Siapa yang mencintai sesuatu, dia akan menjadi budak dari apa yang dicintainya. Berbahagialah orang yang sanggup menjadikan akal sebagai pemimpin bagi dirinya dan menjadikan hawa nafsu sebagai tawanan. Kitab Nasaihul Ibad karya Syekh Nawawi al-Bantani sarat dengan petuah-petuah mendalam tentang kehidupan sejati dan kebahagiaan.
Dalam diri manusia senantiasa ada unsur akal dan nafsu yang selalu bekerja berlawanan. Keselamatan dan kesejahteraan dunia akhirat tercapai apabila akal menjadi pemenang dalam pertarungan dunia. Untuk membuat akal dominan terhadap nafsu, terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan.
Nasaihul Ibad adalah kumpulan tips dan trik agar nafsu-nafsu tidak menjadi raja dalam diri manusia. Kitab ini memiliki judul asli Nasha’ih al-Ibad fi Bayan al-Alfadz munabbihat ala al-Isti’dad li yaum al-ma’ad, yang artinya kumpulan nasihat bagi para hamba dalam menjelaskan kata-kata peringatan untuk bersiap menghadapi hari kiamat. Di dalamnya terdapat 208 maqalah yang berisi 1072 butir nasihat. Sebanyak 45 nasihat di antaranya bersumber dari hadis dan selebihnya adalah asar atau ucapan para sahabat dan pengikut nabi.
Sebenarnya kitab ini ditulis sebagai syarah kitab Al-Munabbihat ala al-Isti’dad li yaum al-ma’ad karya Ibu Hajar al-Asqalany al-Mishry. Konon, penulisan kitab ini didasarkan pada request murid-muridnya yang kemudian dilaksanakan oleh Syekh Nawawi dan selesai pada hari Kamis, 21 Safar 1311 H (1893 M).
Kitab ini secara umum mengarahkan pembacanya untuk mencapai kehidupan sejati dan kebahagiaan. Bila hidup di dunia ini barat perjalanan, Syekh Nawawi menunjukkan jalur dan rute yang harus ditempuh, peringatan titik-titik rawan, dan tempat-tempat pengisian bahan bakar.
Salah satu titik rawan misalnya, terlalu sibuk dengan dunia. Dalam dunia yang materialistik, manusia senantiasa mengejar target materiil dan lalai target akhirat. Syekh Nawawi mengutip hadis Rasulullah saw tentang mencintai lima hal dan melupakan lima hal lainnya.
Yaitu mencintai dunia melupakan akhirat, mencintai rumah mewah melupakan kubur, mencintai harta kekayaan melupakan hisab, mencintai keluarga melupakan bidadari, dan mencintai diri sendiri melupakan Allah. Terhadap orang-orang yang terlalu rajin mengejar kesenangan dunia, Syekh Nawawi mengingatkan bahwa cinta dunia adalah pangkal kesalahan dan membenci dunia adalah pangkal kebaikan.
Untuk meraih kehidupan sejati dan kebahagiaan, seharusnya orang berpikir tentang sesuatu yang abadi dan berpaling dari sesuatu yang sifatnya fana atau sementara. Tidak ada cara lain, kecuali dengan mengejar akhirat yang caranya dengan mendekatkan diri kepada Allah set.
Meninggalkan dunia bukanlah kebodohan karena hal itu sama dengan melepas sesuatu yang sementara demi mencapai sesuatu yang kekal. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takwa kepada Allah, melainkan Dia akan memberimu sesuatu yang jauh lebih baik daripada apa yang engkau tinggalkan,” (HR. Ahmad dan Nasa’i).
Kesucian jiwa Syekh Nawawi tercermin dalam kitab yang isinya secara umum mengarah pada tazkiyatun nafs ini. Sebagai ulama besar yang bermukin di Arab Saudi sebagai Imam Besar, reputasi Syekh Nawawi tak diragukan lagi. Ia adalah tempat berguru para ulama nusantara, termasuk KH. Hasyim Asy’ari pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Syekh Nawawi al-Bantani lahir di Serang, banten tahun 1813 Masehi dan wafat di Mekkah, tahun 1897 Masehi. Selama hidupnya telah menulis 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Ia adalah generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya tersambung hingga Rasulullah Muhammad saw.
Judul: Nashaihul Ibad
Judul Asli: Nashaih al-Ibad fi Bayan al-Alfadz Munabbihat ala al-Isti’dad li Yaum al-Ma’ad
Penulis: Syekh Nawawi al-Bantani
Penerjemah: Fuad Saifudin Nur
Penerbit: Turos Pustaka
Genre: Spiritual Islam
Tebal: 280 halaman
Edisi: Cet 2, Maret 2021
ISBN: 978-623-7327-26-4