Hidup ini Hanya Milik Para Pemberani
Fondasi utama keberhasilan seseorang dalam semua pekerjaan adalah keberanian yang mendorongnya untuk terus berusaha. Dengan keberanian, ia tidak akan mundur sampai memperoleh apa yang diinginkannya.
Para pejuang tidak akan mencapai keberhasilan tanpa memiliki sifat mulia ini. Keberanian dapat menjadikan seseorang mampu menguasai berbagai persoalan penting dan mampu mengatasi berbagai kesulitan.
Keberanian adalah batas tengah-tengah antara dua sifat hina, pengecut, dan ceroboh. Dalam sifat pengecut terdapat keteledoran dan dalam sifat ceroboh terdapat kengawuran, sedangkan dalam sifat berani terdapat keselamatan.
Keberanian dibuktikan dengan terus maju dengan penuh kemantapan, dan mundur dengan penuh keteguhan.
Keberanian ada dua, yaitu keberanian moril dan materil. Keduanya merupakan bagian penting dalam kehidupan. Keberanian materil mendorong seseorang untuk membela tanah air dan dirinya sendiri dari hal-hal buruk yang membahayakan, serta mengalahkan musuh-musuh dalam rangka memuliakan bangsa. Hal ini terus dilakukan hingga Allah swt. menghendaki kemenangan untuk dirinya dan kehancuran bagi musuh-musuhnya. Apabila menang, berarti ia telah mengalungkan sutera kemuliaan dan perhiasan kehormatan pada negeri dengan ikatan-ikatan rasa bangga. Namun, apabila belum berhasil menggapai apa yang dicita-citakan, ia tetap mendapatkan pahala sebagai seorang pejuang yang ikhlas.
Adapun keberanian moril menolak kezaliman penguasa yang sewenang-wenang dan mencegah kesesatan orang yang kehilangan pedoman. Juga memberikan petunjuk pada bangsa dengan nasihat yang bermanfaat menuju jalan yang lurus dan terang untuk dilalui.
Apabila keberanian ini hilang, penguasa zalim akan semakin sewenang-wenang, kesesatan semakin berkembang, dan bangsa ini akan berjalan di luar jalur yang benar. Sehingga dampaknya akan sangat buruk.
Apabila keberanian materil seperti itu hilang, negara akan seperti barang jarahan yang dibagi-bagi serta kehilangan sesuatu yang berharga. Teriakan bangsa tidak lagi dihiraukan, sedangkan perusak dan penjarah terug melakukan kejahatan dan tidak ada seorang pun yang mampu mencegahnya. Jika demikian, negara berada dalam bahaya yang amat besar.
Rakyatnya akan dijadikan sebagai budak tak berdaya yang tunduk pada tongkat sang penguasa. Lalu muncul bencana besar yang menghapus karakteristik bangsa tersebut dan memusnahkan kemerdekaan dalam kehidupannya, sehingga menjadikan bangsa lenyap atau musnah. Beginilah jika bangsa terjangkit sifat pengecut baik secara moril maupun materil.
Apabila bangsa bertindak ceroboh dalam mempertahankan eksistensinya, kemungkinan besar mereka akan tertimpa bencana seperti halnya ketika mereka dilanda ketakutan. Karena ketika bangsa bertindak melakukan perlawanan tanpa persiapan yang matang maka akan berakibat buruk juga.
Jika seseorang harus memilih antara dua hal, yaitu bertindak ceroboh atau apatis, maka sikap mana yang lebib paik bagi bangsanya?
Jawabannya tentu saja bahwa dalam sikap apatis sama sekali tidak mengandung kebaikan. Adapun dengan sikap ceroboh, terkadang pelakunya masih memperoleh apa yang diinginkannya.
Akan tetapi yang pilihan terbaik adalah ditanamkannya mental pemberani dalam diri setiap individu bangsa, karena keberanian merupakan benteng yang kokoh dan tempat berlindung yang aman.
