Senin, 17 November 2025
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Jakarta Book Review (JBR)

Nikah Tanpa Pacaran

Oleh Siti Khotijah
2 Maret 2022
di Nukilan
A A
Nikah Tanpa Pacaran

Nikah Tanpa Pacaran

Meggenggam Restu

“Kamu serius?” Mami setengah berseru. Alisnya naik, kerut di keningnya menguat.

“lya, Mam.”

“Yakin?”

Ken mengangguk.

“Ya ampun, Sayang! Kamu jatuh cinta pada seorang gadis desa?” Mami masih tak percaya.

BACA JUGA:

5 Alasan Kenapa The E-Myth Revisited Harus Kamu Baca Sebelum Bisnismu Diam-Diam Runtuh!

Ingin Bisnis Jalan Sendiri, Kamu Bisa Liburan Tanpa Cemas? Temukan Rahasianya di Buku The E-Myth Revisited

The Power Of Azan

The Culture Code

Yang ditanya lagi-lagi mengangguk. Berhari-hari dia shalat istikharah, sejak pulang dari perjalanan bersama tim recce, keyakinan putranya bukan berkurang malah bertambah.

“Tolong, Ken! Tolong beri Mami alasan yang masuk akal, bukan roman picisan,” cecar wanita paruh baya berdarah campuran Indonesia-Jepang itu.

Mimpi-mimpi yang menjadi pertanda, lalu jawaban dari shalatnya…. Tapi bagaimana menceritakannya pada Perampuan terkasih ini?

“Tidak seorang pun bisa memilih, pada siapa ia akan jatuh cinta,” jawab Ken, mencoba berfilosofi.

“‘Oke, tapi selalu ada alasan, kan?’’ “Kadang tidak diperlukan alasan untuk jatuh cinta.”

Mami menyipitkan mata. Kalimat-Kalimat barusan disampaikan dengan tenang, terdengar sangat dalam. Perempuan berusia hampir setengah abad itu memandang putra tunggalnya dengan sorot tak percaya.

“Jadi kamu jatuh cinta tanpa alasan?”

Ken terdiam. Bagaimana menjelaskan mimpi yang datang berulang? Tentang rasa yang tumbuh tanpa ia mengerti. Rasa yang begitu berbeda dari sebelum-sebelumnya. Rasa yang ia yakini sebagai cinta. Ya, cinta! Yang ada Mami akan mengira ia sudah gila.

“Bagaimana jika anak kesayangan Mami ini mengatakan kalau dia yakin telah menemukan jodoh yang disiapkan Tuhan untuknya?” jawab cowok itu akhirnya.

“Sesederhana itu?”’

‘‘Beberapa hal kadang lebih indah dibiarkan sederhana. Mempertanyakan hanya akan membuat segalanya menjadi lebih rumit.” Ken mengulum senyum. Menatap lembut wanita yang dikasihinya.

“Maksudmu?” Mami memiringkan pandangannya.

“Mami tinggal memberi restu, lalu melamarnya untuk aku, agar kami menikah.”

Mata wanita itu membesar. Mulutnya membuka seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tertahan. Lalu sesaat kemudian, ia menggeleng. Akalnya belum bisa mencerna apa yang terjadi. Dengan raut bingung ia melangkah meninggalkan ruang keluarga tempat mereka ngobrol barusan. Meninggalkan Ken yang masih duduk manis dengan senyum menawannya.

“Coba Papi bayangkan, dia mengaku jatuh cinta tanpa alasan sama sekali. Bagaimana bisa?” seru Mami keesokan harinya, saat mereka bertiga duduk mengitari meja makan.

“Jadi yang bermasalah cintanya atau alasannya?” Papi balik bertanya. Mulutnya asyik mengunyah roti bakar. Ken yang sedang meminum jus tomat tersenyum mendengar kalimat papinya.

“Yang jadi masalah adalah gadis yang dia cintai. Entah siapa dia. Bagaimana bibit bebetnya, siapa garis keturunannya, latar pendidikannya, status sosialnya… kita, kan, enggak tahu!” jawab Mami gusar.

“Ya cari tahu dululah,” jawab Papi ringan.

“Tapi Ken sudah yakin. Sudah minta dilamarin aja,” sahut Mami sambil melirik anak semata wayang mereka, gemas.

“Mudah-mudahan setelah bertemu dan mengenal dia, Mami juga jadi yakin,” ujar Ken santai. Tangannya menyentuh lembut pipi sang Ibu.

“Apa di kota ini kekurangan stok gadis cantik, terpelajar, dan sejajar status sosialnya dengan kita? Bukannya Raissa kabarnya juga mencintai kamu?” tanya Mami masih belum puas. la menyebut nama gadis blasteran yang sering main di film-film Ken.

