Kita baru saja merayakan Idul Adha 1445 H. Di Betawi sering juga disebut Lebaran Haji. Disebut begitu karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji, yang dilakukan umat Islam dari seluruh dunia.
Pada saat ini, terjadi muktamar sangat besar karena dihadiri oleh jutaan manusia Muslim. Mereka bertakbir, bertahmid, dan bertahlil hampir sepanjang waktu. Mereka bertemu dan berdiskusi di sela istirahat ibadah haji. Menangis minimall merenungi apa yang mereka pernah lakukan di masa lalu ketika mereka hidup di Tanah Air.
Mereka berniat haji untuk bertobat dan membersihkan dari berbagai perbuatan tidak terpuji atau bahkan pernah merasa bersalah telah menyekutukan Tuhan. Di saat inilah mereka bersimpuh memohon ampun.
Setelah selesai melaksanakan ritual ibadah haji, mereka menyembelih hewan kurban, berupa kambing, domba, unta, dan lain-lain.
Sementara di luar Haramain, umat Islam dunia, termasuk umat Islam di Betawi, usai salat idul Adha, juga melaksanakan penyembelihan hewan kurban, berupa kambing, domba, sapi dan kerbau. Hal itu mereka lakukan demi melaksanakan ibadah penyempurna ibadah lainnya.
Dahulu di Betawi pelaksanaan ibadah kurban setelah salat Idul Adha sangat meriah. Disaksikan oleh masyarakat dan pengurban, mereka berkumpul untuk antre mendapatkan daging kurban buat dimasak; disop, disate atau disemur kalau binatang kurbannya kerbau.
Jika hewan kurbannya sapi, jarang disemur, karena kebanyakan orang Betawi kurang menyukai daging sapi kalau disemur, kecuali untuk dijadikan kuliner Soto Betawi.
Kurban di Betawi: Tradisi Berkumpul Keluarga Besar
Buat masyarakat Betawi, Hari Raya Idul Adha, bukan sekadar lebaran biasa, meski tidak seramai Lebaran Idul Fitri. Jika Lebaran Syawal semua keluarga yang berada satu wilayah, atau yang sudah menetap di wilayah lain, kembali ke kampung halamannya untuk merayakan lebaran bersama keluarga besar.
Tetapi, untuk Lebaran Haji, tidak seperti itu. Karena Lebaran Haji hanya terjadi beberapa hari saja, maka banyak di antara mereka yang tidak pulang ke kampung halaman untuk merayakannya.
Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon saja dan saling mengucapkan selamat berlebaran. Setelah itu, mereka kembali ke kehidupan seperti biasa. Jika ada di antara mereka ada yang niat berkurban, maka mereka melaksankan penyembelihan hewan kurban.
Kemudian, selesai penyembelihan hewan kurban, dan membagikannya kepada mereka yang berhak, mereka mengambil sebagisn saja dan memasak daging kurban, entah untuk disate, disop atau disemur. Tapi kebanyakan dari mereka lebih memilih dimasak jadi sate untuk dimakan bersama keluarga besar di Betawi.
Karena memang mereka telah mempersiapkan bahan untuk membuat sate, mulai dari alat pembakaran, arang, tusuk sate, bimbu-bumbu dan lain sebagainya. Setelah semua dinyatakan sudah matang dan siap disantap, mereka berkumpul, ngariung kata orang Sunda, untuk menyantap bersama keluarga besarnya.
Ada yang menyantap sate dengan sajian kuliner ketupat sayur, ada juga yang menyantapnya dengan nasi yang menang sudah tersedia. Mereka menyantapnya dengan penuh syukur dan ceria sebagai bukti rasa syukur atas rezeki yang diperoleh.