Anak-anak muda, jadilah pemberani! Pegang erat tali keberanian tersebut. Jangan biarkan penyakit takut serta tayuan untuk bertindak ceroboh bersarang di hati kalian, Sifat apatis termasuk bagian dari kebodohan, dan sifat ceroboh termasuk bagian dari ketololan, sedangkan sifat pemberani merupakan akhlak orang-orang yang beriman.
Solidaritas di Atas Segalanya
Ada orang Badui menghadap Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, lalu ia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, kami mengalami masa paceklik selama tiga tahun. Tahun pertama telah melelehkan lemak, tahun kedua telah menghabiskan daging, dan tahun ketika telah menyedot sumsum. Sementara engkau memiliki kelebihan banyak harta, salurkaniah harta-harta itu ke jalan Allah swt. bagikanlah kepada hamba-hamba-Nya. Apabila harta-harta itu untuk manusia, mengapa tidak diberikan kepads mereka?. Apabila harta-harta itu untuk dirimu, sedekahkanlah. Sesungguhnya Allah swt. mencintai orang-orang yang bersedekah.”
Hisyam berkata, “Apakah ada keperluan lainnya?” Orang padui tadi menjawab, “Aku datang kepadamu dari tempat yang jauh, tersengat panasnya matahari dan terhempas dinginnya malam, sama sekali bukan untuk kepentingan pribadi, tapi demi kepentingan umat.”
Kemudian Hisyam memerintahkan agar diambilkan sebagian harta untuk dibagi-bagikan kepada sesama, dan memerintahkan orang Badui agar harta tersebut dibagi-bagikan kepada kaumnya.
Anak-anak muda, orang badui ini memiliki jiwa yang besar, perasaan yang baik, dan semangat yang luar biasa untuk peduli terhadap kaumnya sendiri dan bangsa lainnya. Hal itulah yang mendorongnya untuk tidak memonopoli keuntungan selain untuk umum, karena ia mengerti dengan penuh keyakinan bahwa kemewahan kehidupan pemimpin yang kaumnya hidup dalam kesengsaraan merupakan kehidupan yang hina.
Bagaimana mungkin orang yang berakal sehat bisa merasa rela hidup dalam kemewahan, sementara orang-orang di sekelilingnya hidup dalam kesengsaraan?
Bagaimana ia tidak gelisah melihat kesengsaraan telah melanda semua lapisan bangsa, sementara ia tidak peduli dengan penderitaan yang dirasakan rakyatnya dan ia tidak ikut merasakan sakit atas penderitaan mereka?
Ketidakpedulian itu hanya dimiliki orang yang perasaannya tidak peka, tak punya simpati, dan moralnya hancur, Orang yang tidak peduli terhadap kehidupan yang serba sulit dan ia tidak mau ikut merasakannya, ia sama sepertj binatang yang tidak mengerti makna hidup, dan hanya memaknainya sebagai tempat untuk bersenang-senang, makan, dan minum.
Sifat kebinatangannya serta yang lebih merusak kehidupan sosial adalah orang yang berusaha mencari keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan kepentingan bangsa, sedangkan ia tahu bahwa hal itu membahayakan dan merugikan orang banyak serta pukulan telak bagi kehidupan sosial.
Sebetulnya orang seperti ini merupakan beban berat bagi masyarakat, dan jenis penyakit yang sangat berbahaya dalam tubuh bangsa.
Bukankah orang yang berperangai demikian semestinya sadar bahwa perbuatannya dapat merugikan dirinya sendiri, Bukankah ia tahu bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat dan kelakuannya dapat membahayakannya? Tidakkah ia paham bahwa kerugian yang menimpa masyarakat ini dirasakan oleh tiap-tiap individu? Ataukah ia menduga bahwa ia bisa selamat dari perbuatan buruknya dan bebas dari akibat buruk yang dilakukannya?
Jika ia menduga demikian, sungguh dugaannya sangat geliru. Kita sering melihat ada seseorang yang mengupahayakan bangsanya sendiri untuk mencari keuntungan pribadi, dan bahaya tersebut pastinya akan mengenai dirinya sendiri. Contoh-contoh kasus seperti ini sangat panyak dan tak terhitung jumlahnya.
