Apakah Arwah Orang-Orang Mati Dapat Saling Bertemu, Saling Berkunjung dan Saling Mengingatkan ataukah Tidak?
PERTANYAAN INI juga merupakan sebuah masalah besar yang penting. Adapun jawabannya adalah sebagai berikut.
Ruh terbagi menjadi dua golongan: 1) Ruh-ruh yang diazab dan 2) Ruh-ruh yang diberi nikmat. Ruh-ruh yang diazab akan terus disibukkan oleh azab siksaan yang mereka terima, sehingga mereka tidak dapat saling mengunjungi dan tidak dapat saling bersua. Sedangkan ruh-ruh yang diberi nikmat, berada dalam keadaan bebas dan sama sekali tidak dikekang sehingga mereka dapat saling bertemu, saling berkunjung dan mengingat berbagai hal yang dulu pernah ada di dunia berikut berbagai hal yang dialami oleh para penghuni dunia. Setiap ruh bersama pendampingnya sebagaimana amalnya di dunia. Adapun ruh Nabi Muhammad berada di ar-Rafig al-A’ld (tempat yang sangat tinggi).
Allah swt. berfirman,
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang Allah anugerahi nikmat, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. an-Nisa’ [4]: 69)
Kebersamaan ini tetap berlaku di dunia, Alam Barzakh, dan di Hari Pembalasan. Seseorang akan bersama orang yang dicintainya di ketiga alam tersebut.
Jarir meriwayatkan, dari Manshur, dari Abu Dhahhi, dari Masrugq, dia berkata, para sahabat Nabi Muhammad saw. berkata, “Tidaklah layak bagi kami untuk berpisah denganmu di dunia dan jika engkau mati engkau diangkat ke atas kami sehingga kami tidak dapat lagi melihatmu.” Allah swt. lalu menurunkan ayat, “Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang Allah anugerahi nikmat, yaitu: Nabi-nabi, para shiddigin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. an-Nisa’ [4]: 69)
Asy-Sya bi berkata, “Seorang lelaki Anshar datang sembari menangis kepada Rasulullah saw. Beliau pun bertanya, ‘Apakah yang membuatmu menangis wahai Fulan?’ Sahabat itu menjawab, ‘Wahai Nabiyullah, demi Dzat yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya engkau lebih aku cintai daripada keluarga dan hartaku. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri. Sesungguhnya kami suka mengingat-ingat tentangmu; aku dan keluargaku, sampai aku mengalami ini agar dapat melihatmu. Akan tetapi, kemudian aku ingat tentang kematianmu dan kematianku, maka aku pun tahu bahwa aku tidak akan pernah bertemu dengannya, kecuali hanya di dunia. Karena engkau akan ditinggikan bersama para nabi, sementara aku tahu bahwa apabila aku masuk surga, aku berada di tempat yang lebih rendah daripada tempatmu.””
Rasulullah saw. sama sekali tidak menanggapi ucapan sahabat beliau itu, sampai kemudian Allah swt. menurunkan ayat,
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang Allah anugerahi nikmat, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Ally} dan Allah cukup mengetahui.” (QS. an-Nisa’[4]: 69-70)
Allah swt. berfirman,
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku,” (QS. al-Fajr [89]: 27-30)
Maksudnya, “Masuklah engkau dalam kelompok mereka lalu tetaplah bersama mereka.” Kata-kata inilah yang dikatakan kepada ruh ketika kematian datang.
Dalam hadis-hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra. yang menerangkan tentang peristiwa Isra’ dikatakan:
Ketika Rasulullah saw. diperjalankan dalam peristiwa Isra, beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as., dan Nabi Isa as. Mereka semua lalu mengingat tentang Hari Kiamat. Mereka pun memulai dengan bertanya tentang itu kepada Ibrahim as. Namun rupanya Ibrahim as. tidak memiliki pengetahuan tentang Hari Kiamat. Lalu mereka bertanya kepada Musa as. Namun rupanya Musa as. juga tidak memiliki pengetahuan tentang Hari Kiamat. Akhirnya mereka pun menyampaikan masalah itu kepada Isa as.
