TIDUR MERUPAKAN TERAPI PENGOBATAN KEGELISAHAN
Beberapa peneliti mengatakan bahwa tidur membantu penyembuhan banyak penyakit dan mengurangi komplikasi penyakit. Sebagian besar pasien, dengan penyakit apa pun, disaranka oleh dokter supaya benar-benar beristirahat total. Tidur juga merupakan obat untuk gangguan psikologis seperti cemas tegang, dan stres. Jika seseorang mengalami gangguan emosi, gelisah, cemas, dan stres, lalu dia beristirahat sebentar, ketika bangun, dia akan menjadi lebih tenang, rileks, dan nyaman dibandingkan sebelumnya.
Dari sini, kita dapat menangkap makna ilmiah dari kantuk yang diturunkan oleh Allah swt. kepada pasukan muslimin dalam kejadian Perang Badar dan Uhud.
Tidur memiliki tingkatan dan tahapan yang berbeda-beda. Tahap pertama tidur adalah nu’as (kantuk). Adapun sinah (tahapan kantuk) adalah kondisi ketika tidur sudah kontak langsung dengan mata dan kepala mulai terasa berat.
Mengantuk adalah kondisi mendekati tidur. Mengantuk tidak dialami oleh seseorang, kecuali dalam dua kasus. Pertama, setelah kelelahan. Kedua, ketika seseorang merasa aman, tenteram, nyaman, damai, dan tenang. Adapun orang yang dilanda rasa takut, tegang, dan cemas, dia tidak dapat tidur.
Mengantuk disebutkan dalam al-Quran di dua tempat. Pertama, diturunkannya kantuk kepada kaum mukminin pada perang Badar. Kedua, diturunkannya kantuk kepada kaum mukminin pada Perang Uhud.
Tentang kejadian pada Perang Badar, Allah swt. berfirman:
“Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan darimu serta untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu).” (QS. al-Anfal [8]: 11)
Orang yang takut dan cemas tidak bisa tidur. Jika orang yang takut dan cemas bisa tertidur, dia akan merasakan ketenteraman. Oleh karena itu, seandainya pasukan kaum mukminin pada Perang Badar tidak mengantuk dan tidak bisa beristirahat, tentu mereka tidak akan mampu melanjutkan pertempuran pada hari berikutnya dan tidak mampu meraih kemenangan.
Diceritakan dari Imam Ali bin Abu Thalib ra., dia berkata, ‘Pada Perang Badar, kami tidak memiliki pasukan berkuda, kecuali hanya Miqdad. Lalu kami semua tertidur, kecuali Rasulullah Saw. Beliau shalat di bawah pohon dan menangis sampai pagi.”
Sedangkan mengenai Perang Uhud, Allah swt. berfirman:
“Kemudian setelah kamu berduka cita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” (QS. Ali ‘Imran [3]: 154)
Allah swt. menjanjikan kemenangan bagi kaum mukminin atas orang-orang kafir. Kemenangan harus didahului dengan penghapusan rasa ketakutan dari diri kaum mukminin. Ketika sebagian pasukan kaum mukminin melanggar instruksi Rasulullah saw. dan tertarik mengumpulkan harta rampasan perang, Allah swt. menjadikan mereka dikuasai rasa takut. Kemudian Allah swt. menyatakan bahwa Dia menghilangkan rasa takut itu dari diri kaum mukminin yang tulus dengan cara membuat mereka mengantuk.
Thalhah ra. mengatakan, “Kami diliputi rasa kantuk dala kondisi kami masih tetap berada di barisan masing-masing.”
Diceritakan dari az-Zubair ra., dia mengatakan, “Saya bersama Rasulullah saw. ketika ketakutan begitu mencekam. Lalu Allah swt. mengirimkan kantuk kepada kami. Dalam kondisi yang dikuasai rasa kantuk, saya mendengar kata-kata Mu’attib bin Qushair, ‘Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu hak campur tangan dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dikalahkan di sini.”
Diceritakan dari Abdullah bin Mas’ud ra., dia mengatakan, “Mengantuk di tengah situasi pertempuran merupakan bentuk rasa aman dan tenteram, sedangkan mengantuk dalam shalat berasal dari setan. Sebab mengantuk ketika berada di tengah situasi pertempuran itu tidak akan terjadi, kecuali karena adanya kepercayaan yang sangat tinggi kepada Allah swt. Sedangkan mengantuk ketika berada di tengah-tengah shalat, tidak akan terjadi, kecuali karena terlalu jauh dari Allah swt.”
Al-Hasan mengatakan, “Rasa aman dan tenteram adalah pangkalnya. Karena ketika ada rasa aman dan tenteram, rasa mengantuk bisa muncul. Pihak yang dimaksud dalam ayat, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri adalah orang-orang munafik, yaitu Abdullah bin Ubai, Mu’attib bin Qusyair, dan kawan-kawannya. Hal yang mereka cemaskan dan pikirkan ialah keselamatan diri mereka sendiri. Orang Arab menyebut orang yang takut, cemas, dan gelisah sebagai “Ahammathu nafsuhu” (ia mencemaskan dirinya sendiri).
Mengantuk, bahkan meski hanya satu jam atau beberapa saat, sudah mampu menghilangkan kelelahan tubuh, memulihkan kebugaran, dan kuat untuk melanjutkan aktivitasnya.
Tahap pertama dari tahapan-tahapan tidur disebut mengantuk. Adapun sinah adalah suatu kondisi ketika tidur sudah mulai kontak dengan mata dan kepala mulai terasa berat. Ini seperti yang difirmankan oleh Allah swt. dalam Ayat Kursi.
“Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. al-Baqarah [2]: 255)
Kondisi mengantuk tidak sampai membuat seseorang sepenuhnya kehilangan kesadaran den kemampuan merasakan sekelilingnya Hal ini disebutkan dalam penafsiran ayat 154 surah Ali ‘Imran.
Az Zubair mengatakan, “Lalu, Allah swt mengirimkan kepada kami. Dan sungguh aku benar benar mendengar kata-kata Mu‘attib bin Qusyair, sedangkan waktu itu aku diliputi kondisi nu’as, ‘Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh, (dikalahkan) di sini.” Jadi, ketika seseorang mengalami nu’as dia tidak kehilangan sepenuhnya kesadaran dan kemampuan untuk merasakan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Imam Bukhan dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seoreng dari kalian mengantuk ketika sedang shalat, hendaklah dia pergi tdur sampai keinginan tidur itu hilang dan dinnya. Sebab ketika salah seorang dari kalian shalat, padahal dia mengantuk, maka dia tidak sadar barangkal: dia ingin beristighfar, tetapi justru yang terucap adalah dia mengutuk dirinya sendiri.” Yakni, mengutuk diri sendiri tanpa disadarinya. Jadi, nu‘as adalah tahap awal mendekati tidur, sedangkan sinah adalah tahap pertama memulai untuk memasuki tidur.