87
Abu al-Khazraj, kerabat Abu ad-Darda’, berkata, “Masyarakat perkumpul dan bertanya kepada Buhlul, ‘Apakah engkau punya dirham?”
Buhlul menjawab, ‘Punya.’
Lalu mereka mengeluarkan dirham putih ke hadapan Buhlul dan Buhlul berkata, ‘Alangkah baiknya engkau. Apakah_ ini untukku?’
Mereka berkata, ‘Ya. Asalkan engkau mau mencela Fatimah.’
Buhlul terkejut dan bertanya, ‘Fatimah yang mana?’
Mereka menjawab, ‘Puteri Nabi Muhammad saw.’
Buhlul berkata, ‘Wahai anak-anak darah haid! Haruskah aku mencela Fatimah binti Rasulullah?!’
Mereka berdiri dan Buhlul hawatir kehilangan dirham itu, maka dia berkata, ‘Bagaimana bila saya mencela Aisyah, kalian memberiku setengah dirham?’
Mereka menjawab, ‘Tidak!’ Lantas muka Buhlul ditampar dan dia berkata, ‘Astaghfirullah! Semoga Allah mengasihi Aisyah. Saya bersaksi bahwa dia istri Rasulullah saw. di surga.’”
88
Al-Hasan ar-Razi berkata, “Buhlul melewati sekelompok orang di bawah pohon. Mereka berjumlah sepuluh orang. Mereka saling berbisik antara satu dengan yang lain, “Mari kita mengolok-olok Buhtul.”
Buhlul mendengar perkataan mereka dan mendatangi mereka Maka mereka pun berkata, “Wahai Buhlul! Maukah kamu memanjy pohon ini, nanti kamu akan mendapatkan sepuluh dirham day kami!”
Buhlul menjawab, “Ya. Saya mau.”
Mereka memberinya sepuluh dirham. Lalu Buhlul menyimpan uang itu di kantongnya, sambil menoleh kepada mereka dan berkata, “Tolong ambilkan tangga!”
Mereka berkata, “Hal itu tidak termasuk dalam syarat.”
Buhlul menjawab, “Itu syaratku yang tidak terdapat di syarat kalian.”
89
Ismail ibn Abdurrahman al-Kufi yang berkata, “Saya ditemui oleh Buhlul al-Majnun.”
Buhlul berkata, “Saya punya pertanyaan untuk Anda.”
Saya menjawab, “Silakan!”
Buhlul berkata, “Apakah kedermawanan itu?”
Saya menjawab, “Pencurahan dan pemberian.”
Buhlul berkata, “Itu kedermawanan di dunia. Apa kedermawanan di akhirat?”
Saya menjawab, “Bersegera dalam ketaatan kepada Allah swt.
Buhlul bertanya, “Apakah Anda mengharapkan balasan dari-Nya?”
Saya menjawab, “Ya. Satu dibalas dengan sepuluh.”
Buhlul berkata, “Itu bukan kedermawanan. Itu perdagagan dan pengambilan untung.”
Saya bertanya, “Menurut Anda bagaimana?”
Buhlul berkata, “Jangan sampai terbersit di hati Anda keinginan sesuatu pun dari-Nya”.
90
Ali ibn al-Fadhi al-Wassya’ berkata, “Apabila Buhlul melihat anak kecil tanpa ayah, Buhlul mencubitnya, menamparnya dan menggigitnya.”
Maka dari itu Buhlul ditanya, “Bolehkah Anda melakukan itu? pantaskan Anda menyakiti anak-anak kecil itu?”
Buhlul menjawab, “Tak ada pada diri mereka kecuali keburukan yang keluar dari ayah mereka. Maka dari itu, saya memukulnya sebentar. Kelak apabila mereka sudah besar, mereka akan memukuliku dan menggigitku.”
91
Hal serupa juga dikatakan oleh Ahmad ibn Sahl, “Saya dikabari oleh salah seorang sahabat kami yang berkata, di majlis Syarik ada lelaki yang ditanya, “Apa buah basah yang paling Anda sukai?”
Lelaki itu menjawab, “Daging.”
Lalu lelaki itu ditanya lagi, “Yang kering, apa yang Anda sukai?”
Dia menjawab, “Dendeng.”
Buhlul yang berada di pojok masjid berkata, “Demi Tuhan, kamu keliru!”
Syarik bertanya, “Bila demikian, apa pendapat Anda?”
Buhlul berkata, “Jika saya benar, apakah Anda mau menyuruh pelayan Anda untuk memberiku sekeranjang kurma?”
