Saat musim bunga sakura, orang Jepang suka menghabiskan waktu di antara pohon-pohonnya yang cantik. Di musim semi yang hangat, pada bulan Maret atau April, seluruh anggota keluarga menggelar tikar di taman, tepat di bawah pohon sakura yang rindang dan teduh. Inilah ichigo ichie, seni hidup bahagia ala Jepang.
Ditemani kelopak-kelopak bunga putih yang mekar, mereka makan-makan, minum teh, dan tak bosan memandangi kembang metaforis ini. Kelopak bunga yang tertiup angin dan jatuh ke tanah adalah kejadian luar biasa. Mereka menyebutnya hanafubuki.
Musim sakura adalah musim bunga biasa sebagaimana musim-musim lainnya. Tetapi orang Jepang percaya, apa saja yang tidak terjadi setiap waktu memiliki keindahannya sendiri. Oleh karena itu setiap momen adalah harta yang sangat berharga dan patut dirayakan.
Hector Garcia & Francesc Miralles memperkenalkan konsep ichigo-ichie, cara orang Jepang menikmati sebuah momen, dari detik ke detik dengan sangat menghayati. Dalam ichigo ichie, keindahan ada di proses, dan proses itu adalah sebuah hasil.
Hector dan Francesc adalah penulis buku best seller Ikigai yang telah menjadi best seller dunia dan diterjemahkan ke 57 bahasa. Hector adalah imigran dari Spanyol yang telah tinggal di Jepang selama 16 tahun hingga kini. Buku-bukunya banyak membahas local wisdom orang Jepang, seperti Ikigai, A Geek In Japan, Forest Bathing, The Magic of Japan, dan kini Ichigo Ichie. Buku-buku Hector aslinya ditulis dalam bahasa Spanyol lalu diterjemahkan ke berbagai bahasa.
Dalam penyuntingannya Hector dibantu rekan Spanyolnya, Francesc Miralles. Ia adalah penulis novel dan editor yang sebelumnya juga membantu Hector menyelesaikan Ikigai. Salah satu karya fenomenal Francesc sendiri adalah “Love in Lowercase” yang telah diterjemahkan ke dalam 28 bahasa.
Keduanya kini bertemu lagi dalam ichigo ichie, yang terjemah bebasnya: kesempatan tak datang dua kali. Kata ichigo ichie sulit diterjemahkan secara harfiah karena tidak memiliki padanan yang akurat, baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Kalau mau dipaksakan jadi begini: Ichigo-ichie = “Once, a meeting” atau “In this moment, an opportunity” yang berarti “satu kali satu pertemuan”, atau “saat ini, satu kesempatan”.
Semua pengalaman itu unik. Ia tidak akan pernah terulang lagi dengan cara yang sama. Dinikmati atau tidak, sebuah momen akan berlalu dan hilang selamanya. Hidup itu sebenarnya indah sampai kita berpaling darinya. Tak seorang pun tahu kapan kehidupan ini berakhir. Tuhan memberikan kehidupan dan mencabutnya sewaktu-waktu, maka setiap hari bisa jadi merupakan hari terakhir kita di dunia.
Kesadaran seperti inilah yang ditabalkan oleh Ichigo ichie. Kesempatan demi kesempatan datang bagai aliran sungai yang bergerak deras ke hilir, tak mungkin berhenti apalagi kembali. Sebuah momen mungkin terlihat biasa, tetapi bagi yang bisa merasakannya dengan jiwa yang halus, hal itu terasa begitu nikmat.
Yang disebut kesempatan itu hanya ada satu. Mungkin kita pernah bertemu dengan orang yang sama di tempat yang sama, atau pada situasi yang mirip, tetapi sejatinya keduanya berbeda. Setiap momen, meskipun hampir sama dengan hari yang lain, tetapi memiliki peluang, kesempatan, dan gairah yang spesifik.
Untuk itulah orang Jepang tak pernah menganggap suatu peluang dapat diulang lagi. Musim bunga sakura misalnya, hal itu dianggap sebagai “kesempatan sekali seumur hidup” yang faktanya terulang setiap tahun. Di negeri itu orang-orang dengan cermat mengikuti perkembangan ramalan sakura agar mengetahui kapan bunga itu mekar. Di Kyoto, Hokaido, Tokyo, dan kota-kota lain musim bunga sakura bisa sedikit berbeda karena terpengaruh musim dingin yang tak sama.
Menurut orang Jepang, kelopak bunganya sakura tidak hanya begitu indah, tetapi sarat dengan metafora dan simbol-simbol. Pemilik atau penjaga pohon sakura setiap pagi selalu memeriksa apakah kuncup bunganya telah mekar atau belum. Bila bunga harum itu berkembang, beritanya akan menyebar ke seantero kawasan.
