Firasat dan Kepribadian
FIRASAT ADALAH antusias atas keadaan-keadaan batiniah (yang tak terlihat) berdasarkan pada pertanda-pertanda lahiriah (yang kasat mata). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Mizaj (kepribadian) bisa berupa jiwa, bisa juga berupa sarana jiwa dalam berbagai aktivitasnya (aktivitas mental). Namun, apa pun wujud dari kepribadian tersebut, berbagai bentuk fisik yang terlihat ataupun perilaku batiniah yang tak terlihat senantiasa dipengaruhi oleh jenis kepribadiannya. Bila konsepsi ini benar, analisis atas keadaan-keadaan batiniah (yang tak terlihat) berdasarkan pertanda-pertanda lahiriah (yang terlihat atau kasat mata) tadi sudah sejalan dengan konsep sebab akibat (kausalitas) yang menegaskan bahwa terjadinya suatu keadaan akan menyebabkan timbulnya keadaan yang lain. Jadi, tak diragukan bahwa teori atau konsep ini valid.
Keutamaan Iimu Firasat
Dalil-dalil tentang keutamaan ilmu firasat dapat kita temukan di dalam al-Quran, sunah, dan logika.
Dalil-dalil dari al-Quran, antara lain sebagai berikut.
1. Firman Allah, “Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda (al-mutawassimiin).” (QS. al-Hijr [15]: 75)
2. Firman Allah, “..Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya…” (QS. al-Baqarah [2]: 273)
3. Firman Allah, “Dan engkau benar-benar akan mengenal mereka dari nada bicaranya…” (QS. Muhammad [47]: 30)
4. Firman Allah, “…Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud…” (QS. al-Fath [48]: 29)
Dalil-dalil dari sunah, antara lain Sabda Rasulullah saw., “Jika memang di dalam umat ini ada sosok muhaddats (orang yang mendapat bisikan Tuhan), dia adalah Umar.”
Dalil berdasarkan akal, antara lain:
Pertama, manusia adalah makhluk sosial. Dengan demikian, seorang individu tidak mungkin lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Namun di sisi lain, tidak semua manusia baik. Sementara itu, ilmu firasat dapat mengantarkan kita untuk mengetahui baik buruknya kepribadian manusia. Oleh karena itu, keberadaan ilmu firasat amatlah berguna dan bisa menjadi jalan tengah bagi situasi di atas.
Kedua, para pelatih binatang mampu mengetahui watak seekor binatang berdasarkan ciri-ciri fisik yang dimiliki binatang tersebut. Jika ini bisa diterapkan pada binatang, tentu bisa juga diterapkan pada manusia.
Ketiga, landasan ilmu firasat adalah ilmu alam (al-’ilm ath-thabi’i) yang semua teorinya telah diuji melalui eksperimen. Dalam hal ini, ilmu firasat tidak berbeda dengan ilmu kedokKteran. Oleh sebab itu, setiap kritik yang ditujukan kepada ilmu firasat sama dengan ditujukan kepada ilmu kedokteran.
Abu al-Qasim ar-Raghib menyatakan, Kata firasat diambil dari perkataan sehari-hari orang-orang Arab yang berbunyi, “Farasa as-sabu’u asy-syâta” (binatang buas itu telah menangkap seekor domba dengan cepat). Jadi, yang dimaksud dengan firasat adalah kecepatan menangkap (mengetahui) berbagai hal dengan cara-cara tertentu.
Pembagian IImu Firasat
Ilmu firasat ada dua macam:
Pertama, firasat yang tiba-tiba muncul di dalam hati bahwa keadaan dan perilaku seseorang ini begini dan begitu tanpa adanya petunjuk fisik dan tanda-tanda yang bisa diraba atau disentuh.
Ihwal seperti itu terjadi disebabkan adanya realitas bahwa substansi setiap jiwa manusia itu berbeda-beda, sesuai dengan esensi dirinya. Ada jiwa yang bisa mencapai dan menerima cahaya ilahi, serta jauh dari segala keterkaitan ragawi. Namun, ada pula jiwa yang tidak seperti itu.
Perlu dicatat, sebagaimana ada jiwa yang bisa melihat hal-hal gaib pada saat tidur, ada pula jiwa yang tersinari cahaya ilahi dan suci yang bisa melihat hal-hal gaib dalam kondisi terjaga. Sekalipun demikian, jiwa-jiwa seperti ini juga berbeda-beda tingkatannya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Kekuatan atau kemampuan firasat seperti inilah yang tidak akan kami bahas di dalam kitab ini.
Jenis yang kedua dari firasat adalah ilmu mengetahui perilaku-perilaku yang tidak terlihat berdasarkan tanda-tanda (keadaan-keadaan) yang tampak. Ilmu ini pokok-pokoknya bersifat pasti dan cabang-cabangnya bersifat spekulatif
Ketika seorang sufi ditanya tentang perbedaan antara dua macam ilmu firasat ini, ia menjawab begini, “Dugaan dihasilkan oleh kegamangan hati dalam membaca tanda-tanda yang ada. Sementara jtu, firasat dihasilkan oleh adanya perwujudan cahaya Sang Maha Penguasa Langit dan Bumi. Barang siapa pada dirinya terdapat cahaya ruh ilahi yang kuat, yakni ruh yang disebutkan dalam surah al-Hijr ayat 29, “Dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya...”, firasat pada orang tersebut akan kuat.
