55 Kiat Berpisah dari Barang
1. Buang jauh-jauh pikiran bahwa kita tidak mampu membuang barang.
Ketidakmampuan membuang sesuatu bukan bawaan Iahir; rasa tak mampu itu ada di pikiran kita belaka. Di bidang psikologi, ada istilah “ketidakberdayaan yang dipelajari”. Kita sebetulnya bisa menyingkirkan berbagai benda, tapi kita telanjur menyerah karena sudah gagal berulang kali.
Nyatanya, kita semua sebenarnya mampu berpisah dengan harta benda kita. Sekarang, kita harus tahu alasan mengapa sejauh ini kemampuan itu belum terwujud. Dan penyebabnya bukanlah sifat. Tidak ada yang salah dalam diri kita. Yang benar, kita belum punya “pengalaman membuang”. Kita tidak terbiasa membuang barang. Malah, sebaliknya; kita terbiasa menyimpan barang. Dulu saya tinggal di apartemen yang jorok, tapi sekarang menempati hunian yang minimalis. Kepribadian saya tidak berubah; saya sekadar belajar teknik dan menumbuhkan kebiasaan mengurangi segala hal yang berlebihan.
2. Membuang barang membutuhkan keterampilan,
Bayangkanlah kemampuan berbahasa: jika tidak pernah belajar bahasa Prancis, misalnya, tidak mungkin kita menguasai bahasa, itu secara tiba-tiba. Hidup minimalis pun begitu. Kita tidak akan bisa menguasai danshari, membereskan atau menyingkirkan barang, dalam semalam. Sudah banyak barang yang saya buang, tapi saya butuh lebih dari lima tahun untuk melakukannya, dbo. (Lebih cepat pun bisa saja.)
Tindakan membuang barang itu sendiri sama sekali tidak memakan banyak waktu. Hari pertama, kita membuang sampah. Hari kedua, kita menjual koleksi buku dan CD musik. Hari ketiga, kita menjual perangkat rumah tangga elektronik. Hari keempat, menjual atau menyumbangkan perabot besar. Butuh hanya sekitar satu pekan untuk mengurangi jumlah kepemilikan kita, tak peduli sebanyak apa barang yang kita miliki. Jadi, kendalanya tidak terletak pada membuang, melainkan saat mengambil keputusan. Namun, sama dengan keterampilan berbahasa yang akan meningkat jika diasah, proses membuang barang pun akan lebih lancar jika sering dilakukan. Semakin sering dilakukan, semakio singkat pula waktu yang kita butuhkan untuk mengambil keputusan, dan semakin mudah bagi kita untuk berpisah dari barangJadi, membuang barang adalah tentang keterampilan.
3. Dengan membuang, sebetulnya ada yang bertambah.
Sepintas, membuang barang memang mengesankan kondisi kehilangan. Nah, menurut saya, inilah saat yang pas untuk mengubah cara pandang kita. Mungkin tak terpikir sebelumnya, tapi menyingkirkan barang-barang berlebih sebetulnya memberi kita banyak hal. Contohnya saja: waktu, ruang, kebebasan, dan energi. Saya akan membahas hal ini secara lebih mendalam di Bab 4, tapi bisa saya katakan sekarang bahwa manfaat yang kita dapatkan bisa dibilang tak ada habisnya.
Saat hendak membuang sesuatu, wajar saja jika perhatian kita menjadi terpaku padanya karena benda itu ada di depan mata. Apalagi, manfaat yang akan kita dapatkan memang tak kasatmata whingga sulit terlihat. Tapi percayalah, kita akan mendapatkan bein banyak dibandingkan barang yang kita singkirkan. Alih-alih membayangkan kehilangan, mari ubah perhatian kita pada hal-hal yang akan kita dapatkan.
4. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa sulit berpisah dari barang.
Mungkin tidak banyak orang yang tiba-tiba, dalam semalam, memutuskan untuk mengurangi jumlah barangnya dan menjadj seorang minimalis. Seperti saya katakan sebelumnya, membuang barang adalah suatu bentuk keterampilan. Saat dilakukan pertama kali, menaruh barang ke kantong sampah atau menjualnya memang tidak mudah. Saya sendiri masih memiliki banyak benda yang belum juga disingkirkan. Tapi kita tidak perlu malu karenanya. Dan tidak perlu memaksakan diri menyingkirkan semuanya sekaligus dalam satu waktu. Menurut saya, kita justru perlu memikirkan alasan mengapa ada barang yang sulit sekali kita buang.
