Jumat, 10 Oktober 2025
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)

Benarkah Ekonomi Kita Sedang Tidak Baik?

Tahun 2024 disebut sebagai tahun ketidakpastian. Ada indikasi tahun 2024 akan banyak direcoki berbagai problema perekonomian yang berat.

Oleh Bagong Suyanto
19 Juni 2024
di Kolom
A A
Pesimisme ekonomi

Meski keyakinan konsumen secara umum masih tergolong optimistis dengan ekonomi nasional, yakni di atas angka 100, bukan berarti kondisi ekonomi masyarakat sedang baik-baik saja. Survei Konsumen yang dirilis Bank Indonesia, Senin 10 Juni 2024, seluruh indeks dilaporkan mengalami penurunan. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), misalnya, dilaporkan turun 2,5 poin pada bulan Mei 2024 dibandingkan bulan sebelumnya.

Sementara itu, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) bahkan dilaporkan jeblok, turun hingga 4 poin. Indeks Penghasilan (IP) saat Ini dibandingkan dengan enam bulan lalu turun 4,3 poin, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) anjlok 4 poin, dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama terkoreksi 3,7 poin. Optimisme konsumen menyikapi kondisi ekonomi nasional pelan-pelan mulai terkikis, dan bahkan bukan tidak mungkin berganti dengan sikap pesimistis yang meragukan perkembangan kondisi ekonomi Indonesia di masa depan.

Situasi di bulan Mei 2024 secara umum tak lebih baik dibandingkan kondisi enam bulan sebelumnya. Sementara itu, yang mencemaskan adalah kondisi enam bulan ke depan, di bulan November 2024 bahkan diprediksi lebih buruk dibandingkan dengan kondisi saat ini. Tidak sedikit pelaku ekonomi yang was-was terhadap perkembangan kondisi ekonomi ke depan. Bukan tidak mungkin terjadi para pelaku ekonomi akan dihadapkan pada berbagai persoalan baru yang tak kalah memprihatinkan.

Pesimisme Ekonomi

Untuk memastikan agar target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai, kuncinya adalah bagaimana pemerintah mampu mendorong investasi dan memperkuat industri pengolahan yang berbasis ekspor, serta tetap menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi. Di tengah kondisi perekonomian global yang tengah lesu, harus diakui bukan hal yang mudah untuk meraih target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.

Di tahun 2024, ada banyak masalah yang mesti dihadapi Indonesia. Berbagai masalah yang menekan kondisi perekonomian nasional, mulai dari pelemahan dan menurunnya nilai tukar rupiah, masalah fiskal, rendahnya pendapatan negara dari ekspor, ancaman defisit anggaran, perang dagang antara Amerika dan Tiongkok, serta kerawanan kondisi geopolitik, semua niscaya turut serta menjadi batu sandungan bagi pemerintah untuk mendongkrak perekonomian nasional.

BACA JUGA:

Lampu Petunjuk

Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

Tidak sedikit pihak yang pesimis dengan target pertumbuhan ekonomi di rentang 4,9-5,2 persen sebagaimana ditetapkan pemerintah. Pemerintah sendiri, diaku atau tidak, ketika memutuskan target pertumbuhan ekonomi sesungguhnya tanpa ada keyakinan bahwa target tersebut akan bisa dicapai. Tak berlebihan jika tahun 2024 disebut sebagai tahun ketidakpastian. Bahkan, ada indikasi tahun 2024 kita akan banyak direcoki dengan berbagai problema perekonomian yang berat.

Saat ini posisi rupiah dilaporkan tak kunjung beranjak membaik. Menurut data Bank Indonesia, Rabu 12 Juni 2024, rupiah ditutup di level Rp 16.297 per dolar AS. Angka ini melorot 10 persen dalam setahun terakhir (year-on-year/yoy). Pelemahan nilai tukar rupiah ini tentu tidak hanya berdampak terhadap kemampuan atau daya beli masyarakat. Tetapi, juga akan membebani APBN. Secara teoretis, setiap rupiah melemah Rp 100 per dolar AS, maka belanja negara akan meningkat Rp 10,2 triliun. Meski pendapatan negara naik Rp 4 triliun karena menguatnya dolar AS, namun di saat yang sama akan menyebabkan defisit APBN sebesar Rp 6,2 triliun.

Akibat kelesuan pasar global, tidak sedikit perusahaan yang kini mulai terancam bangkrut. Berkurangnya permintaan pasar menyebabkan banyak perusahaan harus mengurangi kapasitas produksi. Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, sejak tahun 2023 tercatat jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Januari-Oktober mencapai 237.080 orang. Angka korban PHK terus konsisten meningkat selama periode tersebut dari 2.867 per Januari 2023 menjadi 45.576 per Oktober 2023.

Memasuki tahun 2024, terjadinya PHK di berbagai perusahaan polanya tidak berubah dan bahkan ada indikasi bukan tidak mungkin akan lebih parah. PHK dilaporkan telah terjadi di mana-mana, sehingga ke depan tekanan yang mesti ditanggung masyarakat bisa dipastikan makin berat.