Syarik menjawab, “Tentu saja.”
“Bila begitu silakan tanyakan apa saja,” tantang Buhlul.
Syarik pun bertanya, “Buah basah apakah yang paling Anda Sukaj?”
Buhlul menjawab, “Di waktu siang, saya suka makan banyak dan manisan. Di waktu malam, saya suka daging bakar dan judzab (Makanan yang terbuat dari daging, nasi dan gula).”
Kemudian dia berkata kepada Syarik, “Demi Tuhan, Anda harus menentukan, siapa yang lebih pintar, saya atau dia? Anak gila itu berkata, ‘Daging’. Siapa yang memasaknya, siapa yang memo. tongnya, siapa yang membeli menyedap makanan?”
92
Tentang hal serupa, Ahmad ibn Sahl berkata, “Ada seorang lelaki yang bertanya kepada Buhlul,”
“Apakah Anda tidak malu makan di pasar?”
Buhlul menjawab, “Celaka engkau! Engkau telah menyerang Allah dan menolak-Nya. Allah tidak malu mendatangkanku ke dalam pasar. Maka akankah aku malu makan di dalamnya?”
93
Ahmad berkata, Ishaq ibn ash-Shabah al-Kindi_berkata “Semoga Allah memperbanyak orang sepertimu dalam golongan Syi’ah, Bublul.”
Buhlul menjawab, “Sebaliknya, Semoga Allah memperbanyak orang sepertiku di golongan Murji’ah dan memperbanyak orang sepertimu di golongan Syi’ah.”
94
Muhammad ibn Ahmad al-Kufi berkata, “Anak-anak Isa ibn Musa al-Hasyimi yang berada di Kufah keluar rumah dan berjumpa dengan Buhlul dan kata-kata Buhlul terdengar penuh kebijaksanaan.
Maka dari itu, mereka berkata, “Mohon berilah kami nasihat wahai Buhlul!”
Buhlul menjawab, “Dengan apa saya menasihati kalian? Ini istana kalian. Ini pula kuburan kalian.”
95
Umar ibn Jabir al-Kufi berkata bahwa Buhlul melewati anak-anak kecil yang sedang menulis. Kemudian mereka memukuli Buhlul.
Saya pun mendekati Buhlul dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengadukan perbuatan mereka kepada ayah mereka?”
Buhlul menjawab, “Diamlah semua! Ketika aku mati, mereka akan mengingat suka cita ini, lalu mereka berdoa, “Semoga Allah mengasihi orang gila itu.”
96
Shabbah al-Wazzan al-Kufi berkata, “Saya berjumpa Buhlul dj Suatu hari dan dia berkata kepadaku, ‘Bukanah engkau orang yang dituduh penduduk Kufah sebagai orang yang menghina Abu Bakar dan Umar?”
Saya menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari kondis; Sebagai orang yang bodoh.”
Buhlul berkata, “Ketahuilah, Shabbah! Bahwa mereka berdua adalah dua gunung Islam dan guanya. Dua lampu abadi dan pelita. Dan kekasih Rasulullah saw. dan tempat bersandarnya. Dua pemuka kaum Muhajirin dan tuan mereka.”
Selanjutnya, Buhlul berkata, “Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang mendengarkan perkataan Allah ketika orang-orang mempersembahkan diri mereka kepada tuan-tuan mereka.”
97
Aliibn al-Husain ar-Razi berkata: ketika ayah Buhlul meninggal dunia, warisannya sebanyak enam seratus dirham. Kadi (hakim) mengambil warisan itu dan mencegah Buhlul menerimanya. Lantas Buhlul mendatangi kadi seraya berkata,
“Semoga Allah memuliakan Kadi! Anda telah mencegah saya menerima warisan saya karena menganggap akal saya tidak waras. Saat ini saya lapar. Tolong beri saya seratus dirham, supaya saya dapat duduk bersama pemilik barang-barang bekas dan dapat membeli dan menjual.”
Kadi memberinya satu kantong. Buhlul menghitung isinya sesuai dengan yang diminta, seratus dirham. Buhlul mengambil uang itu, lantas tinggal di kampung hingga uangnya habis. Selanjutnya dia mendatangi kadi lagi di majlis persidangan.
Kadi bertanya, “Apa yang engkau lakukan, Buhlul?”
Buhlul menjawab, “Semoga Allah memuliakan Kadi. Saya telah menginfakkan warisanku.”
