Sabtu, 20 September 2025
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)

Membijakkan Sabar dan Ikhlas di Kota Suci

Ajaran tentang sabar dan ikhlas yang selalu digelorakan kepada para jamaah haji hendaknya tidak dimanipulasi untuk membenarkan perilaku buruk.

Oleh Ahsan Jamet Hamidi
10 Juli 2025
di Kolom
A A

Setelah menyelesaikan ritual umrah di hari pertama di Kota Mekkah, rombongan berjalan menuju terminal bus untuk kembali ke hotel. Di tengah jalan, saya melihat sebuah amplop putih yang terinjak-injak oleh ribuan pejalan kaki. Saya memungut amplop itu, namun urung membuangnya ke tempat sampah karena ternyata berisi uang. Melihat tindakan itu, tiga petugas kebersihan tampak membuntuti sambil berulang kali mengucapkan, “Assalamu’alaikum…” tanpa saya pahami maksudnya. Namun, ada rasa tidak nyaman.

Saya mengajak M. Rivai Abbas (Kapusdik Kementerian Perdagangan RI), yang fasih berbahasa Arab, untuk membantu berkomunikasi dengan polisi penjaga Masjidil Haram. Kami sampaikan bahwa ada temuan amplop ingin kami serahkan kepada polisi. Namun, polisi dan tentara—dari yang pertama hingga ketiga—selalu menolak dengan sikap aneh: menggeleng-gelengkan kepala, bahkan berusaha menjauhkan tangan mereka dari amplop itu. Ada juga yang akhirnya menyarankan agar kami mengambilnya saja, meski ada pula yang menyarankan agar diserahkan ke loket Lost and Found.

Kami memutuskan untuk tidak menyerahkannya ke loket Lost and Found, yang saat itu pun belum kami ketahui lokasinya. Namun, pelaporan kami kepada tiga petugas berbeda membuat para penguntit berhenti mengikuti. Akhirnya, kami sepakat: uang pecahan 5 riyal tersebut dibagikan kepada orang-orang yang kami asumsikan membutuhkan, dengan satu niat: “Ya Allah, saya memberikan uang ini kepada para fakir miskin, meneruskan niat baik dari orang yang kehilangan uang ini. Terimalah amal ini.” Hari itu juga, uang tersebut habis terdistribusi, lega sekali rasanya

Kejadian-Kejadian yang Menguji

Kejadian kedua, saya bersama beberapa manula selesai melakukan sa’i. Apes, tidak ada satu pun yang membawa gunting untuk memotong rambut. Tiba-tiba, seorang perempuan bercadar dengan gestur ramah menyodorkan gunting putih tajam untuk kami gunakan. Usai memotong rambut, saya mengembalikannya dengan ucapan terima kasih. Perempuan itu menerimanya sambil berkata, “Hadiah, hadiah…” Oh, rupanya dia meminta imbalan atas peminjaman gunting tersebut. Kami buru-buru memberikan beberapa lembar uang, lalu segera pergi.

BACA JUGA:

Lampu Petunjuk

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

Religi, Reklamasi, dan Korupsi

Kejadian ketiga, sebuah ponsel milik teman sekamar jatuh di sela-sela kursi bus saat perjalanan wisata. Dengan bantuan pelacak milik anaknya, keberadaan ponsel itu bisa terus dipantau meski jauh dari Pondok Ranji. Selama tiga hari, lokasinya berpindah-pindah antara Mekkah dan Thaif. Akhirnya, setelah tiba di pool bus, petugas kebersihan menemukannya dan menyerahkannya ke kantor. Dengan demikian, ponsel itu dapat dengan mudah diambil kembali oleh pemiliknya dalam keadaan aman dan utuh.