Di Indonesia, sacara umum kondisi kesejahteraan masyarakat cenderung turun. Selama beberapa waktu terakhir, fenomena masyarakat makan tabungan makin meluas. Ini terlihat dari persentase saldo tabungan masyarakat yang semakin menurun. Berdasarkan data yang ada, diketahui rasio tabungan terhadap pendapatan mengalami tren penurunan sejak tahun 2019. Pada November 2019, rasio tabungan terhadap pendapatan masyarakat Indonesia sebesar 19,8%. Pada Oktober 2023 turun menjadi 15,7%. Meski per April 2024 rasio simpanan terhadap pendapatan masyarakat Indonesia kembali naik menjadi 16,7%, bila dibandingkan kondisi tahun 2019 rasio simpanan terhadap pendapatan mengalami tren penurunan. Ini tentu indikasi yang kurang menggembirakan.

Berdasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia, diketahui Indeks Penjualan Riil (IPR)  pada bulan April 2024 diperkirakan hanya tumbuh 0,1% yoy menjadi 243,2. Padahal, pada Maret 2023, IPR tercatat 235,4 atau tumbuh menanjak 9,3% yoy. Melemahnya IPR ini adalah indikasi kuat bahwa kemampuan konsumsi rumah tangga masyarakat mulai mengalami penurunan. Akibat inflasi, terutama inflasi pangan, maka kemampuan masyarakat untuk membeli produk kebutuhan hidup cenderung turun. Ketika gaji tetap dan sebagian berkurang atau bahkan hilang, bisa dipastikan kemampuan daya beli masyarakat akan merosot tajam. Pada titik ini, bisa dibayangkan apa yang bakal dihadapi masyarakat ketika kondisi perekonomian nasional makin lesu karena tekanan faktor eksternal.

Program Prioritas

Serangkaian kebijakan perlu dikembangkan pemerintah untuk meredam dampak kelesuan pasar global. Efek domino dari kondisi perekonomian global telah dirasakan, dan dari hari ke hari cenderung makin jelas. Untuk mengatasi hal ini, ada sejumlah upaya yang perlu dijadikan program prioritas.

Pertama, bagaimana dapat memperkuat daya beli masyarakat. Tidak hanya melalui pencairan program bantuan sosial, tetapi yang penting adalah bagaimana mendukung perkembangan lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat agar mereka tetap memiliki penyangga ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kedua, meningkatkan nilai tambah komoditas hasil produksi masyarakat. Jangan sampai terjadi komoditas yang dihasilkan masyarakat justru harganya kian tidak sebanding dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan. Sepanjang usaha yang ditekuni masyarakat tak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, jangan kaget jika usaha itu makin ditinggalkan masyarakat.

Ketiga, bagaimana mengembangkan kebijakan yang tidak semata pro pertumbuhan, tetapi justru kontraproduktif bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Dalam banyak kasus, ketika negara terlampau mengejar pertumbuhan ekonomi dan investasi tapi lupa pada kepentingan rakyat, jangan heran jika yang terjadi adalah proses marjinalisasi.

Topik: daya beli masyarakatekonomi nasionalphk
SendShareTweetShare
Sebelumnya

Lebaran Haji Masyarakat Betawi

Selanjutnya

Melanjutkan Wacana Post-Caknurian

Bagong Suyanto

Bagong Suyanto

Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga, Surabaya

TULISAN TERKAIT

Lampu Petunjuk

Lampu Petunjuk

11 Juli 2025
Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

10 Juli 2025
1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

27 Juni 2025
Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

27 Juni 2025
Selanjutnya
Selanjutnya
Post-Caknurian

Melanjutkan Wacana Post-Caknurian

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Cover buku "The Great Gatsby"

The Great Gatsby: Kemewahan, Cinta, dan Kehampaan

9 Oktober 2025
Hector and The Search for Happiness: Perjalanan Menemukan Arti Kebahagiaan

Hector and The Search for Happiness: Perjalanan Menemukan Arti Kebahagiaan

6 Oktober 2025
The Sentence: Kisah Pribumi, Luka Sejarah, dan Ketahanan Hidup yang Tak Padam

The Sentence: Kisah Pribumi, Luka Sejarah, dan Ketahanan Hidup yang Tak Padam

30 September 2025
Versi Hard Cover pada Buku 3726 MDPL

3726 MDPL: Titik Tertinggi Belajar Melepaskan

29 September 2025
Poster-poster kegiatan IIBF 2025

IIBF 2025: Upaya Peningkatan Literasi dan Tantangan Industri Penerbitan Buku di Indonesia

24 September 2025
Bertahan di Zaman Modern: 36 Tahun Berdirinya Pustaka Al-Kautsar

Bertahan di Zaman Modern: 36 Tahun Berdirinya Pustaka Al-Kautsar

22 September 2025

© 2025 Jakarta Book Review (JBR) | Kurator Buku Bermutu

  • Tentang
  • Redaksi
  • Iklan
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Masuk
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In