Ingatlah, ada satu kaum yang telah Allah swt. berikan pagar pembatas antara mereka dan kebenaran. Secara zahir terdapat rahmat di dalamnya, tapi hakikatnya yang ada di dalamnya hanyalah siksaan. Mereka berusaha menundukkan otoritas bangsa dan melemahkan kekuatannya serta menghilangkan haknya dan membiarkan bangsa dalam keadaan lemah serta hina. Perbuatan tersebut sama sekali tak memiliki manfaat bagi mereka dan tidak pula membawa keuntungan, kecuali hanya sekadar pujian dari penguasa atau keceriaan di wajah-wajah mereka.
Kalaupun mereka mendapatkan keuntungan materi, keuntungan tersebut tidak dapat menggemukkan dan tidak dapat menghilangkan kelaparan. Namun perbuatan itu hanyalah kemunafikan dan riya’ yang mendorong orang-orang sepertinya memuji perbuatan-perbuatan orang yang egois, bahkan mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik. Padahal mereka sangat mengetahui bahwa merekalah yang sebenarnya menyebabkan keruntuhan bangsa. Juga mengupayakan sesuatu yang dapat melemahkan bangsa, dan melakukan tindakan yang dapat menghancurkan bangsa. Mereka adalah orang-orang yang sesat dan menyesatkan, dan mereka adalah seburuk-buruknya makhluk.
Anak-anak muda, jauhilah perbuatan-perbuatan sepertj mereka. Selamatkanlah diri kalian dari buruknya perangaj mereka, dan janganlah kalian seperti para pengikut Abu Firas al-Hamdani yang mengatakan,
“Mengapa aku harus menghubungkan perbuatanku, bukankah kematian itu pasti datang kepadaku. Tatkala aku mati karena kehausan, apakah nanti ada tetesan hujan yang turun?”
Namun, jadilah kalian bagian dari orang-orang yang mengajak pada kemaslahatan bersama yang menyerukan,
“Jika hujan dapat memakmurkan bumi tempat tinggalku, mudah-mudahan hujan deras. Jika tidak, tidak perlu turun dan tidak perlu membasahi bumiku.”
Jadilah orang-orang yang mendapatkan petunjuk untuk menuju sebuah jalan yang lurus.
Jangan Berlindung di Balik Topeng Kemuliaan Palsu
Saya telah mengamati banyak tingkah laku dan perangai manusia dan telah meneliti jiwa mereka, hingga saya menyimpulkan bahwa tidak ada seorang pun yang tidak mengakui dirinya mulia.
Bertanyalah kepada orang yang pandai dan orang yang bodoh, orang yang shalih dan orang yang jahat, orang yang ikhlas dan orang yang munafik. Bertanyalah kepada setiap orang yang berperangai baik atau pun buruk, mereka semua pasti akan menjawab bahwa mereka merupakan orang yang mulia.
Setiap orang boleh saja mengaku mulia, hanya saja tida, setiap orang akan menganggap benar pengakuannya selama belum dibuktikan kebenaran klaim tersebut. Jika tidak, semuanya akan menjadi kacau dan tidak jelas duduk persoalannya.
Banyak orang yang menganggap bahwa kemuliaan terletak pada kekayaan, dan dengan kadar kekayaan yang dimilik ia membanggakan diri, sombong, dan meremehkan orang-orang yang lemah serta tidak menghargai orang-orang fakir.
Namun anehnya, orang-orang yang memiliki kemuliaan palsu ini justru mendapatkan pendukung-pendukung setia yang menjunjung tinggi kedudukannya, bahkan ada pula yang menghinakan diri dan bertekuk lutut di hadapan kedua kakinya. Terkadang mereka melakukan penghormatan itu tidak mendapatkan apa-apa yang dapat membantunya untuk menutupi kebutuhan dan memperbaiki kehidupannya. Namun, hal itu hanya terjadi karena kemunafikan atau kehinaan serta akibat kesalahan dalam mendidik mereka dan penyakit akhlak yang menjangkiti mereka.