Memanfaatkan Kesempatan dan Momentum
Sebelum menjadi penulis best seller dunia, Dan Brown tak pernah berkenalan dengan dunia tulis menulis. Hingga suatu hari ia menemukan sebuah buku di atas hammock di sebuah kolam renang yang ia kunjungi. Novel itu, The Doomsday Conspiracy, tak bisa pergi dari benaknya. Buku karya Sidney Sheldon itu akhirnya menjadi teman sepanjang liburannya kali itu. Setelah menghabiskan buku itu, Brown ingin menulis sebuah cerita thriller dan selanjutnya lahirlah The Da Vinci Code, sebagai buku best seller dunia yang menyulapnya menjadi miliuner.
Kesempatan itu hadir secara nyata, seperti bunga sakura yang mekar. Dalam kesempatan itu ada peluang dan momentum psikologis ketika hati tergerak. Bila dilewatkan, sensasinya tak akan terulang lagi. Ichigo ichie, seni hidup bahagia ala Jepang, memiliki banyak momen unik. Jika kita tahu cara menghargai dan memanfaatkannya, maka momen-momen tersebut membuat hidup jadi semakin cerah. Sesuatu yang terkilat dalam sebuah kesempatan, biasanya disertai energi yang berkedip. Siapa saja yang mampu menggunakan energi tersebut akan memiliki kemampuan ekstra untuk mewujudkannya.
Jika kita mengamati orang-orang di sekeliling kita, atau bahkan diri kita sendiri, terlihat bahwa sering kali ada kesulitan berfokus pada apa yang ada sekarang, di mana ichigo ichie berada. Pikiran kita cenderung berkelana ke segala penjuru, tidak mau diam di tempat kita berada sekarang, pada hal-hal yang terjadi sekarang, dan pada seseorang yang bersama kita sekarang.
Ichigo Ichie mengajari pula keahlian menangkap momen indah untuk pelipur lara di saat sakit. Ada sebuah kisah bagaimana Buddha mengajarkan sebuah teknik melawan dukkha atau rasa sakit. “Jika seseorang berjalan melintasi hutan dan terkena anak panah, apakah terasa sakit?” tanya
Sang Buddha. “Tentu saja sakit,” jawab muridnya. “Dan apabila ia kemudian terkena anak panah kedua, apakah lebih sakit lagi?”. “Tentu saja, jauh lebih sakit daripada yang pertama,” jawab muridnya. Buddha berkata, anak panah pertama merepresentasikan hal-hal buruk yang terjadi pada kita. Hal itu sifatnya spontan dan tak terhindarkan. Namun biasanya kita sendiri menembakkan panah kedua, yang itu menimbulkan kerusakan lanjutan.
Sebuah cobaan hidup sudah pasti menciptakan rasa sakit, tetapi setelah cobaan itu orang cenderung bereaksi dengan meratapi apa yang telah terjadi. Saat dia mulai memikirkannya kembali, ia secara tak sadar malah menciptakan lebih banyak rasa sakit.
Tidak ada cara untuk melindungi diri dari panah pertama, karena hidup merupakan suatu petualangan penuh risiko. Tetapi yang bisa dilakukan adalah mencegah diri kita menembakkan panah kedua, berupa kekhawatiran dan kecemasan. Rasa sakit itu tak terelakkan, tetapi menderita itu pilihan. Bagaimana cara memastikan agar kita tak menderita? Pandai-pandailah menikmati momen-momen ichigo-ichie.
Satu lelucon yang kerap dilontarkan oleh para pasangan saat menceritakan tentang hubungan percintaan mereka kepada orang lain adalah dengan mengatakan sesuatu seperti, “Aku adalah satu-satunya yang ia cintai dalam hidup ini”. Kemudian pasangannya menjawab, “Tapi kau harus membuatku jatuh cinta lagi kepadamu setiap hari!”
Benar. Rahasia sukses hubungan jangka panjang adalah mencatatkan sebanyak mungkin momen ichigo-ichie. Ia harus memperhatikan segala detail kecil dalam hubungan agar api asmara terus membara. Misalnya makan di restoran yang romantis, lengkap dengan alunan musik, lilin, dan peralatan makan terbaik.
Musuh-musuh Ichigo-Ichie
Masa lalu adalah tempat rasa sakit dan kebencian berada, dan masa depan adalah tempat ketakutan dan kekhawatiran tinggal. Bila ingin menikmati ichigo Ichie, jauhi masa lalu dan masa depan. Fokuslah pada masa kini.
Seorang lelaki yang berjalan melewati hutan sambil mengunggah sesuatu di media sosial dengan telepon selulernya tidak menikmati hidup di momen itu. Malahan, ia sebenarnya tidak berada di hutan itu. Musuh icigo Ichie yang lain adalah kelelahan, ketidaksabaran, dan beranalisis.
Judul: Ichigo-ichie: Seni Menghargai Setiap Momen, Kunci Kebahagiaan ala Jepang
Judul asli: The Book of Ichigo-Ichie: The art of making the most of every moment, the japanese way
Penulis: Hector Garcia & Francese Miralles
penerbit: Renebook
Genre: Self Help
Edisi: Cet 1, April 2022
Tebal: 195 halaman
ISBN: 978-623-6083-33-8