Nabi lsa as. berkata, “Allah memberitahukan kepadaku perkara-perkara sebelum datangnya Hari Kiamat.” Isa as. kemudian menuturkan ihwal kemunculan Dajjal. Dia berkata, “Lalu aku turun dan aku bunuh dia.” Orang-orang pun kembali ke negeri mereka. Akan Tetapi, mereka disambut oleh Ya’juj dan Ma’juj. Mereka datang dari segala penjuru. Setiap kali mereka melewati air, mereka meminumnya. Setiap kali me reka melewati apa pun, mereka pasti merusaknya. Umat manusia lantas memohon kepada Allah swt., mereka berdoa kepada-Nya sehingga kemudian Allah mematikan Ya’juj dan Ma’juj itu. Namun kemudian bumi memohon kepada Allah akibat bau bangkai mereka, sebagaimna umat manusia juga memohon kepadaku. Maka aku kembali berdoa. Allah swt. lalu mengirimkan air dari langit yang menghanyutkan jasad-jasad mereka dan menghempaskannya ke lautan. Setelah itu, gunung-gunung diledakkan dan bumi dihamparkan menjadi layaknya hamparan permadani. Allah swt. berjanji kepadaku bahwa apabila semua itu terjadi, maka sesungguhnya itulah Hari Kiamat bugi umat manusia yang seperti wanita hamil tua tanpa keluarganya pernah tahu kapankah wanita itu akan melahirkan, malam ataukah siang?” (HR. al-Hakim, al-Baihaqi, dan yang lainnya ).
Ini menjadi nas yang menunjukkan bahwa ruh-ruh dapat saling mengingatkan mengenai ilmu dan pengetahuan. Allah swt. telah mengabarkan kepada kita tentang para syuhada bahwa mereka semua hidup di sisi Rabb mereka dalam limpahan rezeki. Mereka merasa gembira dengan orang-orang yang belum bertemu mereka dari kalangan penerus mereka. Mereka juga merasa senang dengan nikmat serta karunia yang Allah berikan.
Semua ini menjadi dalil yang menunjukkan bahwa saling bertemunya para arwah terjadi dari tiga segi.
Pertama, mereka merupakan orang-orang yang hidup di sisi Allah dan jika mereka “hidup”, mereka pasti dapat saling bertemu.
Kedua, mereka merasa gembira dengan saudara-saudara mereka yang mendatangi mereka, serta perjumpaan mereka dengan saudara-saudara mereka.
Ketiga, menurut bahasa, kata “yastabsyirûn” yang digunakan dalam ayat al-Quran menunjukkan bahwa para arwah “saling membuat senang antar satu sama lain” seperti pengertian kata “yatabâsyarin”.
Telah ada banyak riwayat mutawatir yang menunjukkan semua itu. Di antaranya adalah riwayat yang disampaikan oleh Shalih bin Basyir. Dia berkata: Aku melihat Atha’ as-Salimi dalam mimpiku setelah kematiannya. Aku berkata kepadanya, “Allah merahmatimu, sesungguhnya engkau telah mengalami kesedihan panjang di dunia.” Dia menyahut, “Demi Allah, sesungguhnya Dia telah memberikanku pengganti atas semua itu dengan kegembiraan yang panjang dan kesenangan yang kekal.” Aku berkata, “Di derajat yang manakah engkau?” Dia menjawab,
“Bersama-sama dengan orang-orang yang Allah anugerahi nikmat, yaitu: Nabi-nabi, para shiddigin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. an-Nisa’ [4]: 69)”
Abdullah bin Mubarak berkata, “Aku melihat Sufyan ats-Tsauri dalam mimpiku. Aku bertanya kepadanya, ‘Apakah gerangan yang Allah lakukan terhadap dirimu?’ Dia menjawab, ‘Aku bertemu dengan Muhammad dan golongannya.’”
