Pekerjaan yang selalu dikejar deadline, kompetisi yang ketat, lalu lintas yang macet, dan segala hiruk pikuk kehidupan urban telah membuat orang larut dalam putaran kehidupan yang kencang. Dalam irama kehidupan yang serba cepat, orang tak punya waktu untuk berhenti sejenak menikmati hidup.
Mayoritas pekerja di kota-kota besar selalu bergerak dengan kecepatan yang tidak wajar. Semuanya itu dilakukan hanya untuk mencapai tujuan yang sederhana, yaitu kecukupan materiil. Masalahnya, kebutuhan materiil itu tidak ada batasnya dan semakin menyatu dengan keinginan dan fantasi.
Buku Lagom mengingatkan kembali tentang hidup bahagia dalam konsep “secukupnya saja” tetapi terpenuhi. Menemukan kebahagiaan hidup, pada prinsipnya adalah keluar dari tekanan dan sumber-sumber stres. Lagom membolehkanmu menggantung mimpi di tempat tinggi, asalkan sesuai dengan kapasitasmu.
Buku karya Lola A. Akerstrom yang diterbitkan oleh Renebook ini membuka tabir yang menyelimuti hidup orang Swedia yang santai, permisif, dan tidak berlebihan tetapi always happy. Bila anda ingin memahami lebih dalam mengenai lagom dan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, buku ini merupakan pilihan tepat.
Menurut survei, negara Nordik ini selalu berada di 10 besar negara terbahagia di dunia menurut Happines Index PBB yang dirilis setiap tahun. Tahun ini Swedia ada di peringkat 7 dari 156 negara di dunia. Di atas Swedia ada Finlandia, Denmark, Norwegia, Islandia, dan Belanda. Social Progress Imperative, organisasi nirlaba yang bermarkas di Amerika Serikat, menyusun peringkat negara terunggul berdasarkan cara mereka menangani kebutuhan. Swedia selalu muncul dalam daftar 10 besar yang berarti memiliki kualitas hidup tingkat tinggi.
Sungguh ajaib, dalam kultur eropa yang hedonis, warga Swedia berhasil keluar dari jebakan
mengejar profit. Alih-alih mengedepankan persaingan antar sesama, hidup Lagom lebih mengedepankan berpuas diri atas apa Yang sudah dicapai.
Gaya hidup yang wajar dan selaras membuat Swedia mendapat sebutan Landet Lagom, alias negeri Lagom. Menurut Lola A. Akerstrom, inti dari hidup Lagom adalah bekerja sewajarnya, berbelanja sewajarnya, berpesta sewajarnya, dan hidup sewajarnya.
Apa ukuran ‘sewajarnya’? yang tahu adalah dirimu sendiri. Dalam usaha dan bisnis misalnya, orang Swedia tak mendefinisikan sukses dengan kemenangan. Untuk itu mereka tak mati-matian bekerja hanya untuk menumpuk kekayaan, apalagi bersaing dan menjatuhkan orang lain.
Pepatah Swedia mengatakan, bisnis tercapai apabila dua pihak mendapatkan keuntungan. Kredo ini menjiwai cara mereka berinteraksi dengan kolega, klien, dan customer. Konsep bisnis orang Swedia bukanlah mencari untung sebanyak-banyaknya, tetapi manfaat bagi kedua pihak.
Saat di tempat kerja, konsep Lagom berwujud kerja sama tim. Mereka mengedepankan kebaikan kolektif untuk mencapai hasil bersama yang seimbang. Lagom memilih logika daripada emosi, kepraktisan daripada visi, perbuatan daripada janji, dan pelaksanaan setiap kata-kata.
Lagom juga merasuk pada segala aspek kehidupan ala Swedia. Dalam dekorasi, fashion, pesta, kesejahteraan, kehidupan sosial, hingga keseimbangan alam, semua serba Lagom. Dibanding orang Eropa kebanyakan, penampilan orang Swedia sangat “lagom”.
