Kamis lalu (31 Juli 2024) saya menerima sebuah paket yang dikirimkan oleh Turos Pustaka. Isinya buku terbaru yang diterbitkan oleh Turos berjudul “Pengantar Filsafat: Memahami Gagasan Pokok Para Filsuf dari Aristoteles hingga Ibnu Sina”. Buku ini adalah terjemahan dari Maqashid al-Falasifah karya Hujjatul Islam Imam al-Ghazali. Ini terjemahan pertama kitab tersebut dalam bahasa Indonesia. Karena itu, kita perlu memberikan apresiasi yang tinggi kepada Turos.
Pertama, Turos berani menerbitkan buku baru yang belum pernah diterbitkan oleh penerbit lain. Kedua, Turos berani menerbitkan sebuah buku dengan genre yang pembacanya cukup spesifik, sekalipun dalam beberapa hal acapkali populer. Ketiga, menerjemahkan sebuah buku filsafat dalam bahasa Arab bukanlah pekerjaan mudah, karena sekadar bisa bahasa Arab saja tidak cukup, melainkan penerjemah mesti mampu memahami diskursus filsafat itu sendiri.
Untuk yang terakhir ini saya memiliki pengalaman sendiri membaca sebuah buku terjemah bergenre “Kalam” dari sebuah penerbit lain yang kualitas hasil terjemahnya sangat jelek (kebetulan saya punya edisi Arabnya). Sekalipun penerjemahnya lulusan sebuah perguruan tinggi ternama di Timur Tengah, tapi tampaknya penerjemah tersebut tidak menguasai banyak diskursus dalam disiplin pemikiran filosofis (dalam hal ini “Kalam”). So, congrats Turos… Semoga penerbitan tanah air semakin marak dan semakin baik kualitasnya.
Saya mendapatkan buku ini karena mengikuti diskusi bedah bukunya yang diselenggerakan oleh Turos Pustaka dengan menghadirkan Dr. Fahruddin Faiz sebagai pembedah, seorang dosen filsafat UIN Sunan Kalijaga–yang acap kali saya ikuti podcast-nya karena sering memberikan inspirasi tersendiri bagi saya. Bedah buku tersebut dilaksanakan pada 25 Juli 2024. Lebih dari 200 orang mengikuti bedah buku yang dilaksanakan secara daring tersebut.
Pada sesi kedua tanya-jawab moderator bertanya di kolom chat, “Apakah di antara penanya ada yang memiliki latar belakang studi filsafat?” Maka, saya jawab, “Saya alumnus dari Sadra.” Saya mengawali pertanyaan dengan memperkenalkan diri dan menyapa Dr. Faiz bahwa sudah lama saya ingin silaturahmi dengan beliau, tapi baru kali ini tercapai di tengah segala keterbatasan pertemuan daring. Ada 2 yang saya ajukan, sebuah tanggapan dan sebuah pertanyaan. Pertama, saya menanggapi penanya di sesi pertama yang ringkasnya menyatakan bahwa yang terjadi dalam Tahafut at-Tahafut (yang merupakan kelanjutan dari buku ini) adalah kritik filsafat terhadap filsafat.
Bagi saya, bukan seperti itu yang terjadi, melainkan kritik “Kalam” terhadap Filsafat. Kalam berbeda dari Filsafat, karena kedua disiplin ini memiliki metode, pendekatan, objek kajian, dan tujuan yang berbeda, yang dampak sederhananya keduanya akan berbeda dalam kaidah-kaidahnya dan dalam menyikapi logika berikut turunannya. Menanggapi tanggapan saya ini, Dr. Faiz menyatakan, dalam Tahafut kritiknya adalah filsafat dengan intensi teologis (Kalam).
Kedua, saya bertanya seberapa validkah tulisan Hujjatul Islam al-Ghazali dalam kitabnya ini (Maqashid al-Falasifah) atas tradisi filsafat, khususnya Masyaiyyah? Pertanyaan ini bukan meragukan kapabilitas beliau, melainkan murni akademik, dengan dua alasan mengapa saya menanyakan hal ini. Pertama, saya belum pernah membaca kitab ini karena fokus kajian saya sebenarnya adalah Filsafat Politik. Kedua, Hujjatul Islam al-Ghazali tidak dibesarkan dalam tradisi filsafat. Beliau dibesarkan dalam tradisi Syafi`iyyah-Asy`ariyyah. Bahkan beliau sendiri menyatakan dalam kitab ini, koreksi jika saya keliru, bahwa beliau baru belajar filsafat ketika akan menulis kitab ini.
Kita tahu bahwa Syaikh ar-Rais Ibn Sina saja tidak memahami Uthulujiyyah–yang sebenarnya ditulis oleh Plotinus–meski sudah 40 kali membacanya. Beliau baru memahaminya ketika menemukan sebuah karya dari al-Mu`allim ats-Tsani al-Farabi yang menjelaskannya. Pembahasan dalam Maqashid al-Falasifah difokuskan kepada tradisi Masyaiyyah yang kelak akan menjadi sasaran kritik Hujjatul Islam dalam Tahafut al-Falasifah.
