Lisan adalah anggota tubuh yang paling tajam, melebihi anggota tubuh manapun. Sebagian besar dosa yang menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah apa yang telah dilakukan lisan mereka. Kitab Maraqi al-Ubudiyah Syekh Nawawi al-Bantani membahas fikih sufistik dengan tema ibadah, amaliyah, dan teknik membendung maksiat dari sumber-sumbernya.
Pada dasarnya sumber maksiat adalah organ tubuh manusia. Dari sekian banyak anggota tubuh, lisan adalah biang keladi yang paling berbahaya. Di dunia ini, dosa yang ditimbulkan oleh mata, telinga, dan anggota tubuh yang lain, bahkan oleh kemaluan, masih tak sebesar dosa lisan. Dosa-dosa seperti berbohong, menggunjing, dan memfitnah, itu bisa dilakukan di manapun, kapanpun, tanpa persiapan khusus dan tidak memerlukan biaya.
Berbeda dengan zina atau mencuri yang memerlukan perencanaan jangka panjang dan tak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Maka dari segi masifnya, dosa-dosa lisan lebih mendominasi. Repotnya, dosa lisan sering dianggap remeh karena dalam banyak kasus tidak menimbulkan implikasi luas dan sulit dibuktikan. Namun sebenarnya perbuatan lidah memiliki konsekuensi dunia dan akhirat secara signifikan.
Nabi Dawud as sampai berdoa khusus kepada Allah agar diselamatkan dari bahaya lisan. “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari empat perkara: aku memohon kepadamu lisan yang berzikir, hati yang bersykur, jiwa yang sabar, dan istri yang membantu di dunia dan akhirat”.
Sebuah hadis menyebutkan, perkataan orang yang menyakiti hati seorang muslim dapat membuat ia masuk ke neraka selama 70 tahun. Tajamnya lidah juga dapat menghalangi suatu kebaikan besar mendapat pahalanya. Lidah yang menyakiti, meskipun menyampaikan hal yang baik adalah sebuah dosa. Salah satu tipu daya setan adalah “Tunjukkan kebenaran dan janganlah bersikap lunak dalam membela kebenaran,”.
Syahdan, ada seorang yang gugur sebagai syahid di perang Uhud, dan di perutnya ditemukan sebuah batu yang diikat untuk menahan rasa lapar. Kemudian Ummul Fadhl mengusap debu yang melekat di wajah orang itu dan berkata: “Sungguh beruntung ia masuk surga”. Rasulullah saw berkata: “Dari mana engkau tahu? Barangkali ia pernah membicarakan sesuatu yang tidak perlu baginya atau kikir dengan apa-apa yang perlu baginya”.
Perkataan itu ada empat jenis: (1) yang bermanfaat, (2) yang madharat, (3) yang ada ada unsur keduanya, (4) yang tidak ada unsur keduanya. Perkataan yang mengandung madharat tetapi juga mengandung manfaat harus ditinggalkan, apalagi yang semata-mata hanya membawa madharat. Sedangkan perkataan yang tidak mengandung manfaat dan madharat adalah perkataan sia-sia yang itu berarti tidak penting.
Ibnu Abbas berkata, “Apabila engkau ingin menyebut kejelekan sahabatmu maka ingatlah akan kejelekanmu”. Sementara Abu Hurairah berkata, “Engkau melihat debu di mata saudaramu, tetapi tidak melihat pohon di depan matamu,”.
Tutupilah keburukan orang lain, maka Allah set akan menutupi keburukanmu. Jika engkau membeberkan aib orang lain, maka Allah akan berbuat serupa itu di akhirat nanti. Allah swt akan menurunkan orang-orang yang tajam lisannya sewaktu di dunia, lalu mempermalukannya di hadapan semua makhluk.
Kitab Maraqi al-Ubudiyah ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani (1813-1897 M), salah satu ulama klasik asal Indonesia yang bermukim di Arab Saudi hingga akhir hayatnya. Sosoknya memiliki kedudukan istimewa dalam jaringan ulama nusantara dan perkembangan intelektual pesantren di Indonesia.
Maraqi al-Ubudiyah Syekh Nawawi al-Bantani ini adalah syarah atau penjelasan kitab Bidayatul Hidayah, karya Imam al-Ghazali mengulas fikih tingkat tinggi, tidak hanya pada halal-haramnya, tetapi pada adab dan etika melakukannya. Bidayatul Hidayah sendiri adalah syarah kitab Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali.
Kitab ini tidak hanya membahas masalah fikih praktis, tetapi memiliki tinjauan yang lebih mendalam dengan spirit sufisme. Kitab ini bisa disebut konvergensi dua bidang ilmu (fikih dan tasawuf). Syekh Nawawi Al-Bantani membagi kitab ini dalam dua bagian besar. Bagian pertama berisi tentang masalah fikih, sedangkan bagian kedua berisi tentang masalah tasawuf.
Konstruksi bab-bab awal sangat khas kitab fiqih. Misalnya Adab bangun tidur, berpakaian, wudhu, mandi, tayamum, tidur, salat, puasa, dan sebagainya. Di bagian awal ini banyak pembahasan tentang etika melakukan sesuatu aktifitas, baik ibadah maupun amaliyah.
Sedangkan di bagian kedua, yang dibahas adalah teknik mengunci anggota badan dari segala bentuk maksiat dan potensi yang mungkin terjadi. Misalnya bab menjaga mata, telinga, lisan, perut, tangan, kaki, dan kemaluan.
Judul: Maraqi al-Ubudiyah, Kitab Tuntunan Adab dan Tahapan Untuk Mencapai Kesempurnaan Ibadah
Penulis: Syekh Nawawi al-Bantani
Penerbit: Turos Pustaka
Penerjemah: Fuad Saifudin Nur
Genre: Spiritual Islam
Edisi: Cet 1, Februari 2020
Tebal: 380 halaman
ISBN: 978-623-7327-28-8