Gadis Swedia bukannya tak suka berhias. Mereka memakai makeup dan gincu, tetapi riasan mereka ringan hanya memperkuat fitur. Warna dan layernya tidak mencolok dengan sedikit fondasi jante. Di negara itu ada produk kecantikan populer bermerek Lagom, dengan slogan “tidak terlalu sedikit, tidak terlalu banyak”, sangat sesuai dengan selera Swedia.
Dalam etika bisnis formal, celana jins dengan kemeja panjang dan sehelai sweter dapat diterima sebagai pakaian kantor. Kecuali jika hendak bertemu klien dari luar, mereka baru mengenakan jas. Pada dasarnya Lagom berupaya mempersempit pilihan dengan cara menyederhanakan hidup.
Manusia memang hidup di dunia yang kompetitif. Tetapi seberapa dalam engkau menginjak pedal gas, itu terserahmu. Toh pemenang dalam hidup bukan diukur dari seberapa cepat mencapai finish atau seberapa besar harta yang dapat dikumpulkan. Akan tetapi seberapa bermanfaat dirimu, itulah yang menentukan engkau dikenang.
Hidup Lagom dalam terminologi buku ini berati hidup dengan kadar yang pas. Jangan mengejar dunia gila-gilaan, tetapi jangan pula bermalas-malasan. Batas pas itu hanya engkau yang tahu.
Karena hidup itu ada nafsu-nafsu, menurut Lola A. Akerstrom, dibutuhkan pengendalian diri yang serius. Bila hati terlalu banyak keinginan, Lagom mendorong kita mengedepankan kebutuhan. Berhenti membandingkan hidupmu dengan orang lain.
Buku ini ditulis dengan apik oleh Lola A. Akerstrom, master dalam bidang sistem informatika dari Maryland University, Baltimore, AS. Sehari-hari ia editor di Slow Travel Stockholm. Pengamatannya tentang hidup ala Swedia terbantu oleh pengalamannya tinggal di tiga benua, Afrika, Amerika, dan Eropa.
Makna Bahasa
Lagom artinya pas, tidak terlalu sedikit, tidak terlalu banyak. Kata ini tidak memiliki makna tunggal, ia bisa berubah maknanya tergantung konteks kalimat. Misalnya seorang chef akan mengatakan pada pelanggannya: “Maten ar lagom saltad,” (makanan itu sudah digarami secara pas)”. Atau: “Hen kom precis lagom,” (Ia datang pada waktu yang tepat). Pas, dalam dua hal itu tidak didefinisikan dengan numerik.
Lagom sifatnya sangat subyektif. Ada jenis orang yang tipikalnya cepat, lamban, gigih, santai, pejuang, penikmat, dan lain-lain. Mereka memiliki lagomnya sendiri-sendiri.
Budaya Lagom konon bermula dari kehidupan kuno bangsa viking yang suka berpesta tukar cawan. Pada malam harinya mereka duduk mengitari api unggun dan minum miras dari botol yang sama. Botol itu berpindah dari satu orang ke orang lainnya dan setiap orang meneggak sesuai kadar kebutuhan mereka.
Kerena masing-masing orang memiliki kebutuhan berbeda, itu tidak diukur dari jumlah sloki atau gelas. Tetapi sekadar kepantasan yang subyektif. Jika ada yang serakah, ia dianggap tidak lagom.
Judul: LAGOM, Rahasia Hidup Bahagia Orang Swedia
Penulis: Lola A Åkerström
Penerbit: Renebook
Tebal : 230 Halaman
Genre: Self Improvement
Penerjemah: Aswita R Fitriani
Edisi: Cetakan ke-2, Mei 2021
ISBN: 978-602-1201-39-8
Diresensi Oleh Jakarta Book Review
Saya sangat suka buku ini, sudah beli sampai 2 kali 😅