Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tapi itu bukan alasan bagi kita menghindari cinta kepada dunia. Kepada sesama manusia. Bahkan kepada diri sendiri. Haemin Sunim menulis pengalaman dan kisah pribadinya. Dia selama bertahun-tahun membantu sesama untuk mengajarkan bagaimana merawat diri sendiri .
Melalui Love for Imperfect Things, guru Buddhis ini mengajak kita memperlakukan diri sendiri dengan penuh kasih sayang, empati, dan pengampunan. Kita juga belajar memperlakukan orang lain dengan cara yang sama; membuat hubungan-hubungan lebih dalam dengan orang lain, bangun dari keterpurukan, menghadapi rasa sakit dan sedih, mendengarkan lebih saksama, mengekspresikan diri, dan memiliki keberanian mengejar hal membahagiakan diri sehingga merasa lengkap.
Buku setebal 295 halaman ini dibagi dalam delapan bab yang komprehensif. Tidak hanya fokus pada diri sendiri dan keluarga, tapi juga tentang penyembuhan, pencerahan dan penerimaan. Tiap bab terdapat dua kisah yang lembut dan humanis.
Haemin Sunim yang memiliki lebih dari sejuta pengikut di Twitter @haeminsunim ini mengingatkan pembaca untuk berbuat baik kepada diri sendiri dulu, baru kepada orang lain. Penulis pernah mengalami betapa “tak enaknya” ketika menjadi orang baik saat kuliah pascasarjana. Ia yang saat kecil seorang introvert dan pemalu dan dipuji karena menjadi anak baik, sering mengerjakan tugas yang tidak ingin dikerjakan oleh kawan-kawannya. Lama kelamaan, dia merasa stres sendiri.
Membuka hati
Penulis yang lulusan UC Berkeley, Harvard dan Princeton ini juga mengajak pembaca untuk membuka hati. Juga bicara jujur kepada orang lain tentang apa yang dirasakan.
Supaya tidak terjadi masalah psikologis. Sama seperti genangan air yang bisa berbau busuk dan beracun, seperti itu pula emosi kita.
Dengan lembut, buku ini juga membahas kekuatan pelukan. Mungkin kita pernah dengar, setiap kali seseorang memeluk, umur kita akan bertambah satu hari. Memang, tidak ada yang bisa membuktikan kebenarannya. Tapi kita semua pasti paham apa artinya.
Ya, ketika kita menghadapi hal-hal yang begitu sulit, pelukan tanpa kata-kata bisa memiliki kekuatan. Itu menyembuhkan yang lebih besar daripada penjelasan logis dan runut kenapa keadaan bisa menjadi sulit.
Haemin Sunim juga membagikan pengalamannya ketika tinggal di Amerika. Ia harus belajar bagaimana saat berjabatan tangan tidak hanya sekadar menggenggam tangan orang lain. Tapi harus dilakukan seraya tersenyum, menatap satu sama lain. Kemudian memastikan genggaman tangan kita tidak terlalu kuat atau terlalu lemah. Nah, dari sekian banyak cara menyapa seseorang, penulis membutuhkan waktu paling lama untuk terbiasa dengan pelukan.
Menariknya, buku yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris ini dilengkapi ilustrasi cantik yang menentramkan. Serta kata-kata mutiara yang filosofis dan indah layaknya puisi. Seperti ;
Hal sederhana mengenggam tangan seseorang bisa berdampak besar dalam meringankan rasa sakitnya, Semakin besar rasa sakit kita, semakin besar cinta dan dukungan keluarga yang kita butuhkan. (hal.50).
Untuk anggota keluarga dan teman-teman yang mengalami kegagalan, katakanlah, ”Walau kau masih belum berhasil sekarang, aku bangga sekali kepadamu. Di bawah situasi yang sulit, kau tidak menyerah. Dan itu, menurutku, merupakan keberhasilan.” (hal.89).
Buku ini mengajak pembaca berfikir sekaligus berefleksi bahwa hidup ini memang sulit bukan karena masa lalu yang menahan kita, melainkan karena kita terus memikirkan masa lalu dan menetap di sana.
Penulis meyakinkan pembaca bahwa usaha kita, sekecil apa pun, tidak akan pernah sia-sia. Bahkan badai terdashyat pun akan reda, tentu saja selama kita bertahan dan pantang menyerah, kita akan bisa melihat matahari bersinar lagi. (*)
Judul : Love for Imperfect Things
Penulis Buku : Haemin Sunim
Tebal : 295 halaman
Penerbit : POP, imprint KPG
Cetakan : Keempat, Juni 2021
ISBN : 978-602-481-430-4