung menoleh terkejut pada gadis itu. Begitu pun dengan semua siswa yang ada di kelas ini. Mereka termangu melihat Seyra berjalan angkuh menuju meja belakang, aura gadis itu benar-benar dingin dan membekukan.
“Akhh!”
“SEYRA, APA-APAAN KAMU!” Guru itu berteriak terkejut ketka melihat Seyra menjambak rambut Mentari dan menariknya ke luar kelas. “SEYRA! LEPASKAN MENTARI!” Seyra tidak menyahut, menoleh pun tidak.
Mereka yang ada di kelas langsung berhamburan keluar mengikuti langkah Seyra yang menarik Mentari menuju lapangan sekolah.
“Le-lepas, Kak. Sakit,” Mentari mencoba melepaskan tangan Seyra dari rambutnya, tapi sulit.
PLAK! Seyra menampar kencang Mentari saat mereka sampai di tengah lapangan. Ketika memasuki kelas ia tidak melihat Gina, gadis itu akan ia beri pelajaran setelah ini.
“Bangsat lo, Mentari!” Bentak Seyra yang membuat Mentari termangu, “Berani-beraninya lo sama teman setan lo itu ngunci gue di ruangan penyimpanan olahraga! Gue udah bilang jangan macem-macem sama gue, anjing!” Seyra kembali menampar Mentani yang terlihat terkejut mendengar ucapannya.
Kerumunan yang ada di lapangan semakin ramai. Mereka juga terlihat terkejut mendengar ucapan Seyra. Para siswa yang ada di lantai atas pun ikut turun untuk menyaksikan pertengkaran itu.
Mentari menggeleng panik. “Ng-nggak bukan aku!”
Seyra tertawa sinis. “Lo pikir ruaangan penyimpanan olahraga gak ada cctv kayak toilet, hah?!” Mendengar itu Mentari langsung pucat. “Kalau mau berbuat jahat makanya pikir pakai otak, mentang-mentang bego gratis lo embat semuanya, dasar tolol!” Sentak Seyra dengan tatapan penghinaan.
Tangan Mentani mengepal, meski ia menatap Seyra dengan mata berkaca-kaca. Tetapi tidak dengan hatinya yang meradang karena tidak terima diperlakukan seperti ini. Sial! Sial! Kenapa dia bisa ceroboh sekali tidak memperhatikan cctv saat mengunci gadis sialan ini.
“Kak Seyra salah paham, itu… itu bukan aku,” kilah gadis itu dengan bercucuran air mata.
Seyra kembali menarik rambut Mentari lalu mencengkeram rahangnya kuat. “Bacot sialan! Udah kayak gini masih bisa ngelak juga. Gue punya rekamannya, apa perlu gue sebar, hm?”
Mentari mengerang sakit saat tubuhnya didorong kasar.
“Mentari!”
Tatapan Seyra berkilat dingin mendengar suara itu. Ia berbalih lalu menyeringai bengis saat mendapati Gina berdiri bersama kerumunan siswa. Gina yang baru saja kembali dari toilet langsung berlari ke tengah lapangan saat melihat keributan dan kerumunan di sana. Matanya sontak membola sempurna ketika melihat penyebab keribun itu.
Gina menegang ketika merasakan tatapan Seyra menghunus tajam ke arahnya. “Kenapa Kak Sey—”
PLAK!
Seyra melangkah cepat menghampirinya kemudian menamparnya tencang. Gina memegang sebelah pipinya yang terasa kebas. Saat ia mengangkat kepalanya sebuah tamparan kembali datang menghampiri pipi yang satunya tak kalah kencang.
PLAK!
Seyra kembali menampar gadis itu lalu menarik dan mendorongnya sehingga tersungkur jatuh di samping Mentari. Sudut bibirnya terangkat melihat Gina dan Mentari menatapnya dengan sorot ketakutan.
“Kenapa? Sakit? Gak terima, iya?” Tanya Seyra mengejek. “Ini sebagai bayaran kalian karena udah berani nyani gara-gara sama gue! Ngejebak dan ngunciin gue, seniat itu kalian mancing emosi gue, hah!”
Gina bergetar saat mendengar Seyra mengucapkan hal itu. Ia kemudian menoleh pada Mentari yang sedang terisak dalam keadaan berantakan lalu melihat pada sekitarnya, ramai sekali.
“Adonan spesial buat manusia-manusia bodoh kayak kalian.” Seyra menyorot rendah membuka tasnya lalu mengambil sesuatu yang sudah dia persiapkan sebelum berangkat tadi. Telur, terigu, dan botol yang berisi jus buah naga. Tersenyum miring, Seyra melemparkan semua itu pada Mentari dan Gina bergantian, tanpa belas kasih sedilit pun.
