Membaca buku ini asyik. Seru. Bahkan meski diulang beberapa kali, tak membosankan. Dibaca dari bagian mana saja, tak masalah. Suka-suka. Kita bisa pilih judul apa yang akan kita kunyah. Sebagai informasi, tulisan-tulisan dalam buku ini awalnya dimuat sebagai kolom mingguan di harian berbahasa Inggris The Jakarta Globe.
Begitu yang saya rasakan saat membaca kumpulan catatan pendek bertajuk Faces & Places ini. Desi Anwar, jurnalis TV senior, sekaligus penulis buku ini mampu membawa pembaca untuk turut bersamanya bertualang ke 50 tempat, baik di pelosok tanah air maupun luar negeri. Oh ya, travelling yang dilakukan penulis selain perjalanan jurnalistik, ada juga yang murni healing.
To The Point
Gaya bahasanya yang straight to the point juga mampu membuat pembaca seolah-olah ikut dalam perbincangan hangat yang dilakukan Desi Anwar saat bertemu 35 tokoh-tokoh penting nasional dan internasional. Dengan detail, Desi Anwar yang pernah diganjar status Wartawan Utama oleh Dewan Pers Indonesia (2011) ini menuliskan kesan dan kekaguman pribadi, serta sketsa verbal yang ia tangkap saat berusaha memahami dan terhubung dengan lingkungan barunya.
Sebagai jurnalis kawakan yang sudah lama malang melintang, tokoh-tokoh dan tempat-tempat dalam buku ini boleh jadi hanya sebagian kecil pengalamannya. Tentunya, masih ada banyak lagi orang-orang penting yang ia sapa dan tempat-tempat yang ia singgahi, namun belum sempat dibukukan.
Kisahnya saat bertemu saat langsung dengan Dalai Lama di McLeod Ganj, di dataran tinggi Dharamsala, India utara, Provinsi Himachal, dekat Pegunungan Himalaya terasa menggetarkan. Ia menggambarkan lanskap McLeod Ganj dengan indah. Kota kecil tertata yang menaungi kantor-kantor pemerintah Tibet di pengasingan. Selain itu, juga dilengkapi biara, kuil, chorten atau stupa dan gelondongan doa, serta institut pendidikan yang mengajarkan seni dan kerajinan Tibet kepada anak-anak muda (hal 15).
Lantas siapa Dalai Lama? Ya, dia pemimpin spiritual Tibet yang memimpin pemerintahan Tibet di pengasingan, di Dharamsala, sejak 1959. Tepatnya ketika dia dan 100 ribu warga Tibet mengungsi dari penindasan China ke India. Desi Anwar menuliskan Dalai lama sebagai tokoh inspiratif dan sumber kekaguman orang seluruh dunia yang tersentuh oleh pesan perdamaian dan anti kekerasannya. Dalai Lama juga sudah menulis banyak buku bertema mengenal seni kebahagiaan, membuka diri terhadap cinta, menghadapi kehidupan dan kematian serta menemukan jati diri. Karya-karyanya mudah dicerna, terutama mereka yang akrab dengan gagasan berpikir positif dan bermeditasi untuk memperbaiki diri serta akal budi.
Pada bagian lain, Desi Anwar mengisahkan perjalanan healing-nya ke Bhutan. Ia menuliskan, untuk menuju Bhutan dari Indonesia sebenarnya tidak sulit. Karena ada operator tur yang bisa mengatur semuanya. Petualangan penulis dimulai di Paro, satu-satunya kota di Bhutan yang memiliki dasar lembah yang cukup rata untuk dijadikan landasan pendek.
Meski begitu, tidak mudah pesawat mendarat di landasan itu. Karena dua perbukitan yang sangat berdekatan itu membuat pilot harus bermanuver ekstrim. Jika cuaca berawan, pesawat bisa kembali ke Kolkata sekitar 45 menit dari Paro untuk mengisi bahan bakar lagi dan kembali mencoba mendarat tanpa menabrak bukit.
Latar belakang penulis membuatnya mudah mendeskripsikan detail keindahan Bhutan yang luasnya kira-kira sama seperti Swiss. Negeri gunung dan lembah serta sungai seperti foto di kartu pos. Pohon pinus, sawah berundak-undak, dan rumah yang seragam di lereng serta tertutup salju. Indah sekali, bukan.
Tak melulu tentang perjalanan luar negeri, penulis juga mengisahkan tripnya ke banyak tempat di tanah air, seperti Bali, Lombok, Yogyakarta, Pulau Belitung, dan Malang. Setiap tempat yang ia jelajahi, ia selalu punya catatan unik dan menarik. Ia tak hanya sekedar bertandang dan menikmati kota tujuan, tapi juga melakukan semacam riset dan membuat analisis kritis berdasarkan pengamatannya yang melihat segala sesuatu dari angle berbeda. Ya, nalurinya sebagai jurnalis membuatnya peka menangkap banyak fenomena yang barangkali mengusik rasa ingin tahunya.
Dalam tulisannya tentang Lombok, Desi Anwar menyebutkan ada sisi liar dan kasar di Lombok. Penduduk Lombok terlihat seolah-olah menganggap kehidupan memperlakukan mereka secara kurang adil dan memandang tamu dengan kurang hangat. Itu sebabnya banyak wisatawan yang memilih pulau-pulau terpencil di lepas pantai Lombok untuk berlibur tanpa ada gangguan dan tatapan usil serta segala perhatian tak menyenangkan.
Pada bagian lain, penulis mengisahkan pertemuannya dengan Kitaro, pemusik dan komposer legendaris asal Jepang. Desi Anwar merasa terpukau dengan pembawaan musisi yang yang bersahaja, suaranya yang lembut, dan sikap hormatnya kepada orang lain. Berbicara dengan Kitaro membuatnya menyelami konsep bermusik sang musisi, bahwa musiknya bukan berasal dari dalam tapi dari alam sekitar yang mendapat suara dalam sintesis selaras musik gubahan komposer.
Desi Anwar juga menceritakan pengalamannya ketika mendapat undangan menghadiri pidato Barack Obama di Universitas Indonesia. Serangkaian aturan harus ia taati untuk bisa masuk ke venue. Ia harus bangun jam 4 pagi dan berkumpul di Senayan jam 5 pagi untuk diangkut naik bus menuju kampus UI. Padahal, Obama baru akan tampil jelang tengah hari.
Penulis menggambarkan situasi di balairung yang banyak orang berpakaian hitam dengan earphone di telinga dengan posisi strategis, dengan mata tajam seperti elang. Seperti berada di film Hollywood. Meski begitu, penulis merasa terkesan dengan sapaan Obama yang terasa menyentuh sisi romantis dan sisi sentimentil semua yang datang.
Secara keseluruhan buku ini bisa menjadi panduan bagi siapa pun yang ingin melancong jauh. Faces & Places juga relevan dibaca kapan saja. Gaya bahasanya yang lugas dan membumi membuat siapa saja bisa mencerna tulisan Desi Anwar sekaligus membayangkan seandainya berada dalam posisi dan situasi yang dialami penulis. Meski setiap bagian ia tulis secara singkat, namun informatif dan inspiratif. Lebih dari itu, buku ini memberikan banyak perspektif berbeda dalam memandang banyak fenomena sosial sekaligus menyelami ide-ide yang bisa muncul dari siapa saja dan kapan saja.
Identitas Buku:
Judul : Faces & Places
Penulis : Desi Anwar
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, 2016
Tebal : 382 halaman
ISBN : 978-602-03-2489-0
Peresensi : Yeti Kartikasari