Kadi berniat memberikan dua ratus dirham, namun tiba-tiba kadi mengembalikan uang tersebut ke dalam kantong seraya bertanya, “Kamu bohong tentang apa yang engkau ambil dariku?”
Buhlul menjawab, “Tidak. Saya punya dua saksi bahwa saya menggunakan uangku sebagaimana seharusnya.”
“Anda benar,” kata kadi. Lalu kadi memberinya dua ratus dirham di dalam satu kantong.
98
Abbas al-Banna’ berkata: Buhlul memperhatikanku membangun rumah, lantas bertanya, “Punya siapa rumah ini?”
Saya menjawab, “Milik orang terpandang di Kufah.”
“Tolong pertemukan saya dengannya,” mohon Buhlul.
Saya mempertemukan Buhlul dengan sang pemilik bangunan.
Buhlul berkata: Anda telah terburu-buru melakukan kejahatan sebelum melakukan pemeliharaan. Dengarlah kabar tentang rumah yang dibuat oleh Tuhan yang Maha Mulia. Fondasinya terbuat dari misik. Lantainya terbuat dari anbar. Rumah itu dibelj oleh hamba yang gelisah tentang kepergiannya. Hamba itu telah menulis catatan untuk dirinya sendiri dan akadnya disaksikan oleh huraninya sendiri. Catatan tersebut tertulis semacam ini,
“Ini rumah yang dibeli budak kasar dari Allah yang Maha Mencukupi. Dari Allah, sang budak membeli rumah tersebut dengan mengeluarkan diri dari kehinaan dan sikap ketamakan, menuju kemuliaan sikap wara’. Sesuatu yang diterima dari pembelian budak itu akan diikhlaskan dan dijamin oleh Allah swt. Saksi jual beli itu akal dan nurani yang dapat dipercaya. Jual beli itu dilakukan dengan membelakangi dunia dan menyambut akhirat.”
Batas rumah itu, yang pertama, adalah lapangan kesucian. Yang kedua, meninggalkan pengasingan. Yang ketiga, Senantiasa memenuhi kewajiban. Yang keempat, keridhaan yang tenang di samping Dzat yang bersemayam di atas ‘Arsy.
Rumah itu memiliki jalan yang bersambung hingga Darussalam Kemah-kemahnya telah dipenuhi para pelayan yang memindahkan duka cita dan menghilangkan kesulitan dan penyakit.
Inilah rumah yang nikmatnya tidak akan berkurang dan berakhir. Rumah yang fondasinya berupa permata. Dan zamrud menjadikan batas-batas tersebut semakin mulia. Lantainya terbuat dari keagungan dan cahaya. Kemah-kemahnya dipenuhi hiburan, yaitu para bidadari yang sempurna dalam memberikan kebahagiaan. Tak ada mas kawin yang pantas bagi mereka selain agama dan ketakwaan.”
Lelaki pemilik bangunan itu meninggalkan istananya dan wajahnya bergelayut kedukaan. Di belakang orang itu, Buhlul bersenandung syair berikut ini:
Wahai orang yang mencari surga untuk dirinya sendiri!
Tak usah berlari mengejarnya,
Tuhan akan memberimu.
99
Abdullah ibn Khalid berkata: Buhlul berperang bersama kami di perang musim panas. Di lehernya terdapat kantong air. Ketika perang memanas, Buhlul melemparkan kantong airnya di antara dua pasukan yang bertempur seraya berteriak,
“Celakalah engkau kantong air! Sampai kapan engkau tidak meninggalkanku? Kamu telah menipuku di Mina. Insya Allah hari jni adalah hari perpisahanmu dariku.”
Selanjutnya, Buhlul memandang ke arah langit dan berkata, ‘Demi keagungan-Mu, Allah! Aku tidak memerangi musuh-musulau karena merindukan nikmat surgamu, meskipun itu tempat permukim ternyaman. Aku juga tidak berperang karena lari dari neraka-Mu, meskipun siksaannya pedih. Sebaliknya, aku berperang garena kecintaanku pada-Mu, wahai Kekasih para wali!”
Kemudian, Buhlul mendendangkan syair:
Apa kadar jiwamu dalam keridhaan Tuannya,
bila dibunuh atau membunuh musuhnya
Jiwa berkata kepada Tuannya, siapakah Tuannya?
Siapa yang menunjukkan menuju surga-Nya?
Saya tidak ingin melihat surga, saya juga tidak takut pada bakaran neraka
Saya hanya hamba yang mencintai Allah
Lantas, Buhlul kembali tertawa dan bersyair,
Untuk apa engkau mendatangiku, menjauhlah dariku, wahai yang merugi, menuju tempat keabadiaan yang bermekaran Kami datang untuk Allah.
