Saat George Quinn naik turun bis berkeliling Jawa ke makam-makam keramat, oleh-olehnya adalah buku setebal 550 halaman yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia ini. Wali Berandal Tanah Jawa adalah buku yang mengangkat fenomena ziarah yang mengakar di masyarakat Jawa dan terus berkembang bahkan menguat di tengah serangan kelompok puritanisme yang cukup marak belakangan ini.
Sebagai dosen senior kajian Asia di Australian National University (ANU) yang fasih bahasa Jawa dan Indonesia, George Qiunn sudah pasti memiliki background informasi yang cukup tentang mistisisme di Jawa. Apalagi ia pernah mengajar di Universitas Satya Wacana Salatiga dan istrinya dari Banyumas.
Dengan reportase dari dekat, deskripsi yang menggugah dan simpatik, meski terkadang ada masamnya, tak heran buku berjudul asli “Bandit saints of Java: How Java’s Eccentric Saints are Challenging Fundamentalist Islam in Modern Indonesia” ini memenangi anugerah sebagai “Best Nonfiction 2020” dari ACT Writers Centre, di Canberra Australia.
George Quinn tidak mengambil posisi mengimani apapun dan tidak pula skeptis terhadap apa yang dipaparkannya, namun ia melakukan studi budaya dengan cara memadukan antara reportase lapangan dan literasi ilmiah.
Buku yang pada awalnya ditulis dalam bahasa Inggris ini hanya dokumentasi yang dicatatnya dengan santai dan mengalir, layaknya catatan harian seorang penjelajah.
Tulisan ini juga kaya reportase tentang interaksi Quinn dengan sumber-sumber yang memberinya informasi, persepsi, dan juga keyakinan mereka mengenai makam auliya.
Sepenting dan sebagus apa karya George Quinn ini? Pakar budaya Jawa kelahiran Selandia Baru tahun 1943 ini memulai dengan pengantar yang sekali lagi, mengayun-ayun antara dua kutub dari yang menganjurkan sampai yang menyesatkan.
Faktanya tradisi ziarah berkembang dalam 30 tahun terakhir, tapi disisi lain mendapat serangan sengit dari pihak yang berupaya membersihkan agama dari hal-hal “menyimpang” dari ziarah (lihat h. 7).
Ziarah makam wali tersebut akhirnya tertentang oleh aneka keunikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para peziarah muslim. Misalnya, makam-makam yang diziarahi tidak selalu representasi wali yang dikenal oleh masyarakat muslim.
Sebut saja kisah Astuti, seorang ibu muslim yang memohon kesuburan di kepunden Nyai Ageng Bagelen yang konon mengalami moksa (melebur sampai menghilang) dalam tradisi Hindu-Budha.
Di punden keramat itu Astiti merapal bacaan-bacaan dari Al-Quran seperti surah Yasin, Ayat Kursi (Al-Baqarah: 255), hingga al-Fatihah. Bacaan itu dirangkumnya dalam bacaan tahlil yang memuat kalimat thayyibah, kalimat-kalimat zikir yang banyak dibaca umat muslim (Laa Ilaaha Illa Allah, Shalawat, Hamdalah, Subhanallah, dan lain-lain).
Atau kisah Kusnadi, pemuda penganggur selama 4 tahun yang ditemui oleh Quinn saat berziarah ke Gunung Lawu di tahun 2001. Gunung Lawu diyakini sebagai tempat moksa raja terakhir Majapahit, Raja Brawijaya V bersama abdinya Sabda Palon. Namun Kusnadi sendiri tak tahu apa arti sesungguhnya penempatan doa di gunung itu.
Ia sempat merasa lelah sampai sempat tergelincir hingga kakinya berdarah. Saat diobati oleh beberapa relawan dari pendaki gunung, Kusnadi mendaki sambil membawa kitab Nahjul Balaghah, karya yang disebut merupakan kumpulan pernyataan Khalifah ‘Alī bin Abī Ṭālib.
Dalam satu bagian kitab tersebut, ia menggarisbawahi bagian yang mengatakan, “Dan untuk itu (para perziarah) bersabar dalam menghadapi segala kesulitan dalam perjalanan, perpisahan engan kwan, jauhnya tujuan, dan buruknya makanan… Tiada yang lebih mereka (para peziarah) sukai daripada apa saja yang mendekatkan mereka ke tempat tujuan.” (h. 3-7).
Tidak semua praktik ziarah yang diceritakan oleh Quinn, benar-benar bisa mendapatkan ruang toleransi keberagaman anda, tapi semoga buku ini bisa melunakkan pandangan anda bahwa terlalu sempit jika melihat Islam yang selalu dipertentangkan dengan praktik-praktik yang berkembang di konteks lokal.
Buku ini membuka mata kita tentang Indonesia yang kaya dengan fenomenabudaya yang diklaim sebagian orang sebagai bentuk silang sengkarut hubungan Islam dengan budaya lokal. Jika anda seorang muslim yang sangat sensitif terhadap kuburan, buku ini penting dibaca. Bila anda jenis muslim sebaliknya, buku ini makin penting dan menemukan urgensi.
Jika anda adalah seorang yang senang melihat fenomena hasil interaksi agama dengan budaya, buku ini akan membawa anda terus asyik masyuk mendalami hal tersebut. Selamat membaca.
Judul Buku: Wali Berandal Tanah Jawa (The Bandit Saints of Java)
Penulis: George Quinn
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tebal: 550 Halaman
Genre: Psikologi
Edisi: Tahun 2021