Perlu Anda ketahui bahwa Ptolemeus pada awal bukunya yang berjudul Centiloquium mengatakan, “IImu nujum (ramalan berdasarkan bintang) itu darimu dan darinya.”
Para ilmuwan menjelaskan petuah Ptolemeus di atas sebagai berikut, kaum bijak bestari terkadang memutuskan sesuatu berdasarkan kejernihan jiwa mereka yang mampu melihat alam malakut (kerajaan Allah yang Mahaluas). Inilah yang dimaksud dengan darimu. Namun, tak jarang pula, keputusan mereka didasarkan pada petunjuk bintang-bintang di langit. Inilah yang dimaksud dengan darinya.
Demikian pula halnya dengan para pemilik kemampuan berfirasat, terkadang mereka memutuskan sesuatu hanya bersandarkan pada kekuatan jiwa mereka yang suci, seperti para nabi dan wali-wali besar. Terkadang pula, keputusan mereka diambil berdasarkan kondisi lahiriah yang terindra. Inilah jenis ilmu firasat yang bisa diajarkan dan dipelajari.
Metode Penarikan Kesimpulan dalam Ilmu Firasat
Perlu Anda ketahui bahwa mengambil kesimpulan atas sesuatu bisa didasarkan pada:
sebab (kausa);
akibat (efek);
atau pada akibat dari sebab.
Yang terakhir inilah yang disebut dengan istilah, “Mengambil kesimpulan atas satu akibat dengan akibat lainnya ketika keduanya adalah akibat dari sebab yang sama.”
Jadi, seperti itu pula teori-teori yang digunakan untuk membaca watak seseorang. Kadang, membaca watak dapat berdasarkan sebab yang membuat watak itu terbentuk, yaitu postur (bentuk) fisik. Dapat juga berdasarkan akibat dan pengaruh dari watak tersebut, yaitu tindakan-tindakan yang sering dilakukan oleh seseorang atau berdasarkan berbagai keadaan yang dipengaruhi oleh watak naluriah seseorang sebagai manusia.
Metode Pertama
Mengambil Kesimpulan dari Sebab
Perlu Anda ketahui bahwa membaca kepribadian tidak bisa dilakukan sebelum membaca keadaan-keadaan yang membentuk kepribadian tersebut.
Selain itu, tubuh manusia merupakan sesuatu yang diciptakan. Sementara, segala sesuatu yang diciptakan harus memiliki empat sebab yaitu kausa materialis (bahan), kausa formalis (bentuk), kausa efisien (Karya), dan kausa finalis (tujuan).
Materi yang paling mudah dipahami dari tubuh manusia adalah anggota tubuh dan roh. Sedangkan yang paling sulit adalah empat cairan tubuh (empedu hitam, empedu kuning, lendir, dan darah) dan yang lebih sulit lagi adalah elemen-elemen tubuh.
Adapun bentuk yang terlihat dari tubuh manusia adalah postur-postur anggota tubuh dan kemampuan-kemampuannya. Kausa tujuan tubuh manusia adalah aneka tindakan yang didorong oleh kemampuan-kemampuan tadi.
Sementara itu, yang dimaksud dengan karya di sini adalah sesuatu yang apabila kadarnya seimbang, yang dihasilkan adalah keadaan sehat. Namun, jika tidak seimbang, yang dihasilkan adalah keadaan sakit. Sesuatu inilah yang oleh para tabib disebut “Enam Sebab Alamiah” (al-asbâb, as-sittah ath-thabî’iyyah), yaitu (1) kondisi udara (2) pola makan dan minum, (3) pola tidur dan jaga, (4) pola gerak dan diam, (5) pola bebas atau tertawan, (6) pola kejiwaan.
Itulah empat kausa (sebab) yang membentuk, tubuh manusia. Seorang pemilik ilmu firasat harus mengetahui watak-watak yang dipengaruhj oleh elemen-elemen tubuh, empat cairan tubuh dan postur-postur anggota tubuh. Dia juga hams mengetahui watak-watak yang dipengaruhi setiap jenis makanan.
Dia juga harus mengetahui watak apa saja yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, rupa, warna kulit, dan adat kebiasaan. Jika ia telah berhasil menguasai pengetahuan tentang itu semua—termasuk pengetahuan tentang ciri-ciri keempat cairan tubuh dan postur-postur tubuh—ia sudah bisa menjadikan tanda-tanda tersebut untuk membaca karakter atau watak seseorang.
Metode Kedua
Mengambil Kesimpulan dari Akibat
Menyimpulkan watak seseorang berdasarkan sikap dan perilaku yang diperlihatkannya merupakan sesuatu yang juga tidak dapat diabaikan dalam ilmu ini. Hasil yang ingin diraih dari ilmu ini tidak lain adalah pengetahuan atas kondisi batiniah melalui pengamatan terhadap kondisi lahiriah.
Metode Ketiga
Mengambil Kesimpulan dari Akibatnya Sebab
Dua “akibat” yang dihasilkan dari satu “sebab” yang sama memiliki nilai sama. Dengan demikian, nilai salah satu dari dua akibat tersebut bisa diketahui ketika kita mengetahui nilai akibat yang kedua. Inilah ilmu firasat yang sedang kita bicarakan, yaitu menarik kesimpulan atas kondisi batiniah dengan mengamati kondisi lahiriah. Kondisi lahiriah yang kita amati tersebut ada enam, yaitu warna, usia, jenis kelamin, rupa bentuk, dan hal lain yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.
Aku udah beli di Tiktok, isinya ringkas dan praktis