Siapa yang datang ke pemakamanku saat aku mati nanti? Ini adalah pertanyaan mendasar yang harus terjawab saat kita masih hidup.
Buku yang ditulis Kim Sang-hyun ini menggugah kita tentang pentingnya berkehidupan secara baik. Hidup bukan kompetisi saling menjatuhkan, meraih profit sebanyak-banyaknya, dan mengeksploitasi orang lain. Hidup adalah ladang berbuat baik, sehingga jika kita mati, tujuan penciptaan telah tercapai.
Pilihan yang kita ambil akan menentukan apakah kita layak diantar ke pemakaman dengan salam perpisahan dan penghormatan, bahkan tangisan, ataukah hanya seonggok tubuh yang telah selesai menuntaskan sejarahnya?
Buku ini merupakan sari pati perenungan Kim Sang-hyun yang telah dipraktekkannya dalam kehidupan nyata. Kim adalah penulis yang juga memiliki penerbitan independen yang bernama Feelm. Selain itu ia mengelola sebuah kedai kopi yang bernama Gongmyeong.
Ia tak pernah memperlakukan cafenya sebagai sarana untuk mencari uang semata. Bahwa keuntungan itu penting, tidak dibantahnya. Akan tetapi ia berusaha melayani pelanggannya dengan sepenuh hati dan menciptakan impresi yang mungkin tak akan dilupakan orang seumur hidupnya.
Awalnya Kim mendapat ide dari sebuah restoran yang melayani pelanggannya dengan sangat detail bahkan sampai hal-hal yang tak terlihat, misalnya letak logo yang ada di bawah piring, selalu ditempatkan dengan sudut yang pas. Dan sejak saat itu ia meyakini, restoran terbaik di dunia bukanlah tentang makannya, tetapi cara menyajikan dan memperlakukan konsumennya.
Di buku yang dirilis Penerbit Haru ini, terdapat narasi-narasi apik yang mengandung kontemplasi mendalam tentang kehidupan. Terdapat seribu alasan mengapa orang harus hidup dengan pribadi baik sehingga meninggalkan jejak dan memori baik setelah kematiannya.
Peran manusia dalam lingkup sosial adalah salah satu hal fundamental yang harus diinvestasikan. Kesadaran bahwa manusia hidup bersama di bumi ini harus menjadi basis keyakinan untuk mencetak kebaikan-kebaikan. Terkadang dalam kehidupan sosial yang interdependen, terjadi kehilafan, kesalahan, dan kekurangan-kelebihan. Itu semua harus dipahami sebagai konsekuensi logis dari pergaulan sosial yang sebenarnya asyik.
Hidup adalah jalan panjang yang akan terlewati dengan cepat. Semua apa yang kita lakukan akan segera berlalu dan menjadi sejarah. Ketika sejarah telah diukir maka tak mungkin dihapuskan lagi.
Maka kebaikan dalam skala sekecil apapun harus terus diupayakan. Itulah sejatinya jati diri kita, yaitu kumpulan dari serpihan-serpihan kejadian kecil yang membentuk figur besar siapa diri kita sesungguhnya.
Sikap baik, selain perlu ditujukan kepada orang lain, juga penting untuk dicurahkan kepada diri sendiri. Saat mengalami kegagalan atau keterpurukan, berpikirlah positif bahwa cobaan itu memiliki expire date alias masa kadaluwarsa.
Diri sendiri itu sangat layak dihormati di mana pun berada dan merendahkan diri dalam arti mempermalukan, bukan introspektif, itu tidak baik. Jadilah orang yang paling mencintai diri sendiri.
Kebahagiaan adalah hak semua orang. Akan tetapi kebahagiaan sering terhalang oleh hal-hal sedih dan pahit. Jangan larut dalam kepahitan yang sebenarnya hanya sementara karena itu adalah angin lalu. Sikap yang benar adalah menganggapnya sebagai pengalaman dan pelajaran yang membentuk kita menjadi lebih baik.
Buku dengan 168 halaman ini tidak menyajikan perenungan dan kontemplasi berat. Ia hanya nasehat-nasehat pendek yang dapat menghadirkan paradigma baru dalam kehidupan kita. Bila kamu memahaminya dengan baik dan menjalankannya, dijamin pemakamanmu nanti akan dipenuhi ribuan pengantar yang sedih, kenangan indah, air mata, dan harum bunga-bunga.
Judul : Siapa Yang Datang ke Pemakamanku Saat Aku Mati Nanti?
Penulis : Kim Sang-hyun
Penerbit : Haru
Genre : Self Improvement
Tebal : 168 halaman
Edisi : Cetakan 4 Mei 2021
ISBN : 978-623-7351-54-2
Reviewed by Jakarta Book Review