“Orang tidak mati karena jatuh ke sungai, tetapi karena ia tak keluar pada saat yang tepat”. Peribahasa ini sekilas seperti permainan kata-kata saja, bahkan mirip sebuah joke. Tetapi bila dicermati lebih dalam, kalimat itu memiliki pesan mendalam. “Jatuh ke sungai” itu ibarat cobaan hidup yang tak menyebabkan kefatalan. Banyak orang mendapat ujian dalam hidupnya, namun tidak memiliki konsep yang jelas untuk keluar.
Tidak semua orang memiliki daya analisa, kesadaran, dan kemampuan membuat reaksi yang cepat. Alih-alih mengatasi dengan benar, sebagian orang malah membiarkannya berarut-larut, bahkan membuat reaksi kontra produktif yang justru membenamkannya kepalanya dalam masalah yang lebih dalam. Jadi, yang membunuhmu bukanlah cobaan, tetapi bagaimana reaksimu terhadapnya. Begitulah kira-kira makna peribahasa di atas.
Tomas Navarro adalah seorang psikiater dan pendiri sebuah biro konsultan psikologi dan pusat kesejahteraan emosional di Barcelona, Spanyol. Ia tertarik dengan cara orang Jepang mengatasi persoalan-persoalan, yang secara filosofis tercermin dalam perilaku Kintsugi atau tukang emas.Navarro percaya, kehidupan itu rapuh seperti tembikar. Dari waktu ke waktu tembikar senantiasa terancam pecah, seperti kehidupan yang rentan masalah. Setiap masalah dalam hidup menciptakan retakan yang permanen, yang makin lama makin banyak.
Sebagian orang menganggap retakan ini sebuah cacat, tetapi sebenarnya tidak. Bila retakan itu dapat ditambal, maka akan membentuk figur utuh lagi, yang justru lebih indah dari aslinya. Cara ini terinspirasi oleh perajin emas atau Kintsugi di Jepang. Orang ini memiliki cara-cara kreatif menghidupkan kembali benda-benda, dengan cara menambalnya dan menyatukan kepingan-kepingan yang terserak secara unik. Misalnya mangkuk yang pecah, diperbaiki tidak dengan cara menyembunyikan bekas retakannya. Master Kintsugi dengan hati-hati menyambung antar bagian dengan perekat emas. Dengan cara ini bekas restorasi menjadi terlihat jelas, namun alur pecahannya menjadi hiasan menarik yang mempercantik benda itu.
Prinsip itulah yang diceritakan Navarro, tentang cara orang Jepang menerapkan teknik kuno dalam hidup, yaitu memperbaiki diri sendiri dengan menata kembali setiap masalah dengan spirit mencintai kekurangan itu. Jangan membenci kekurangan, karena itulah yang sejatinya membuat kita menjadi kuat dan berdiri tegak di tengah guncangan.
Hidup ini tak mungkin bebas dosa. Selalu ada kesalahan, hilaf, dan terkadang ada dorongan untuk tidak berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Tentu saja semua orang memiliki kewajiban melakukan hal-hal dengan benar dan hati-hati. Tetapi fitrahnya manusia tidak begitu. Kesalahan demi kesalahan selalu saja terjadi, menciptakan aib, luka batin, dan penyesalan. Teori Kintsugi tidak membenarkan orang terperangkap dalam cengkeraman rasa sakit yang bertahan lama.
Melupakan persoalan itu bukan tentang menghapusnya dari memori. Tetapi memahaminya sebagai sebuah proses yang berjalan ke arah lebih baik. Kesalahan, malu, luka hati, adalah bagian dari kehidupan yang harus dicintai. Jangan melihat kesalahan dari sudut negatif, lalu menyangkalnya terus menerus.
Kesulitan adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan. Jadi kita harus memandangnya secara langsung dan menghadapinya dengan mengelola emosi serta mengatasinya. Biarkan mereka ada, tetap menghiasi kehidupan ini, tetapi menjadi keindahan tersendiri.
Rasa sakit dan luka harus segera dikelola dengan baik agar sembuh, dan hal itu terserah bagaimana perasaan kita menerimanya. Begitulah hal itu dapat membantu untuk bertumbuh dengan cara lebih baik dan hati yang mantap. Kehidupan yang maksimal itu adalah kehidupan yang otentik, tentu saja dengan sisi gelap dan terangnya. Jangan tergoda dengan kehidupan mulus tanpa kendala, karena itu hanya ada di dunia fantasi. Navarro mengetengahkan 15 tindakan yang efektif untuk menjalankan proses ini.
Buku ini mengajarkan kita mendekati hidup dengan filosofi yang sama atas segala hal. Setiap orang menghadapi penderitaan, tetapi cara kita mengatasi, itulah kuncinya. Tokoh besar hadir dengan segala kepahitan yang ada dan tidak menyembunyikan dari sejarah. Bila hal itu dilihat sebagai sebuah proses, justru akan menjadi bukti kekuatan.
Bila anda pernah mendengar Ikigai, Kintsugi inilah pasangannya. Bila Ikigai mengajari kita menemukan momen-momen indah dalam hidup dan merawatnya, Kintsugi mengubah yang tak baik menjadi indah.
Kintsugi menunjukkan kepada Anda bagaimana kebahagiaan dapat ditemukan kembali ketiga sejarah banyak memuat daftar kelam. Pengalaman menyakitkan ternyata bisa membuat kita menjadi pribadi yang lebih teguh, siap menghadapi dunia dengan optimisme. Buku setebal 438 halaman yang dirilis Penerbit Republika ini penuh kata-kata bijak yang menguatkan. Dalam buku ini, kalimat-kalimat penting ditulis tebal, memudahkan pembaca menemukan poin-poin yang menjadi kunci pembahasan.
Judul: Kintsugi, Menata Ulang Hidup ala Seni Jepang Kuno
Penulis: Tomas Navarro
Penerbit: Republika
Genre: Self Improvement
Edisi: Cet 1, Agustus 2022
Tebal: 430 halaman
ISBN: 9786029474435