Yogyakarta – Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Komunitas Kretek menggelar bedah buku Nicotine War karya Wanda Hamilton, Sabtu (5/3/2022). Dipilihnya buku ini karena dinilai bukan hanya sebagai buku perang melainkan politik pengetahuan.
Buku ini mengungkap dengan gamblang bagaimana politik dagang farmasi dalam berbisnis nikotin. Seperti disampaikan Sosiolog UGM, AB Widyanta, Nicotiana Tobacum L, telah menjadi arena pertarungan kuasa yang akan senantiasa mengkonsolidasikan berbagai strategi yang kompleks melalui perlengkapan, manuver, teknik dan mekanisme tertentu.
“Ada relasi kuasa pengetahuan dalam hal ini. Ada pertarungan politik yang keras. Kita wajib menjaga agar kebenaran tidak dikorbankan, menjaga kedaulatan bangsa dan negara, termasuk kedaulatan hukum,” ungkapnya.
Koordinator Nasional Komunitas Kretek (2010-2016), Abhisam Demosa menambahkan sebenarnya perusahaan farmasi ingin merebut dan mematenkan nikotin tetapi tidak bisa. Akhirnya, perusahaan-perusahaan memproduksi Nicotine Replacement Therapy (NRT).
“Karena nikotin itu alami dia tidak bisa dipatenkan, jadi mereka membuat senyawa mirip nikotin. Ini membawa dampak pada Indonesia karena kita punya kretek,” jelasnya.
Kretek sejak dulu telah digerogoti oleh pihak asing, padahal kretek adalah kedaulatan bangsa Indonesia, 90 persen produksinya dari dalam negeri dan diproduksi oleh masyarakat negeri sendiri. Akar kebudayaan kretek dinilai sangat kuat mengakar di masyarakat sampai kini.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu pembicara sekaligus arsiparis muda, Muhidin M Dahlan mengkategorikan Nicotine War sebagai buku perang. Menurutnya, semula merokok adalah aktivitas normal, namun seiring waktu diubah menjadi pembinasaan manusia, penyebab kemiskinan dan memperluas pengangguran.
Nicotine War, dinilai pula sebagai buku yang sarat akan kepentingan ekonomi dan politik. Hal itu terlihat bagaimana nikotin ingin direbut kemudian dipatenkan, yang sayangnya hal tersebut tidak bisa dilakukan.
“Kampanye perang terhadap rokok berdampak serius terhadap regulasi dan penyempitan ruang industri hasil tembakau. Hal ini terbukti, bagaimana peraturan-peraturan yang eksesif yang diterbitkan oleh pemangku kebijakan syarat akan kepentingan,” pungkasnya. (ST/JBR)