“Cinta tidak selalu tumbuh dari atmosfer yang sama. Perbedaan kadang menjadi udara yang dibutuhkan agar cinta bisa berbunga.”’

Papi tertawa mendengar jawaban putranya. Sementara, Mami sibuk memijat keningnya.

“Betul! Menikahlah karena memang mencintainya. Karena cinta yang akan membuat kamu ingin menjaga, ingin bahagia bersama pasanganmu,” komentar Papi tersenyum.

“Oh my God! Mami makin pusing. Bagaimana bibit bobot dan bebetnya? Itu, kan, harus jelas!” Perempuan berkulit putih itu membelalak ke arah suaminya, “Papi bukannya membantu menyelesaikan masalah, malah bikin Mami makin puyeng.?”

“Mami kenapa, sih? Bertemu saja belum dengan gadis itu, tapi sudah berpikir macam-macam. Temui saja dulu, kenalan, biar kita tahu apakah dia memang cocok buat Ken atau tidak,” kata lelaki berdarah campuran Turki itu bijak.

Ken tersenyum, memilih menyimak sambil menghabiskan roti bakarnya.

“Papi dulu, kan, juga gitu. Sebelum melamar Mami Papi cari tahu dulu tentang Mami. Dan itu atas perintah Orangtua juga,’ ujar Papi lagi, “Makanya ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, tak cinta maka tak nikah. Karena Papi cinta makanya kita nikah.”

Ken tertawa mendengar pepatah yang diucapkan Papi. Mami mendelik, namun tak urung wajahnya bersemu merah melihat lirikan menggoda dari lelaki yang sudah puluhan tahun hidup bersamanya.

“Gue bingung, bukannya kita ke kampung itu mau syuting, kenapa malah ngajak keluarga lu ke sana?” tanya Heri. .

“Keluarga mau kenalan sama pihak keluarga Aira.”

“Aira? Calon bintang lu itu?” Mata Heri membesar, kaget.

Ken mengangguk, tersenyum penuh arti.

“Bro… lu lagi ngapain, sih? Sumpah, gue jadi bingung.” Heri menggelengkan kepala, menebak hal gila yang mungkin terjadi pada sahabatnya.

“Mereka mau melamar Aira, calon bintang satu-satunya di hati ini,” jawab Ken dengan binar di mata, sementara telunjuk mengarah ke dadanya.

Heri melongo.

Ken tertawa.

“Bro, lu kurang ngetop gimana lagi? Kok masih bikin sensasi kayak gini, sih?” Heri menyapu rambutnya, bingung.

“No, no, no! Enggak ada sensasi-sensasian. Aku serius sama Aira, dan akan menikahinya.”

Suara Ken mendadak dillputi kebimbangan, “Itu kalau dia tidak berubah pikiran.”

Heri menyimak, meski makin terheran-heran. Siapa gadis itu? Kenapa pula kali ini sebersit keraguan muncul hingga sahabatnya yang super tampan melihat kemungkinan si gadis akan berubah pikiran? Hei, siapa yang begitu bodoh menolak Ken Erhan Ramadhan ini?

“Sebentar, gue cerna dulu,’” sambar Heri sambil memejamkan mata, “Jadi kKeluarga lu udah ketemu sama Aira?’’

Ken membenarkan.

“Dan mereka setuju?”’

“Tepatnya me-res-tu-i!” Ken mengeja dengan bangga.

Heri menarik napas panjang. Bukan lega, melainkan bingung.

Ken tersenyum, membayangkan kembali bagaimana mami dan papinya bertemu orangtua Aira kemarin. Alangkah kaku pada awalnya karena gaya hidup mereka yang memang jauh berbeda. Keluarga Ken sangat modern, dengan gaya hidup kota besar, karena darah campuran mereka yang cukup dominan. Sementara, keluarga Aira yang berdarah pribumi tulen menampilkan kesahajaan masyarakat desa.

Suasana kaku berubah hangat dan cair setelah abah Aira bercerita tentang dunia seni yang ia geluti sejak muda. Dunia kreatif yang tak jauh beda dengan dunia Ken. Abah adalah seorang seniman tradisional, pemain teater, dan pemain musik tradisional juga. Ken sudah tahu itu sejak ia numpang tinggal saat survei dulu—tepatnya pura-pura survei demi pendekatan. Tapi Papi dan Mami jelas baru tahu. Ternyata, saat muda, Abah adalah anggota sanggar terkenal pada zamannya, sering tampil di TVRI.

Yang menyentuh hati Papi dan Mami adalah kisah perjuangan Abah dan Ambu untuk mendapatkan anak. Lama menikah, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Baru setelah menikah dua puluh tahun Aira hadir. Usia Ambu saat itu sudah empat puluh tahun dan Abah empat puluh dua tahun. Aira tumbuh jadi putri kesayangan Abah dan Ambu.