Ketiga, tidak seperti disiplin lain, secara khusus filsafat adalah disiplin yang bersifat ‘elitis’. Kerumitan pembahasannya bahkan dimulai sejak penggunaan istilah. Dampak positifnya, disiplin ini bersifat elitis. Dampak negatifnya, disiplin ini dihujat, dicerca, bahkan dinyatakan biang kekufuran. Sementara peradaban sebelah menyatakan justru ilmu adalah induk ilmu pengetahuan. Munculnya kedua dampak ini sesungguhnya mencerminkan sifat elite dari disiplin ini yang hanya bisa didekati melalui perantaraan seorang guru.
Dengan demikian, pertanyaan saya mengenai seberapa valid sesungguhnya tulisan Hujjatul Islam al-Ghazali mengenai Filsafat, khususnya Masyaiyyah, adalah sebuah pertanyaan yang sebenarnya akademik–dan kebetulan saya belum baca kitab ini.
Sayangnya, keterbatasan waktu menghalangi Dr. Faiz menjawab pertanyaan ini. Hanya saja, beliau menekankan bahwa kita harusnya setia pada keheranan kita, termasuk keheranan yang saya sampaikan melalui pertanyaan tersebut. Lagi-lagi, sebuah ‘pancingan’ yang menginspirasi dari Dr. Faiz.
Saya akan baca buku ini. Bahkan saya sudah terpikir sebuah tulisan mengenai buku ini. Sebuah tulisan yang terdiri dari 3 bagian besar: mengenai buku ini, hasil pembacaan atas buku ini, dan refleksinya langsung kepada sumber. Tampaknya akan menarik. Mungkin setelah kesibukan saya di kampus yang sekarang akan saya coba realisasikan. Insya Allah… Meski begitu, saya coba berikan sedikit review berdasarkan dari hasil browsing-an saya mengenai buku ini.
Judul asli buku ini adalah Maqashid al-Falasifah, kurang lebih berarti “Maksud-maksud Para Filsuf”. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali menulis buku ini dengan maksud untuk menjelaskan konsep-konsep kunci dan argumen dari Filsafat Yunani, khususnya Aristoteles. Sampai di sini mesti diketahui bahwa tradisi Aristotelian masuk di dunia Islam awalnya melalui tradisi Neoplatonik yang dikembangkan oleh Plotinus. Seperti diketahui, Theology adalah salah satu karya Plotinus yang banyak dipelajari oleh para filsuf Muslim awal. Perkembangan selanjutnya dari pemikiran al-Mu`allim ats-Tsani al-Farabi dan Syaikh ar-Rais Ibn Sina, biasa dikenal dengan Madrasah Masyaiyyah di Dunia Islam, sebuah penerjemahan langsung dari Peripatetik.
Melalui buku ini sesungguhnya Hujjatul Islam mengajarkan sebuah tradisi intelektual yang sangat baik. Bahwa upaya untuk memahami secara menyeluruh akan konseo-konsep kunci dan argumen filsafat sangat penting sebelum mengkritiknya. Dengan menyajikan tinjauan filsafat yang ringkas, namun ia bertujuan membekali para pembacanya agar terlibat dengan argumen-argumen filosofis secara kritis dan menghargai kekuatan dan kelemahan konsep-konsep ini. Baginya, “Inna radda al-madzhabi qabla fahmihi wal ithla`i `ala kunhihi huwa ramyun fi `amayah” (Sesungguhnya menolak sebuah mazhab sebelum memahaminya dan menelaah keadaannya laiknya melempar dalam kebutaan).
Terdapat beberapa tema penting dalam buku ini. Setidaknya ada 3 ciri khas dari buku ini. Pertama, Hujjatul Islam al-Ghazali berusaha menyajikan berbagai topik filsafat, seperti logika, metafisika, fisika, dan psikologi. Kedua, sekalipun tidak secara khusus membahas tentang Aristoteles, buku ini lebih cenderung membahas perkembangan dari tradisi Peripatetik di dunia Islam. Ketiga, seolah beliau sengaja menuliskan kitab ini untuk menunjukan bahwa beliau memiliki kapabilitas untuk mengkritik filsafat dalam karya lanjutannya, Tahafut at-Tahafut.