Shakhr bin Rasyid berkata, “Aku melihat Abdullah bin Mubara dalam mimpiku setelah dia meninggal dunia. Aku berkata kepadanya ‘Bukankah engkau sudah mati?’ Dia menjawab, ‘Benar!’ Aku berkata lagi, ‘Lantas apakah gerangan yang Allah lakukan terhadapmu?’ Dia menjawab, ‘Dia mengampuniku dengan ampunan yang meliputi segala dosa.’ Aku bertanya lagi, ‘Bagaimana dengan Sufyan ats-Tsauri?’ Dia menjawab, ‘Bakhin, bakhin…’ (beruntung, beruntung…)
“Bersama-sama dengan orang-orang yang Allah anugerahi nikmat, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.’ (QS. an-Nisa’ [4]: 69)
Ibnu Abid Dunya menuturkan sebuah hadis dari Hammad bin Zaid, dari Hisyam bin Hassan dari Hafshah binti Rasyid, dia berkata, “Marwan al-Muhallimi dulu adalah tetanggaku dan dia adalah seorang hakim (qâdhi) sekaligus mujtahid kemudian dia meninggal dunia dan aku sangat merindukannya.”
Dia melanjutkan: Aku melihatnya dalam mimpi. Aku berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdillah, apakah yang dilakukan oleh Rabb-mu kepadamu?”
Dia menjawab, “Dia memasukkanku ke dalam surga.”
Aku bertanya, “Lalu apa lagi?”
Dia menjawab, “Kemudian aku ditinggikan ke Golongan Kanan (ashhab al-yamin).” Aku bertanya, “Lalu apa lagi?”
Dia menjawab, “Kemudian aku ditinggikan ke golongan yang mendekatkan diri kepada Allah (al-muqarrabûn).”
“Lantas siapakah yang engkau lihat di antara para saudaramu?”
Dia menjawab, “Aku melihat Hasan, Ibnu Sirin dan Maimu?
Hammad berkata: Hisyam bin Hassan berkata, “Umm Abdillah menuturkan kepadaku, ‘Aku melihat seperti yang biasa dialami oleh orang tidur, seakan-akan aku memasuki sebuah rumah yang indah, lalu aku memasuki sebuah taman.’ Dia lalu menuturkan keindahan taman itu.”
Dia melanjutkan, “Ketika aku berada di dalam taman itu, kulihat seorang lelaki bersandar di atas ranjang yang terbuat dari emas. Di sekelilingnya, ada dayang-dayang dengan cawan-cawan di tangan mereka. Sungguh aku takjub atas keindahan yang kulihat itu. Setelah itu, ada suara berkata, ‘Ini Marwan al-Muhallimi telah datang!’ dia pun melompat, lalu duduk tegak di atas ranjangnya.” Sampai di situ, aku terbangun dari tidurku dan ternyata pada saat itu jenazah Marwan tengah diusung melintas di depan pintu rumahku.
Sunah juga telah menyebutkan secara gamblang mengenai saling bertemu dan saling mengenalnya para arwah. Ibnu Abid Dunya berkata, Muhammad bin Abdullah bin Bazi‘ menuturkan kepadaku, Fudhail bin Sulaiman an-Numairi mengabari kami, Yahya bin Abdurrahman bin Abu Labibah menuturkan kepadaku, dari kakeknya, dia berkata, “Ketika Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur meninggal dunia, Umm Bisyr pun merindukannya dengan kerinduan yang sangat. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya selalu ada saja orang yang mati dari kalangan Bani Salamah. Apakah orang-orang yang sudah mati dapat saling mengenal sehingga aku dapat mengirim salam kepada Bisyr?’” Rasulullah saw. menjawab, ‘Ya. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Wahai Umm Bisyr, sesungguhnya mereka benar-benar saling mengenal seperti burung yang saling mengenal di pucuk pepohonan.’”
Sejak saat itu tidak ada seorang pun dari Bani Salamah yang hampir meninggal dunia, kecuali Umm Bisyr mendatangi orang itu. Dia berkata, “Wahai Fulan, salam bagimu!” Orang itu pun menyahut, “Begitu pula bagimu!” Lalu Umm Bisyr berkata, “Sampaikanlah salam kepada Bisyr.”
Ibnu Abid Dunya menuturkan sebuah hadis dari Sufyan, dari “Amr bin Dinar, dari ‘Ubaid bin ‘Umair, dia berkata, “Para penghuni kubur selalu menunggu berita. Apabila ada orang yang baru meninggal mendatangi mereka, mereka pun bertanya, ‘Apa yang telah dilakukan Fulan?’
Orang yang ditanya itu menjawab, ‘Ia melakukan kebaikan.’
