Masih punya atasan yang nyuruh seenaknya? Juga memarahi anak buah seenak udelnya? Suka mencaci maki rekan kerja dan bekerja seperti yang punya dunia beserta isinya? Nah buku Unboss adalah solusi cerdas mengatasi manusia takabur semacam itu.
Penulisnya adalah dua orang keren. Pertama adalah Lars Kolind, pengusaha dan aktivis Pramuka yang pernah menjabat ketua World Scout Foundation. Kedua adalah Jacob Botter, pengusaha juga dan motivator yang menginisiasi konsep Network Quotient (NQ).
Penyusunan buku Unboss memakan waktu bertahun-tahun. Dua penulis itu kerap melawan atasan mereka yang tidak membuat karyawan nyaman bekerja. Para bos kerap menyuruh bawahannya bekerja terus-menerus, memberikan target yang tidak masuk akal, dan jauh dari pertimbangan rasional. Hasil perlawanan itu kini dituangkan dalam karya cerdas Unboss yang asyik dibaca dan perlu.
Bukan untuk meraih keuntungan hak cipta dari setiap penjualan, buku Unboss justru mereka buat untuk kemaslahatan banyak orang. keuntungannya didonasikan untuk gerakan pramuka yang mereka nilai sebagai wadah regenerasi kepemimpinan, melahirkan generasi penerus yang menatap kehidupan lebih cerah dan penuh optimisme.
Visi dulu
Tak seperti perusahaan pada umumnya yang mengedepankan revenue dan keuntungan, Unboss lebih dahulu menekankan pembangunan dan penguatan visi. Mau kemana perusahaan akan dibawa. Value atau nilai apa yang menjadi dasar setiap gerak dalam lingkungan, bahkan ekosistem perusahaan. Kemudian bagaimana membangun jaringan.
Bukan sistem atasan dan bawahan, tapi kolaborasi dan sinergi yang menjadi gaya komunikasi antarlembaga yang lebih dikedepankan dalam membangun jaringan. Performa dan prestasi kerja menjadi salah satu standar dan daya pikat dalam komunikasi. Ini kekinian banget. Berbeda sekali dengan gaya komunikasi perusahaan era abad ke-20 dan sebelumnya yang lebih mengedepankan hierarkhi. Pola komunikasi atasan dan bawahan itu sudah usang dan tak layak lagi diterapkan saat ini.
Unboss mengedepankan kerja berdasarkan passion, bukan paksaan dan tekanan. Naluri yang menggerakkan orang untuk bekerja sehingga motivasinya begitu kuat untuk berbuat lebih banyak melampaui standar kerja yang tertulis di kertas.
Ruang kerja tak sekadar di kantor dengan batasan tembok dan sekat ruangan sempit. Dia lebih luas, menembus setiap batasan yang ada. Kolaborasi yang dibangun orang-orang unboss menjangkau banyak tempat, kawasan, bahkan negara, dan benua. Perusahaan mie instan misalkan. Tak sebatas di Indonesia, tapi sudah didistribusikan ke Timur Tengah dan Afrika. Value yang diusung tak sekedar kelezatan, tapi cita rasa Nusantara dan kebersamaan menikmati semangkok mie.
Kolind dan Botter mencontohkan sebuah perusahaan unboss, yaitu Vestergarrd Frandsen. Perusahaan ini membuat produk sederhana berupa alat penyuling air yang digunakan untuk menghasilkan air minum. Produk ini menjadi sangat strategis ketika dimanfaatkan di daerah kering, seperti Afrika. Sekali lagi, tak sekadar laba, corporate ingin lebih banyak membantu masyarakat di sana mendapatkan air bersih yang merupakan hak hidup mereka. Nilai membantu lebih dikedepankan.
Dengan alat tadi, Vestergarrd Frandsen membantu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memenuhi sasaran pembangunan milenium. Bisnis dimanfaatkannya untuk berempati, membantu masyarakat yang kesulitan mendapatkan air bersih, menghadirkan rasa kemanusiaan, yang sejak lama digerogoti kapitalisme.
Dampaknya luar biasa. Sebagian kawasan Afrika memiliki spot sumber air yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka tak lagi dilanda kekeringan dan kualitas hidup manusia di sana menjadi jauh lebih baik.
Cara berpikir unboss adalah mendefinisikan perusahaan sebagai sebuah jejaring sosial atau komunitas dengan visi. Jejaring ini menjadi organisasi yang melayani tujuan yang lebih penting daripada laba dan produk. Hubungan yang dibangun bukan sekadar memasarkan produk, tapi lebih kepada menawarkan pelayanan. Jadi, narasi yang dibangun adalah apa yang bisa dibantu, bukan sekadar berapa banyak yang harus dibeli dan berapa banyak keuntungan didapat. Masyarakat saat ini lebih ingin dilayani untuk memudahkan mereka meraih target dan harapan.
Konsep ini bukan semata-mata untuk korporasi, tapi juga birokrasi yang sangat mempengaruhi dinamika masyarakat luas. Ketika Unboss menjadi acuan pemerintah dan DPR, maka kebijakan pemerintah akan lebih menyentuh masyarakat. Kebijakan pemerintah akan membuka pintu kemudahan bagi rakyat mengakses berbagai bantuan dari negara. Ketika bencana datang, rakyat tak menunggu lama mendapatkan bantuan makanan, sandang, papan, susu untuk anak, dan lainnya. Bahkan negara mengganti rumah mereka dengan bangunan baru yang lebih baik lagi, sehingga dengan demikian, negara semakin dirasakan kehadirannya oleh masyarakat, dan tak lagi berjarak dengan rakyat.
Masih banyak poin mengenai gerakan ini untuk mengubah citra dan dinamika perusahaan menjadi lebih konstruktif dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Buku yang semula berbahasa Inggris ini sekarang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Penerbit RENEBOOK sengaja menerjemahkan dan menyebarluaskan buku tersebut agar masyarakat negeri ini mendapatkan penyegaran pola manajerial dan kepemimpinan, baik dalam sektor swasta maupun negara.
Judul : UNBOSS
Penulis : Lars Kolind dan Jacob Botter
Penerbit : RENEBOOK
Genre: Self Improvement
Ukuran : 15 x 23 cm
Tebal : 372 Halaman
ISBN: 978-623-6083-16-1
Diresensi oleh Jakarta Book Review