Berhubung saya belum membaca buku ini. Saya akan hadirkan saja beberapa komentar mengenai buku ini dari para intelektual:
1. “Buku ini adalah pengantar penting pertama bagi siapa saja yang ingin mempelajari Filsafat Islam.” (Sulayman Dunya)
2. “Dalam Maqashid al-Falasifah, al-Ghazali telah memberikan ringkasan yang jelas tentang prinsip-prinsip utama dari Filsafat Peripatetik. Eksposisinya jelas dan sistematis, mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang subjek ini. Karya ini menunjukkan ketelitian intelektual al-Ghazali dan kemampuannya untuk terlibat dengan ide-ide filosofis yang kompleks.” (M.M. Sharif)
3. “Maqashid al-Falasifah karya al-Ghazali adalah bukti dari penguasaannya atas tradisi filosofis Yunani dan Islam. Buku ini berfungsi sebagai jembatan antara pemikiran filosofis Yunani dan dunia Islam, menyoroti peran al-Ghazali dalam sejarah intelektual Islam.” (W. Montgomery Watt)
4. “Maqashid al-Falasifah karya Al-Ghazali menyediakan sumbangsih yang akurat dan penuh wawasan tentang doktrin-doktrin filosofis pada masanya. Pendekatannya deskriptif maupun analitis, yang memungkinkan pembaca untuk menghargai kedalaman kritiknya dalam karya-karya berikutnya, seperti Tahafut al-Falasifah.” (George Hourani)
5. “Karya ini adalah bacaan penting bagi siapa saja yang tertarik pada filsafat Islam. Maqashid al-Falasifah karya Al-Ghazali menawarkan eksposisi yang jelas tentang sistem filosofis yang memengaruhi pemikiran Islam, dan menetapkan panggung untuk karya-karya kritisnya yang akan datang. Ini adalah teks yang penting untuk memahami konteks intelektual dari filsafat Islam Abad Pertengahan.” (Oliver Leaman)
6. “Dalam Maqashid al-Falasifah al-Ghazali menunjukkan kemampuan analitis yang luar biasa dalam menyajikan dan mengevaluasi pemikiran filsafat yang berkembang pada masanya. Karya ini tidak hanya penting sebagai pengantar ke filsafat Islam, tetapi juga sebagai landasan untuk kritik filosofis yang lebih dalam yang dilakukan oleh al-Ghazali.” (Henry Corbin)
7. “Al-Ghazali dalam Maqashid al-Falasifah dengan jelas menunjukkan pemahamannya yang mendalam tentang filsafat Aristotelian dan Avicennian. Eksposisinya yang sistematis dan jernih menjadikan karya ini sebagai sumber yang berharga bagi siapa pun yang ingin memahami Filsafat Islam dan pengaruh Yunani terhadapnya.” (Dimitri Gutas)
8. “Maqashid al-Falasifah merupakan kontribusi yang penting dari al-Ghazali dalam upayanya untuk menjembatani pemahaman antara filsafat dan teologi Islam. Karya ini memberikan gambaran komprehensif tentang pemikiran filosofis yang memengaruhi dunia Islam dan menunjukkan kecerdasan serta ketelitian intelektual al-Ghazali.” (Fazlur Rahman)
9. “Dalam Maqashid al-Falasifah al-Ghazali menawarkan analisis yang jernih dan mendalam tentang prinsip-prinsip utama filsafat pada masanya. Buku ini menunjukkan kemampuan al-Ghazali untuk menyusun pemikiran yang kompleks dalam bentuk yang dapat diakses dan dipahami, menjadikannya karya yang penting dalam tradisi Filsafat Islam.” (Majid Fakhry)
10. “Maqashid al-Falasifah menunjukkan kemampuan al-Ghazali untuk memahami dan menyampaikan kompleksitas pemikiran filsafat. Buku ini memberikan pandangan yang mendalam tentang bagaimana pemikiran Yunani diterima dan diadaptasi dalam konteks Islam, menjadikannya referensi penting dalam studi sejarah intelektual Arab.” (Muhammad Abed al-Jabiri)
11. “Maqashid al-Falasifah adalah bukti keahlian al-Ghazali dalam menguasai dan menyajikan ide-ide filosofis. Karya ini tidak hanya berfungsi sebagai jembatan antara pemikiran filosofis dan teologis, tetapi juga sebagai dasar bagi kritik-kritik yang lebih mendalam dalam karya-karya Al-Ghazali berikutnya.” (Seyyed Hossein Nasr).
12. “Sebagai pengantar kitab Tahafut al-Falasifah yang bercorak kritis-evaluatif, dengan buku ini Imam al-Ghazali mengajari kita bahwa pemahaman yang mendalam atas sesuatu sebelum mengkritiknya adalah keharusan.” (Fahruddin Faiz).
Last but not least, saya senang dengan ekspedisinya. Buku ini dikirimkan dengan paket yang cukup rapi dengan bubble wrap yang cukup tebal. Sehingga buku yang saya terima ini dalam kondisi yang sangat baik. Untuk pengiriman sebagai hadiah saja Turos Pustaka mengurusnya dengan rapi. Apalagi bila dikirimkan pembelian.
Okay, sampai di sini saja. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada Turos Pustaka. Semoga Turos Pustaka semakin maju dan semakin berkah. Sukses juga untuk seluruh personelnya.
Bacaan terkait
43 Rute Perjalanan Hidup ala Imam al-Ghazali
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, Kisah Hidup Dan Pemikiran Sang Pembaru Islam