Kejadian keempat, teman sekamar saya harus membeli kursi roda untuk mendampingi istrinya beribadah. Sang istri mengalami masalah jantung dan tidak kuat berjalan jauh. Kursi roda itu menjadi penyelamat untuk aktivitas ke Jamarat, tawaf, hingga sa’i. Saat menunggu sang istri yang sedang ke kamar kecil, seseorang datang meminjam kursi dengan bahasa yang tidak kami pahami. Hanya terdengar kalimat, “For my mom…” sambil menunjukkan isyarat bahwa kursi akan dikembalikan. Setelah dua jam menunggu, kursi roda itu tidak kembali — hilang tanpa jejak.

Kejadian kelima, ketua rombongan kami naik taksi dari Sektor 4 menuju Sektor 9. Biaya disepakati sebesar 30 riyal. Di tengah jalan, sopir taksi meminjam ponsel penumpang untuk membuka Google Maps, namun tidak mengembalikannya hingga tiba di lokasi. Sesampainya di depan hotel, sopir menunjukkan argometer sebesar 100 riyal, dan jika tidak dibayar, ponsel tidak akan dikembalikan. Penumpang akhirnya menyerah dan membayar, meski dengan perasaan tidak ikhlas.

Kejadian keenam, rombongan kami akan berpindah dari Mekkah ke Madinah dengan bus yang telah disiapkan oleh syarikah (penyelenggara lokal). Penumpang dan barang sudah dimuat ke dalam bus, namun sopir (berkebangsaan Mesir) tidak juga berangkat. Setelah ditelusuri, ia mengaku tidak bisa jalan tanpa Google Maps, tetapi tidak memiliki pulsa internet. Kami lalu memberinya 50 riyal. Di tengah jalan tol, sopir cadangan mengeluh tidak punya uang untuk makan, sehingga kami kembali memberinya 50 riyal. Dengan tambahan itu, perjalanan pun lancar hingga tiba di Madinah.

Sesampainya di hotel, kami merasa lega dan berharap semua drama itu usai. Namun, dugaan itu keliru. Tas-tas kami diturunkan dengan kasar oleh beberapa petugas syarikah. Setelah selesai, mereka segera mendatangi ketua rombongan untuk meminta uang jasa dengan sangat agresif dan kasar. Kami terlibat perdebatan sengit karena kendala bahasa. Mereka menggunakan bahasa Bengali atau Arab, sementara kami memakai bahasa Inggris. Intinya, kami baru akan membayar setelah tas-tas dinyatakan aman.

Mereka menolak—harus dibayar saat itu juga. Kami jelaskan bahwa panitia telah memberi mereka upah. Mereka tidak mau mengerti. Tensi percakapan makin meninggi hingga akhirnya menarik perhatian petugas keamanan hotel dan mengusir para pekerja itu dari hotel. Drama terakhir berakhir dengan napas sedikit tersengal.

Realitas Sabar dan Ikhlas

Menjumpai sampah bekas air mineral yang menumpuk di toilet umum, taman-taman, dan sepanjang jalan menuju Jamarat, atau MCK yang penuh dengan kotoran manusia karena ketiadaan air bersih, adalah hal biasa yang sehari-hari terlihat. Sementara itu, para petugas kebersihan lebih banyak berdiri di tengah atau di pinggir jalan sambil membuka kantong plastik, dengan wajah memelas, mengucapkan salam sebagai pertanda meminta sedekah.

Saya bersyukur mampu melewati dinamika itu dengan rasa yang—meski jauh dari sempurna—masih mengarah pada usaha untuk bisa bersikap sabar dan ikhlas. Ada kalanya muncul emosi, marah, kecewa, namun tetap tak berdaya. Pastinya, saya tidak akan menyalahkan panitia penyelenggara haji Indonesia. Seluruh peristiwa di atas mungkin juga dialami oleh para panitia haji dari Indonesia. Mereka pun kerap menjadi korban dari sebuah budaya suatu bangsa yang sama sekali tidak bisa kami pahami. Meski bangsa Arab telah lebih dari 1.400 tahun berpengalaman dalam mengelola ibadah haji, namun membangun orientasi pelayanan itu sungguh tidak mudah.