“Saya bisa saja terus berkarier di Bandung, mengelola sanggar bersama teman-teman. Tapi, jiwa saya terus memanggil untuk pulang ke kampung, rindu menikmati alam yang sejuk dan hijau,” kata Abah menutup kisahnya. Sekarang untuk mengisi masa tua, Abah aktif membina anak-anak dan remaja di desa untuk menghidupkan kesenian tradisional. Dan itu membanggakan, menurut Ken.

“Senyum-senyum, pasti ngebayangin wajah gadis itu, kan?” Heri meledek, membuyarkan lamunan sahabatnya.

“Aku tahu, life is such a blessing, cuma enggak menyangka hidup bisa seindah ini,” gumam Ken tersenyum.

“Kenapa gue sebel, ya, liat senyum lu?” komentar Heri dengan cengiran khasnya.

“Senyum orang jatuh cinta memang menyebalkan bagi mereka yang jomlo.”

Mereka berdua tertawa. Sebagai sahabat, Heri senang Ken akhirnya menemukan belahan Jiwanya. Siapa pun dia, gadis itu sangat beruntung. Heri tahu betul, Ken sangat tulus dalam mencintai. Jangankan ke pasangan, ke teman juga begitu, tidak pernah perhitungan. Di lokasi syuting pun, ia dekat dengan para kru dan pemain.

Penasaran dengan kelanjutan ceritanya? Tenang, Kamu bisa mendapatkan bukunya di Jakarta Book Review Store.

Jakarta Book Review memiliki banyak koleksi buku bermutu lain yang tentunya dengan harga terjangkau, penuh diskon, penuh promo, dan yang jelas ada hadiah menariknya. Tidak percaya? Buktikan saja.

SendShareTweetShare
Sebelumnya

Mahasiswa Kampus BEM Polman Tumbuhkan Minat Baca Anak Lewat Perpustakaan Apung

Selanjutnya

Berdamai dengan Diri Sendiri: Belajarlah Menerima Apadanya Dirimu

Siti Khotijah

Siti Khotijah

Redaktur Jakarta Book Review

TULISAN TERKAIT

5 Alasan Kenapa The E-Myth Revisited Harus Kamu Baca Sebelum Bisnismu Diam-Diam Runtuh!

5 Alasan Kenapa The E-Myth Revisited Harus Kamu Baca Sebelum Bisnismu Diam-Diam Runtuh!

20 Juni 2025
Ingin Bisnis Jalan Sendiri, Kamu Bisa Liburan Tanpa Cemas? Temukan Rahasianya di Buku The E-Myth Revisited

Ingin Bisnis Jalan Sendiri, Kamu Bisa Liburan Tanpa Cemas? Temukan Rahasianya di Buku The E-Myth Revisited

18 Juni 2025
The Power Of Azan

The Power Of Azan

18 April 2022
The Culture Code

The Culture Code

7 April 2022
Selanjutnya
Selanjutnya
Berdamai dengan Diri Sendiri: Belajarlah Menerima Apadanya Dirimu

Berdamai dengan Diri Sendiri: Belajarlah Menerima Apadanya Dirimu

Terbaru

Try Sutrisno

Peluncuran Buku “Filosofi Parenting Try Sutrisno” Sajikan Formula Pola Asuh Keluarga Indonesia

15 November 2025
Tahap Akhir “AYO BACA!” Institut Prancis Indonesia: Soroti Dunia Literasi dan Sastra Kontemporer

Tahap Akhir “AYO BACA!” Institut Prancis Indonesia: Soroti Dunia Literasi dan Sastra Kontemporer

14 November 2025
Buku “The Girl with the Dragon Tattoo” Jadi Best Crime & Mystery versi Goodreads

Buku “The Girl with the Dragon Tattoo” Jadi Best Crime & Mystery versi Goodreads

29 Oktober 2025
Mitos, Mitigasi, dan Krisis Iklim: Membaca Narasi Putri Karang Melenu dan Naga Sungai Mahakam

Mitos, Mitigasi, dan Krisis Iklim: Membaca Narasi Putri Karang Melenu dan Naga Sungai Mahakam

20 Oktober 2025
Menulis dalam Berbagai Medium: Sesi Diskusi Bersama Dea Anugrah dan Aya Canina

Menulis dalam Berbagai Medium: Sesi Diskusi Bersama Dea Anugrah dan Aya Canina

16 Oktober 2025
Merayakan Dewasa dan Lukanya: Kilas dari Penulis

Merayakan Dewasa dan Lukanya: Kilas dari Penulis

15 Oktober 2025

© 2025 Jakarta Book Review (JBR) | Kurator Buku Bermutu

  • Tentang
  • Redaksi
  • Iklan
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Masuk
  • Beranda
  • Resensi
  • Berita
  • Pegiat
  • Ringkasan
  • Kirim Resensi

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In