Ambon – Putri Indonesia Maluku, Jaswin Kaur Dhillon mendonasikan buku kepada Sekolah Rasa, sebuah rumah baca di pedalaman Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Tujuan dari kegiatan ini untuk menyemangati anak-anak agar gemar membaca.
“Ini merupakan program yang saya lakukan sebagai Putri Indonesia Maluku, yaitu “Kele Par Kalesang”, untuk meningkatkan minat baca dan pentingnya pendidikan, terutama untuk generasi muda,” ucapnya di Ambon, Senin (28/2/2022).
Ia menceritakan, untuk sampai ke rumah baca yang berlokasi di Dusun Waipoot, pedalaman Negeri (Desa) Wakal, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku ini cukup berat. Lokasinya yang berada di atas bukit ditambah minimnya infrastruktur jalan yang layak, membuat ia dan beberapa relawan lainnya harus berjalan kaki melalui jalan yang sebagian besar masih berupa tanah.
Meski begitu, perjalanan tersebut seakan terbayar karena melihat puluhan anak-anak di Sekolah Rasa sangat antusias untuk bermain dan belajar bersama. Jaswin mengatakan alasannya meluncurkan program “Kele Par Kalesang” karena Maluku berada di peringkat 26 dari 34 provinsi di Indonesia, yang tingkat literasinya dinilai rendah. “Padahal membaca itu penting untuk menunjang pendidikan dan kehidupan yang semakin modern di era digital. Melalui membaca, kita bisa memilah informasi yang benar supaya tidak terjebak informasi hoaks,” ujarnya.
Sekretaris Negeri (Desa) Wakal, Armal Samal pun sangat senang dengan adanya bantuan donasi buku tersebut. Ia juga menjelaskan Sekolah Rasa merupakan tempat belajar nonformal yang diinisiasi oleh Masyarakat Relawan Indonesia ACT dan didukung warga setempat. Bangunan sekolah itu menggunakan rumah kepala dusun untuk dijadikan Walang (rumah) baca.
“Dengan adanya Sekolah Rasa ini sangat membantu sekali karena di Dusun Waipoot lokasinya di dalam sekali. Untuk ke sekolah terdekat jaraknya sekitar tiga kilometer, dan sulit kenderaan sehingga anak-anak usia sekolah butuh rumah belajar ini,” katanya.
Ia juga menjelaskan, Dusun Waipoot merupakan satu dari tiga dusun di Negeri Wakal yang masyarakatnya berada di kategori kemiskinan ekstrem. Dua dusun dengan kemiskinan ekstrem yang lain, adalah Dusun Waringin Cap dan Oli Lama. Kemiskinan diperparah dengan adanya pandemic Covid-19. Masyarakat menjual hasil taninya ke desa, namun pembeli sangat berkurang.
Cantika Muhrim, relawan dari Masyarakat Relawan Indonesia (MRI-ACT) menjelaskan Sekolah Rasa merupakan singkatan dari Rumah Belajar Atap Sagu yang beroperasi sejak Oktober 2020. Sekolah ini dilatarbelakangi kondisi Covid-19 yang memaksa kegiatan belajar dari offline menjadi online, sedangkan dusun ini tidak memiliki akses internet. Padahal disana banyak anak-anak yang membutuhkan wadah untuk belajar.
Hingga saat ini ada 20 hingga 25 anak yang belajar secara gratis di Sekolah Rasa yang dibimbing oleh lima orang relawan pada dua kali pertemuan dalam sepekan. Sebagian besar anak-anak yang belajar di tempat itu dari tingkat pendidikan usia dini, sekolah dasar, dan sebagian kecil SMP.
Di sekolah ini relawan mengajari anak usia dini untuk membaca dan menulis, sedangkan anak yang sudah sekolah dibantu untuk mendalami pelajaran yang tidak tuntas mereka dapatkan di sekolah formal.
“Respon warga sekitar sangat positif. Bahkan mereka berharap sekolah seperti ini akan terus ada dan tetap mengawal pertumbuhan anak-anak mereka, karena tingkat pendidikan anak-anak di wilayah ini sangat ketinggalan jauh dibandingkan anak-anak di kota karena aksesnya yang jauh,” pungkasnya. (ST/JBR)