Seandainya orang yang mengaku mulia sebab melimpahnya harta kekayaannya mengetahui bahwa keadaannya bisa berubah total karena pengaruh zaman, hingga ia menjadi sniskin setelah kaya raya dan menjadi serba kekurangan setelah hidup serba berkecukupan, orang-orang yang dulu menghormatinya berubah merendahkannya, dan orangorang yang Gulu mendekatinya berbalik menyakitinya, Orang tersebut pasti akan melepas sifat membanggakan diri dan enggan seperti itu lagi.
Sementara, ada golongan lain yang menganggap bahws kemuliaan adalah kekuatan fisik yang menjadikannya meremehkan orang-orang yang lemah. Meski mereka termasuk orang-orang yang berakal sehat dan cerdas yang mampu mewujudkan cita-citanya setinggi bintang Orion.
Seandainya orang yang demikian sadar bahwa singa lebih berani dan lebih kuat darinya, dan unta lebih kuat dan kokoh badan serta tulang-tulangnya, dan keduanya lebih utama darinya, tentu ia akan menarik kembali anggapannya. Dia juga akan kembali merasa rendah dan tidak Mmengunggul-unggulkan diri dengan kekuatannya.
Kelompok lainnya beranggapan bahwa kemuliaan terletak pada kesehatan seseorang di saat bangsa sedang sakit, kemapanannya di saat bangsa menderita, kekuatannya di saat bangsa sedang lemah, kemajuannya di saat bangsa sedang mengalami kemunduran, kemuliaannya di saat bangsa sedang hina, dan keagungannya di saat bangs, dalam keadaan terhina.
Seandainya mereka mau berpikir sedikit, pasti mereka tahy bahwa anggapannya keliru, dan sadar bahwa mereka telah tertipu oleh nafsunya. Jadi orang yang mulia adalah orang yang menjadi mulia sebab kemuliaan bangsa, ia hidup sebab kemakmuran bangsa. Apabila bangsa menjadi hina, ia juga akan menjadi hina. Apabila bangsa hancur, ia juga ikut hancur.
Kemuliaan yang sejati dan keagungan yang teguh hanya milik orang yang penuh wibawa, berbudi luhur, bersih hatinya, berilmu, serta aktif dalam berdakwah dan giat mencari ilmu. Jadi siapa saja yang melakukan hal itu, ia termasuk orang yang baik hatinya dan bersih perilakunya dalam pandangan masyarakat.
Orang bodoh yang suka menyepelekan orang-orang yang pandai, tidak memedulikan orang-orang yang berpikiran sehat, tidak mau merangkul para ulama, dan tidak senang melihat umat Islam maju, sangat tidak mungkin menjadi mulia dan dihormati.
Orang yang bertindak sewenang-wenang terhadap kemaslahatan bangsa, memonopoli kepentingan bangsa meremehkan dan berusaha menghancurkan mereka demi kepentingan pribadinya sendiri, sama sekali tidak dianggap mulia dan terhormat.
Orang yang mulia adalah orang yang mengabdi dengan sepenuh hati kepada bangsa, menjunjung tinggi martabat negerinya, rela terhina demi keluhuran tanah airnya, dan rela mati demi keberlangsungan kehidupan bangsanya sendiri.
Inilah kemuliaan yang sesungguhnya, anak-anak muda. Berpegang teguhlah kalian dengan tali kemuliaan sejati ini, karena itu adalah tali Allah swt. yang kokoh. Berlindunglah kalian ke dalam benteng kemuliaan sejati, karena itu adalah benteng Allah swt. yang kuat.
Sesungguhnya bangsa ini telah memanggil kalian untuk mengabdi kepadanya, penuhilah panggilan itu. Bangsa ini telah mengulurkan tangannya, maka ulurkanlah tanganmu dan bantulah mereka dengan apa saja yang dapat menjadikan mereka bangkit. Bantulah mereka dengan kekuatan yang kamu miliki, pasti kamu akan hidup dengan kehidupan yang lebih baik dan dapat menggapai derajat yang tinggi.