Saya berusaha mengingat sebuah pesan bahwa Allah sudah memberi panduan agar manusia tetap bersikap sabar dan ikhlas dalam setiap peristiwa yang telah dan akan dialami. Namun, keikhlasan dan kesabaran itu rasanya berada jauh di dasar lautan yang begitu dalam. Saya harus berusaha keras untuk melatih mental agar dapat meraihnya. Saya sadar betul bahwa sabar dan ikhlas adalah senjata mujarab untuk mencapai kematangan jiwa. Mungkin, justru karena itulah keduanya tidak mudah diraih.

Di luar urusan itu semua, saya tetap mengingatkan kepada para penyelenggara haji, para penjaga Tanah Haram, bahwa ajaran tentang sabar dan ikhlas yang selalu digelorakan kepada para jamaah haji hendaknya tidak dimanipulasi untuk membenarkan perilaku buruk yang bertentangan dengan ajaran agama. Pelayanan terbaik kepada jamaah haji—yang kerap disebut tamu Allah—adalah mutlak. Mereka tidak datang ke Kota Suci secara cuma-cuma, merengek dan meminta belas kasihan kepada manusia. Mereka juga bukan hanya wisatawan yang diharapkan menguras isi kantongnya untuk berbelanja semata.

Menjaga Kota Suci Mekkah dan Madinah harus dilakukan dengan kesucian jiwa, yang benar-benar termanifestasi dalam praktik. Salah satunya adalah dengan memberikan pelayanan terbaik kepada tamu Allah secara jujur dan adil, menjaga kebersihan lingkungan, mencegah kejahatan, serta menghukum pelakunya secara adil. Hal itu menjadi prasyarat bagi tumbuhnya jiwa-jiwa yang sabar dan ikhlas.

Bacaan terkait

Pergi Haji: Terbentuknya Jaringan Ulama Betawi

Rahasia Haji dan Umrah dalam Arar al-Hajj Al-Ghazali

Al Gaddafi Pergi Haji: Di Mana Kita Harus Mulai Meragukannya?

Topik: hajikota suci Makkahsabar dan ikhlas
SendShareTweetShare
Sebelumnya

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

Selanjutnya

Lampu Petunjuk

Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Anggota Dewan Pengarah Sekber Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB), Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Tangerang Selatan, Wakil Sekretaris LPCRPM Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

TULISAN TERKAIT

Lampu Petunjuk

Lampu Petunjuk

11 Juli 2025
1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

1 Muharram: Momen Kebangkitan Spiritual Kita

27 Juni 2025
Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

Ugly, Bad and Okay Mining: Pertambangan Indonesia di Persimpangan Jalan

27 Juni 2025
Religi, Reklamasi, dan Korupsi

Religi, Reklamasi, dan Korupsi

21 Juni 2025
Selanjutnya
Selanjutnya
Lampu Petunjuk

Lampu Petunjuk

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Slow Productivity, Cara Baru Menikmati Pekerjaan

Slow Productivity, Cara Baru Menikmati Pekerjaan

16 September 2025
Cover buku dan film La tresse

Buku “La tresse” Karya Laetitia Colombani akan Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia

15 September 2025
Buku “The Anxious Generation” Sudah 75 Minggu Menempati New York Times Bestseller

Buku “The Anxious Generation” Sudah 75 Minggu Menempati New York Times Bestseller

11 September 2025
Ringkasan Habit is Power: Jika Ingin Sukses Hindari 14 Kebiasaan Buruk Ini

Ringkasan Habit is Power: Jika Ingin Sukses Hindari 14 Kebiasaan Buruk Ini

10 September 2025
Ciri Publik Melek Politik, Peminat Buku Politik Makin Tinggi

Ciri Publik Melek Politik, Peminat Buku Politik Makin Tinggi

4 September 2025
AJI Jakarta Buka Konseling Jurnalis Peliput Aksi Massa

AJI Jakarta Buka Konseling Jurnalis Peliput Aksi Massa

2 September 2025

© 2025 Jakarta Book Review (JBR) | Kurator Buku Bermutu

  • Tentang
  • Redaksi
  • Iklan
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Masuk
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In