“Akhh! Am-ampun Kak!” Mohon Gina sambil terisak. Tubuhnya berpetar. Semua yang ada di sana bergedik ngeri melihat perlakuan Seyra, tidak ada yang membantu kedua gadis itu, mereka lebih memilih mencari aman dan menyaksikan tontonan gratis ini.
Di bawah sana kepalan tangan Mentari semakin kuat, seluruh tubuhnya lengket dan berbau amis. Matanya menyala penuh dendam dan kebencian, ia sangat tidak terima dipermalukan seperti ini.
“Seyra! Ini kenapa?” Maddy yang baru saja datang menyeruak membelah kerumunan, ia kemudian menghampiri sahabatnya yang sejak kemarin membuatnya khawatir karena tidak ada kabar sedikit pun. Di belakang Maddy, kelompok Gara pun ikut terkejut saat melihat semua itu, kecuali Kevin yang hanya berdiri tenang dengan satu tangan dimasukkan ke dalam kantung celana.
“Sey, ini kenapa sih? Kemarin juga lo ke mana? Kenapa gak ada kabar sama sekali, gue khawatir tau gak!” ‘Tanya Maddy bertubi-tubi.
Seyra menoleh lalu menghela napas pelan. Namun, belum sempat gadis itu menjawab, suara heboh dari kerumunan langsung menyita perhatian Seyra dan Maddy. “Eh, beneran anjing! Gila, gue gak nyangka Mentari sama Gina benar-benar ngejebak Seyra.”
“Ternyata tampang doang polos, anjir!”
“Hahaha gak nyangka banget gue, pantes Seyra semarah ini.”
Maddy langsung melihat ponselnya ketika mendengar teman-teman sekolahnya berkicau tentang Mentari dan Gina sambil melihat ponsel. Matanya melebar ketika menyaksikan rekaman video berdurasi singkat yang tersebar di akun gosip sekolahnya.
Seyra pun tak kalah terkejut melihatnya. Dia memang mempunyai sekaman cctv itu, tapi semua ini bukan perbuatannya. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Kevin dia sudah tau jawabannya.
Gara mengeraskan rahangnya melihat rekaman itu. Sementara Bran dan Bimo membelalak tak percaya, bagaimana bisa Mentari yang polos dan baik hati melakukan hal ini.
“Dasar polos-polos bangsat!” Hardik Maddy marah. “Berani banget lo ngunciin sahabat gue!” Maddy benar-benar tidak percaya bahwa Mentari berani melakukan hal ini pada sahabatnya.
Mata Mentari berkobar panik, wajahnya benar-benar sudah pucat saat mengetahui rekaman cctv itu sudah tersebar. Berbeda dengan Mentari, gadis di sebelahnya terlihat pasrah. Gina hanya tertunduk dengan bahu terkulai, dia hanya bisa pasrah dan menerima kejahatan mereka terbongkar.
“B-bukan aku, Kak!’ Mentari bersimpuh di hadapan Seyra. “Aku terpaksa ngelakuin itu. G-Gina ngancam aku. Kalau aku gak mau bantu dia buat ngejebak Kakak, dia bakal ikut bully aku. ‘Tolong maafin aku, aku sayang sama Kak Seyra. Aku gak mungkin ngelakuin itu dengan sengaja,” ungkap Mentari yang membuat semua orang terkesiap kaget.
Gina langsung menoleh terkejut ke arah sahabatnya.
“Gina… dia benci sama kelakuan Kak Seyra selama ini. Maka dari itu, dia buat rencana untuk jebak Kakak. Aku udah berusaha keras buat nolak dan berkali-kali jelasin kalau Kak Seyra gak seperti apa yang dia pikirkan. Tapi Gina gak terima, dia malah ancam dan bahkan sampai ngelakuin kekerasan sama aku.”
Mentari terisak saat mengatakan itu, ia menatap Seyra dengan air mata bercucuran sama sekali tidak mempedulikan ekspresi syok sahabatnya. “To-tolong maafin aku, Kak. Saat itu aku gak tau harus ngelakuin apa. Aku, aku gak punya pilihan selain nurutin semua kemauan Gina.”
Semua orang terkejut mendengar penuturan Mentari, sontak mereka semua langsung beralih menatap Gina penuh cemoohan.
Sementara Gina, terdiam membeku terlihat linglung dan kebingungan. “Mentari lo,” Suaranya tercekat, dia menatap Mentari berkaca-kaca.