Lalu ada yang bertanya lagi, ‘Apa yang telah dilakukan fulan?’
Orang yang ditanya itu menjawab, ‘Ia melakukan kebaikan.’
Lalu ada yang bertanya lagi, ‘Apa yang dilakukan Fulan?’
Orang yang baru meninggal itu balik bertanya, ‘Apakah dia tidak mendatangi kalian? Tidakkah dia menyambangi kalian?’ Mereka Menjawab, ‘Tidak.’ Orang itu pun berkata, ‘Innâ lillaâhi wa innâ ilaihi râji’ûn, dia telah menempuh jalan selain jalan yang kita tempuh.’”
Shalih al-Murri berkata, “Telah sampai riwayat kepadaku bahwa ruh-ruh saling bertemu ketika kematian terjadi. Arwah orang-orang mati lalu berkata kepada ruh yang baru mendatangi mereka, ‘Bagaimana tempatmu? Di manakah di antara dua jasad engkau berada? Pada yang baik ataukah pada yang buruk?’ Setelah itu, dia pun menangis tersedu-sedu.”
‘Ubaid bin ‘Umair juga berkata: Apabila seseorang meninggal dunia, ruh-ruh lain akan meminta kabar berita darinya seperti halnya, orang yang melakukan perjalanan ditanyai tentang berbagai kabar, “Bagaimana kabar si Fulan? Bagaimana kabar si Fulan?” Apabila yan ditanya itu menjawab, “Si Fulan sudah meninggal!” sementara si Fulan yang disebutkan itu tidak mendatangi mereka, ruh-ruh itu pun berkat,, “Dia dibawa pergi ke induk Hawiyah.”
Sa’id bin Musayyab berkata, “Apabila seseorang meninggal dunia, orang tuanya akan menyambutnya seperti layaknya orang tua menyanmbut kedatangan anaknya yang pergi.”
‘Ubaid bin ‘Umair berkata, “Apabila aku berputus harapan untuk bertemu dengan keluargaku yang sudah meninggal dunia, pastilah aku sudeh mati karena kesedihan.”
Muawiyah bin Yahya menuturkan, dari Abdullah bin Salamah, bahwa Abu Ruhm as-Sima’i menuturkan kepadanya bahwa Abu Ayyub al-Anshari menuturkan kepadanya,
Bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya apabila nyawa seorang mukmin dicabut, maka ruh-ruh yang mendapatkan rahmat dari hadirat Allah akan menunggu ruh itu seperti ditunggunya penyampaian kabar gembira di dunia. Mereka lalu berkata, ‘Tunggulah saudara kalian agar dia nyaman karena sesungguhnya dia tengah dirundung kesusahan yang parah. Kemudian mereka bertanya kepada ruh itu: ‘Bagaimana kabar si Fulan? Bagaimana kabar si Fulanah? Apakah 8 Fulanah sudah menikah?’ Apabila mereka bertanya tentang seseorang yang meninggal dunia sebelum dia, ruh itu berkata, ‘Sesungguhnya di sudah mati sebelum aku.’ Ruh-ruh itu berkata, ‘Innâ lillaâhi wa innâ ilaihi râji’ûn, rupanya dia dibawa pergi ke induk Hawiah. Betapa buruknya induk itu dan betapa buruknya yang diasuhnya!'”
Telah disebutkan pula hadis-hadis Yahya bin Bisthma: Misma’ bin “Ashim menuturkan kepadaku, dia berkata, “Aku melihat ‘Ashim al-Jahdari dalam tidurku dua tahun setelah dia meninggal dunia. Aku berkata kepadanya, ‘Bukankah engkau sudah mati?’ Dia menjawab, ‘Benar!’ Aku berkata lagi, ‘Lantas di manakah engkau?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, aku berada di salah satu taman di antara taman-taman surga. Aku bersama beberapa orang sahabatku. Kami berkumpul setiap malam Jumat dan paginya menemui Bakr bin Abdullah al-Muzani lalu kami mendengar berita-berita tentang kalian.’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah itu dengan jasad kalian ataukah ruh-ruh kalian?’ Dia menjawab, ‘Mustahil! Jasad-jasad telah hancur. Sesungguhnya yang saling bertemu adalah ruh-ruh.'”