Menjauhlah dariku, wahai yang pendek (angan-angan)!
Saya tak melihatnya lagi. Ketika saya menemuinya ternyata di badannya penuh pukulan yang merobohkan.
Saya berkata, “Wahai Abu Wahib, bergembiralah karena surga disediakan untukmu!”
Buhlul menjawab, “Diam! Saya tak berperang untuk surga, melainkan untuk memenuhi sebagian hak Allah.”
100
Yazid ibn Abdul Khalik mengatakan bahwa ayahnya berkata Buhlul al-Majnun berkata, “Orang yang menjadikan akhirat sebagai keinginan terbesarnya, niscaya dunia akan mendatanginya dengan penuh ketaatan.”
Selanjutnya, Buhlul bersyair,
Wahai orang yang melamar dunia untuk dirinya sendiri,
urungkaniah lamaranmu, niscaya engkau selamat
Dunia yang engkau lamar akan pergi
Pernikahan yang dekat akan segera tamat
101
Katsir ibn Rauh berkata: pada suatu hari saya melihat Buhlul mengutarakan syair seperti ini,
Wahai pencari rezeki secara sungguh-sungguh di segala penjuru!
Apa kau telah melelahkan dirimu, hingga tak kuasa lagi berusaha?
Engkau berusaha memeroleh rezeki, padahal Allah mencukupkanmu untuk mencari-Nya.
Duduklah! Rezeki berikut penyebabnya akan mendatangimu
Berapa banyak orang yang lemah akal yang kau kenal,
Tetapi mereka memiliki kekuasaan, rezeki, dan emas
Dan orang-orang terpandang yang memiliki akal,
Terlihat jelas kefakirannya, dan tak punya harta benda
Mintalah rezeki kepada Allah dari khazanahnya
Allah memberi rezeki di luar nalar dan perhitungan
102
Shalih ibn Abdurrahim al-Kufi meriwayatkan bahwa ayahnya berkata, “Tetangga kami meninggal dunia dan orang-orang perselisih tentang penguburannya. Sebagaian orang berpendapat kuburannya ditinggikan, sebagian lain berpendirian kuburannya diratakan saja. Dalam kondisi semacam itu, Buhlul lewat dan orang’ orang meminta pendapat darinya.”
Buhlul menjawab, “Apabila kalian memintaku menjadi hakim, maka duduklah sebagaimana orang-orang yang berselisih di hadapan hakim.”
Orang-orang tersebut menjalankan apa yang diminta Buhlul. Lalu Buhlul berkata, “Jika kalian menshalatinya dengan shalat Syiah, maka ratakanlah kuburannya. Jika kalian menshalatinya dengan shalat Murji’ah, maka tinggikanlah kuburannya.”
103
Bakkar ibn Amir al-Bashri berkata, “Kami dikabari oleh salah seorang penduduk Kufah bahwa salah seorang amir Kufah mendapatkan anak perempuan. Hal itu menyedihkannya. Sang Amir enggan makan dan menutup diri dari manusia.”
Di saat itu, Buhlul mendatangi penjaganya dan berkata, “Izinkan saya menumui Amir.”
Penjaga menjawab, “Tahukah kamu bahwa sang amir sedang berduka?!”
“Apa penyebab kesedihannya,” tanya Buhlul.
“Istri beliau melahirkan bayi perempuan,” jawab penjaga.
“Inilah waktuku menjenguknya,” tukas Buhlul. Lalu, pengawal Mengizinkannya masuk.
Ketika Buhlul berhadapan dengan sang Amir, Buhlul bertanya, “Wahai Amir! Apa yang membuat Anda bersedih? Apakah Anda terkejut pada makhluk yang dihadiahkan oleh Allah? Apakah And, lebih senang bila posisi bayi itu ditempati oleh lelaki sepertiku?”
Sang Amir tersenyum, “Sialan, kamu telah membuatku Senang’ Lantas, Amir kembali mau menyantap makanan dan mau berjumpa dengan orang lain.
Penasaran dengan kelanjutan penjelasannya? Tenang, Kamu bisa mendapatkan bukunya di Jakarta Book Review Store. Untuk pembelian buku bisa klik di sini.
Jakarta Book Review memiliki banyak koleksi buku bermutu lain yang tentunya dengan harga terjangkau, penuh diskon, penuh promo, dan yang jelas ada hadiah menariknya. Tidak percaya? Buktikan saja.