Coba ambil waktu sejenak dan berkonsentrasi pada tiap barang yang hendak disingkirkan. Tanyakan pada diri sendiri: di mana letak kesulitannya? Harganya yang mahal? Rasa bersalah’? Malu karena kita sebetulnya tidak pernah bisa memanfaatkan barang itu? Tidak enak pada pemberi barang? Merasa sedang menyingkirkan kenangan manis? Harga diri? Atau jangan-jangan karena memang lebih mudah membiarkan barang itu tetap di tempatnya?
Tidak apa-apa jika kita tidak bisa membuang banyak benda sekaligus. Yang penting, renungkanlah alasannya. Kenapa kita enggan? Jawabannya bisa jadi jauh dari dugaan kita.
5. Minimalisasi memang tidak mudah, tetapi tidak mustahil.
Menurut pengamatan filsuf Belanda, Baruch de Spinoza, saat seseorang mengucapkan kata “mustahil”, artinya orang itu sudah memutuskan bahwa ia tidak mau melakukan sesuatu. Sama halnya dengan membuang barang: meski kita sungguh-sungguh ingin berpisah dari benda-benda yang jumlahnya berlebih, rasa nyaman sebagai pemilik benda bisa saja lebih kuat.
Jika ini yang terjadi, jangan memaklumi perasaan itu hanya karena, misalnya, ada barang yang penuh kenangan, atau diberikan oleh sahabat baik, sehingga tak mungkin dibuang. Tak bisa dimungkiri, alasan-alasan indah ini pasti ada, namun biasanya alasan utama kita enggan membuang barang adalah karena membuang itu merepotkan.
Manusia cenderung memilih jalan yang termudah. Tak jaang, membuang barang membutuhkan upaya sehingga tentu lebih mudah bila suatu benda tidak perlu diapa-apakan. Tapi, kalau kita terus menunda-nunda, pada akhirnya kita akan dikelilingi terlalu banyak barang.
Jika kita betul-betul ingin hidup minimalis, jadikanlah keinginan itu sebagai prioritas paling utama.
6. Kapasitas benak, energi, dan waktu kita terbatas.
Dulu saya punya rekening di beberapa bank. Dompet saya gendut akibat banyaknya kartu ATM dan kredit. Secara fisik, kartu. kartu ini tidak terlalu menghabiskan tempat karena ukurannya yang tipis, tapi jelas menghabiskan kapasitas ingatan. Berapa ya, saldo di tiap rekening, dan kapan sebaiknya saya menarik uang? Bagaimana kalau kartu saya hilang, lalu ada yang mengambil dan menggunakannya? Lapor polisi saja sudah memakan banyak waktu.
Dengan otak berusia 50 ribu tahun, kita sebetulnya tidak bisa menghambur-hamburkan energi untuk kartu-kartu kecil itu ataupun benda-benda tambahan. Akan lebih bijaksana bila kita membersihkan sistem dan menghapus data yang tidak perlu agaf ktita bisa berfungsi secara lebih efisien dan bahagia.
7. Buang satu barang sekarang juga.
Mungkin kita berpikir akan mulai membereskan barang segera setelah menyelesaikan suatu pekerjaan yang sedang ditangani. Atau, kita berjanji pada diri sendiri akan melakukannya nand setelah lebih tenang. Tapi, kita semua tahu bahwa sepanjang kita masih diatur oleh benda-benda itu, hari yang kita bayangkan itu tak akan pernah terjadi.
Kita mengira tidak bisa menjadi minimalis sampai hidup kita sudah lebih tenang. Tapi, sebetulnya, kebalikannyalah yang benar: kita tidak akan tenang sampai kita menjalani hidup minimalis. Waktu yang selalu kita idam-idamkan sesungguhnya ada dalam genggaman, tapi harus kita ciptakan sendiri dengan cara berpisah dengan benda-benda berlebih. Oleh karena itu, “sekarang” adalah waktu yang tepat. Jadikan ini prioritas utama.
Membuang barang barangkali butuh keterampilan, tapi kita bisa bertindak tanpa menunggu keterampilan itu menjadi sempurna. Bahkan, jangan tunggu hingga selesai membaca buku ini. Cara terbaik untuk mengasah keterampilan adalah dengan mempraktikkannya: berpisah dengan barang. Mengapa tidak menutup buku ini sekarang dan mulai membuang sesuatu?
Jika menunggu hingga ada waktu, waktu itu tidak akan pernah ada. Inilah langkah pertama—saat ini juga—menuju hidup minimalis.