Belum cukup sampai di situ, Mentari kembali berkata penuh ke~ *dihan. “Selama ini aku selalu anggap kamu sebagai sahabat terbaik aku, Gin. Tapi kenapa kamu ngelakuin ini sama aku? Kamu buat Kak Seyra dan semua orang semakin benci sama aku. Sebenarnya apa salah aku, Gina.” Mentari menunduk sambil sesekali mengusap air matanya.
“Gila! Lo jahat banget, Gin. Tega banget lo sama sahabat sendiri!” Seru salah satu siswa yang ada di kerumunan. Dan seruan itu memicu seruan dan hinaan lain kepada Gina yang masih terlihat seolah tengah kehilangan nyawa.
Gina menggeleng menatap Mentari penuh kekecewaan. “Gue – kenapa lo bilang kayak gitu, Tar? Gue gak pernah maksa lo ngelakuin itu, kita sama-sama mau waktu buat rencana jebak Kak Seyra,” terangnya dengan mata memerah.
Tangan Mentari mengepal, sekilas tatapannya terlihat tajam. Namun, secepat kilat berubah kembali seperti semula. “Gina, apa kamu sebenci itu sama aku? Bahkan, dalam keadaan kayak gini kamu masih bisa nuduh dan limpahin kesalahan kamu sama aku.”
Seyra menarik sudut bibirnya ke atas saat menyaksikan drama persahabatan itu. Ia melirik Gina yang terlihat masih termangu saat mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Mentari. “Miris,” gumamnya.
“Jadi, selama ini gue dibohongin,” gumam Gina tertawa miris dengan air mata yang ikut mengalir deras. “Gue selama ini belain lo mati-matian, tapi ini balasannya,” ucapnya pedih.
“Sekarang terserah kamu mau ngomong apa, Gin. Kalau dengan nuduh aku kamu bisa puas, lakuin. Aku gak punya apa pun lagi buat bela diri, aku benar-benar capek.” Mentari menggigit bibirnya menahan tangis,
“Mentari, lo menj—”
“APA-APAAN KALIAN INI!”
Seorang kepala sekolah datang berteriak marah menyela ucapgn Gina. Mata pria paruh baya itu melebar ketika melihat keadaan lapangan sangat berantakan. Ia semakin terkejut ketika tatapannya mengarah pada Gina dan Mentari, kondisi mereka benar-benar sangat acak-acakan.
“Ini semua perbuatan kamu, Seyra?” Tanya sang kepala sekolah marah. Sebelum ke lapangan, ia sudah terlebih dahulu mendapat laporan dari salah satu guru tentang Seyra yang sedang membuat keributan.
“Iya.” Seyra menyahut acuh.
Kepala sekolah itu mendesah panjang mendengar sahutan tanpa rasa bersalah itu. ““Kalian semua kembali ke kelas! Kecuali kamu Seyra, Gina, dan Mentari ikut saya ke ruangan,” perintahnya.
“Ayo, gue temenin ke ruangan kepala sekolah.” Maddy menggandeng lengan Seyra sembari melirik sinis Mentari dan Gina.
Mentari bangkit dan baru saja dia ingin melangkah pergi, sebuah tarikan di lengan mengurungkan niatnya.
“Kenapa lo ngelakuin ini?” Tanya Gina. “Tega banget lo nusuk gue, Mentari!”’ “Teriak gadis itu marah.
“Berisik!” Keluh Mentari sambil menghempaskan tangan Gina.
“Ini muka asli lo, Tar?”? Gina menggeleng kecewa.
Mentari tersenyum lalu mendekat. “Gina, gak usah terlalu kaget kayak gitu. Terkadang untuk meraih sesuatu kita harus sedikit berkorban demi sebuah kesuksesan,” katanya pelan. “Dan ya, saat ini aku juga lagi berkorban dengan cara mengorbankan sahabat tersayangku,” lontar Mentari dengan nada meremehkan dan itu sangat menusuk hati Gina.
Tangan Gina mengepal kuat, ““Mentari, lo benar-benar iblis!”
Mentari tertawa renyah. “Ngomong-ngomong makasih banget, ya, Gin. Selama ini kamu udah bela dan wakilin aku buat maki-maki Kak Seyra. Berkat kamu, aku jadi gak perlu susah payah nahan kesal sama cewek sialan itu,” lanjutnya sambil tersenyum lugu dan polos.
“Gue benar-benar nyesel pernah anggap lo sebagai sahabat gue, Mentari!” Desis Gina.
Mentari hanya mengedikkan bahu acuh lalu pergi meninggalkan Gina yang sedang berusaha keras menahan tangis dan isakan penuh kekecewaan yang saat ini dia rasakan.
I simply could not leave your website before suggesting that I really loved the usual info an individual
supply on your guests? Is going to be again continuously to investigate cross-check new posts
Here is my webpage: Bejad