Jeff Keller. Siapa dia? Nama itu tak banyak dikenal pada era 1980-an. Predikat sarjana hukum dari sebuah perguruan tinggi menjadi modal awal menekuni profesi pengacara di New York.
Waktu itu dia bersemangat menjalani profesi tersebut. Sebabnya, ada kebahagiaan dan kebanggaan bisa mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa. Keller mampu mengumpulkan dua orang atau lebih pihak yang bersengketa untuk duduk bersama. Kemudian menjelaskan prosedur hukum yang akan ditempuh. Bisa jadi memakan waktu yang panjang. Bahkan bisa jadi lebih lama lagi, karena ada proses hukum lanjutan, jika salah satu pihak tidak puas dengan putusan hukum tahap pertama. Dan begitu seterusnya.
Jeff Keller juga memberikan motivasi kepada mereka yang bersengketa hukum agar berkompromi. Bahwa dengan menempuh opsi damai, sengketa tidak berlarut, kemudian tidak ada pihak yang dirugikan. Selesai. Mereka menerima. Maka proses hukum hanya sampai meja mediasi.
Keberhasilan menyelesaikan sengketa melalui mediasi adalah kebanggaan tersendiri. Setidaknya ini menjadi bukti keberhasilan menjadi juru damai. Sebuah portofolio tersendiri.
Namun ada tantangan lain. Saat menangani perkara berbeda, pihak bersengketa memilih jalur hukum sampai adanya ketetapan dari majelis hakim. Menangani perkara demikian menghabiskan banyak waktu. Hari demi hari dihabiskan untuk menghadiri persidangan. Iya kalau persidangan berjalan tepat waktu. Bagaimana kalau molor, apalagi ditunda? Hari demi hari menjadi sia-sia. Seperti berjalan di tempat. Tak menemukan progres dan capaian baru. Pada saat itulah Keller sampai pada kejenuhan.
Pengalamannya menangani perkara demikian membuat hidupnya menjadi membosankan. Rutinitas menjadi advokat tetap dia jalankan, tapi tanpa kesungguhan. Dia menghadapi klien, tapi rasanya bosan. Dia menjadi kuasa hukum, tapi serasa dalam keadaan vakum. Jenuh dan gak enak banget.
Iklan yang mengubah hidup Keller
Pada sebuah malam dia yang sedang bosan dan jenuh menonton televisi. Ketika program TV dijeda dengan iklan, biasanya dia akan berpindah ke stasiun TV lain. Tapi kali ini tidak. Saat itu dia menyaksikan iklan The Mental Bank, sebuah program motivasi diri. Dia tonton advertorial tersebut sampai selesai. Kemudian mendaftarkan diri ikut program tersebut seharga 30 dolar AS.
Di situ dia mendapatkan inspirasi tentang bagaimana bangkit dan menggapai ‘sukses’, kata magis yang sering diucapkan para motivator. Diksi itu kerap menyentak hati yang galau karena mengalami kegagalan. Atau sedang kehilangan mood, akibat belum menemukan jalan menuju kesana.
Sesi demi sesi The Mental Bank diikuti. Di situ Keller terdorong untuk menjadi ‘orang yang terlahir kembali’. Namun kali ini, dia tidak menekuni dunia advokat. Dia ‘banting setir’ menjadi motivator. Dia membaca banyak buku motivasi diri, psikologi, dan biografi orang – orang sukses. Bacaan itu dipadukan dengan pengalamannya dalam dunia hukum. Jadilah dia seorang motivator.
Pertama kali berbicara menjadi motivator, dia hanya dibayar 30 dolar AS. Bayaran yang kala itu sangat kecil. Tapi dia tak putus asa. Keller terus berusaha memperbaiki diri hingga sangat menjiwai berbagai materi yang dia sampaikan kepada khalayak. Bertambahlah penghasilannya, hingga dalam setahun dia berhasil mengumpulkan uang 100 ribu dolar, penghasilan dari menjadi motivator. Sejak itu, ibunya penuh percaya diri menyebut Keller sebagai seorang motivator.
Kesimpulan Keller, kesuksesan yang diraihnya adalah buah dari pikiran optimistis. Kemudian melahirkan sikap yang penuh semangat untuk mewujudkan optimisme tadi.
Pikiran di-‘setting’ dulu dengan baik. Atau jiwa kita harus ditata dulu dengan baik. Maka setelah itu sikap akan mengikuti. Kalau pikiran sudah pesimistis, maka jangan pernah berharap sikap yang kita lakukan adalah optimisme…itu mustahil.
Tapi sebaliknya, kalau sejak awal pikiran sudah yakin. Hati kita penuh semangat seperti halnya kita bersemangat menyaksikan jagoan sepak bola kita menendang bola hingga merobek gawang, maka itu akan membentuk sikap yang juga penuh semangat menggapai tujuan.
Sekali lagi ini soal sikap. Keller menjelaskan panjang lebar soal sikap dalam bukunya, Attitude is everything. Buku ini diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Renebook dengan judul yang sama.
Judul: Attitude is everthing: Sikap Mental adalah Segalanya. Hidupmu Bakal Sukses, Kalau Mentalmu Beres
Penerbit: Renebook
Jumlah halaman: 240 halaman
Dimensi: 13 x 19 cm
ISBN: 978 623 6083 40 6
Pengarang: Jeff Keller
Penerjemah: Femmy Syahrani
Penyunting: Hikmawati Diyas N, Ratih Ramadyawati
Penyelaras Akhir: M Farobi Afandi