Jakarta, JBR (4/9/2025) – Kenaikan penjualan dari buku-buku bertemakan perlawanan atau sosial politik menjadi atensi di beberapa hari ini. Toko-toko buku yang berada di kawasan jakarta menempatkan buku perlawanan atau sosial politik sebagai bestseller. Minat baca dari orang-orang yang membeli buku tersebut tidak luput dari situasi dan kondisi sosial politik dalam negeri.
Hal itu dikatakan oleh Erik Ardiyanto, sebagai pengamat politik dan juga penulis dari buku “Komunikasi Politik, Aktivisme dan Sosialisme”. Menurutnya, peminatan terkait bacaan politik ataupun perlawanan tidak luput dari situasi dan kondisi saat ini. Bukan hanya buku, tetapi literasi lain di dalam media sosial.
“buku-buku sosial politik atau bernuansa pergerakan seperti Tan Malaka, kembali naik ke permukaan karena faktor situasi politik. Seperti di tahun 2000-an ketika buku-buku dari Tan Malaka dijadikan bahan diskusi di beberapa fakultas, khususnya ilmu sosial” ujar Erik dalam wawancara bersama JBR.
Faktor lain yang memengaruhi minat baca terhadap buku-buku peristiwa perlawanan dan juga sosial politik adalah komunikasi dari pemerintah yang buruk. Menurutnya, masalah-masalah komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak mengalami pembenahan. Proses menukar informasi kebijakan publik menjadi keresahan masyarakat.
“Kecenderungan pemerintah dalam merespon kritikan publik itu tidak pernah mengarah ke hal-hal yang substansial. Terdapat gap antara pemerintah dengan masyarakatnya. Jadi, proses komunikasi yang buruk membuat masyarakat ingin melihat dunia komunikasi politik lebih dalam” tambah Erik.
Buku menjadi kebutuhan akan literasi
Kebutuhan masyarakat akan literasi di dunia sosial politik-pun menjadi faktor yang disebut oleh Erik Adiyanto. Menurutnya, untuk mengetahui beberapa proses pengambilan keputusan di kalangan pejabat, perlu belajar dari keadaan masa lalu. Buku-buku yang berlatar peristiwa tahun 65′ dan juga 98′ menjadi bahan pembelajaran bagi publik.
Meningkatnya tokoh-tokoh dalam literasi dan politik, juga menjadi bahan publik untuk mengetahui kondisi sekarang ini. Berkembangnya media digital dan juga akses literasi juga membuat publik lebih kritis. Buku dan juga literasi politik menjadi bahan dasar bagi mereka yang ingin melihat proses politik secara utuh.
Pada peristiwa aksi massa yang terjadi di beberapa kota di Indonesia disebabkan karena beberapa faktor. Kondisi politik yang sedang tidak stabil, daya beli menurun, dan banyaknya pegawai yang terkena PHK belakangan ini, menjadi salah satu faktor buku-buku tersebut diminati. Peristiwa yang menjadi atensi nasional tersebut menarik perhatian masyarakat untuk mengetahui akar permasalahannya.
“Selain informasi yang ada di media sosial, pengetahuan dasar yang tentu ada di dalam buku. Informasi-informasi yang tersebar di masyarakat itu kan berawal dari berita, media sosial, dan para ahli. Dari situ memungkinkan orang untuk menelusuri hal lebih dalam’ jawab Erik, Pengamat Komunikasi Politik.
Bagi mereka yang ingin belajar komunikasi politik
Menurut Erik, buku-buku pengantar komunikasi politik dan juga pemikiran dasar menjadi awal yang baik bagi mereka yang ingin belajar. Sembari membaca buku tersebut, Erik juga menyarankan untuk mengetahui hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari.
“mulai dari melihat berita politik, kita nanti akan paham cara media bekerja seperti framing media. Dalam beberapa pernyataan tokoh politik, nanti kita akan paham media handling, dan lain sebagainya” Jawab Erik ketika ditanya oleh JBR.
Bagi orang-orang yang merasa jauh dari pengaruh keputusan politik, mereka hanya saja belum menyadari efeknya. Padahal, setiap aktivitas yang kita lakukan sehari-hari, beriringan dengan keputusan politik. Mahalnya kopi yang dijual di kedai kopi favorit, harga bahan bakar, pembangunan taman, dan buka-tutup jalan. Itu semua melalui proses politik.
Dengan mengikuti beberapa akun berita di media sosial, mendengarkan para ahli berbicara di seminar, dan bergabung organisasi saat kuliah, merupakan suatu langkah untuk mengetahui proses di balik pengambilan keputusan. Sehingga publik dapat meningkatkan pengetahuan dan pola pikirnya untuk mengetahui peristiwa-peristiwa politik, akhir-akhir ini.
Reporter: Dimas Yusuf
Editor: Abdul Rahman Ma’mun
Foto: Dokumen Pribadi untuk JBR