Resensi novel Mariposa 2 (Part 2): Antara Kupu-Kupu, Sapi, dan Semut, karya Luluk Hidayatul Fajriyah, penerbit Coconut Books
Hubungan Acha dengan kekasihnya sudah di ujung tanduk. Kali ini pertengkarannya dengan Iqbal cukup serius dan masalahnya bukan lagi main-main. Acha tak membayangkan bisa memaafkan orang yang pernah menyayanginya itu. Sebagai gadis 19 tahun ia merasa cukup mampu membaca gestur dan gelagat yang berserakan di depan matanya.
Wanita dewasa mana yang bisa mendengarkan omong kosong dari hari ke hari, apalagi Iqbal ketahuan berpelukan dengan Biya. “Acha sayang Iqbal dan tak ingin berpisah selamanya, tetapi Acha juga tak sanggup lagi meneruskan hidup dengan cara seperti ini,” gumam Acha dalam kecamuk batin yang hebat.
Sudah berapa kali Acha mengalah dan mengerti?, kurang apanya Acha mengerti Iqbal, bukankah selama ini Acha lebih sering menahan diri agar kekasihnya itu lebih berfokus dengan studinya?
Acha merasa sangat rapuh. Air matanya mengalir bersama rintik hujan yang mulai turun. “Kak kita berhenti dulu pakai jas hujan?” tanya driver ojek online yang mengantarnya pulang ke rumah. Acha menggeleng.
“Nggak usah mas, jalan aja, saya nggak apa-apa”.
“Kakak bisa demam karena kehujanan,”
“Nggak apa-apa, saya ingin cepat sampai rumah”.
Dinginnya angin dan air hujan tidak dipedulikan Acha karena lava panas sedang mengalir dalam dadanya. Mengapa semua ini terjadi ketika keluarganya sedang mengalami masalah keuangan yang sangat serius, sedangkan ia baru saya mendapat pengumuman diterima di Fakultas Kedokteran.
Di sisi lain, setelah kematian ayahnya, Om Bov, Iqbal bersulih sifat menjadi bukan dirinya. Ia menyalahkan diri sendiri dan mengaitkan hal-hal yang terjadi dengan kematian ayahnya. Ia sempat mencengkeram kerah baju Acha hingga gadis itu kesakitan. Dalam pikiran kalut yang tak waras, calon dokter yang pintar itu menjadi naif, menyalahkan semua orang yang di sekiranya.
Kemarahan Iqbal jatuh kepada Kak Ify yang merahasiakan kondisi kesehatan Om Bov, sehingga Iqbal tak bisa selalu menemani ayahnya itu di saat-saat terakhir. Demikian pula dengan Acha, Iqbal tak bisa terima kejadian di Puncak ketika Acha menjatuhkan ponsel Iqbal hingga Om Bov tak bisa menghubunginya ketika sakit keras. Padahal saat itulah seharusnya Iqbal berada di sisi ayah yang sangat menyayanginya itu.
Sejak saat itu semuanya menjadi sangat berbeda. Acha pernah ke rumah Iqbal, namun rumah itu kosong. Tak ada siapapun yang keluar saat Acha menekan bel. Mungkin benar, Iqbal pergi ke Prancis, meninggalkan Acha dan semua jejak masa lalunya. Dunia terasa hampa. Rasanya tak ada harapan lagi Acha bertahan. Iqbal bukan dirinya lagi. Kalaupun lelaki yang dicintainya itu kembali, ia bukan yang dulu lagi.
Dalam perjalanan pulang dari Akademi, Acha memohon Glen memutar balik mobilnya. “Antar Acha Glen!, sebentar aja”. Glen mafhum sahabatnya sedang kalut, ia mengarahkan mobilnya ke tempat yang dipinta Acha, sebuah cafe. Sampai di sana lampu cafe sudah diredupkan dan dipasang tanda “TUTUP”. Tetapi Acha nyelonong masuk tanpa peduli, disusul Glen yang tertinggal beberapa langkah di belakang.
“Maaf Kak, kami sudah tutup,” ucap seorang barista yang tampak berkemas-kemas pulang, namun ditahan Glen. “Sebentar saja, tak sampai 30 menit, saya akan bayar lebih,” nego Glen pada barista yang kemudian membiarkan masuk.
Acha sendiri langsung naik ke rooftop. Gadis manis itu berdiri di tengah atap gedung dengan pandangan ke langit. Di tempat itu semua kenangan indah bersama Iqbal pernah diukirnya. Ingatannya masih segar ketika Iqbal memberinya hadiah ulang tahun. Acha seperti melihat sosok Iqbal di depannya, tersenyum manis. Acha merasakan aura maskulin yang penuh cinta.
Sebentar kemudian Acha tersenyum dan berbisik, “Acha juga cinta Iqbal”. Ia bergeser ke tepi rooftop, membalikkan badan, menatap pemandangan indah di bawah. Lampu malam yang gemerlap berpadu dengan lalu lintas yang mulai sepi, bagaikan kumpulan kunang-kunang yang terbang. Ia menjejakkan kaki tepat di batas rooftop, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
“Acha,” panggil Glen yang sudah berada di dekat Acha. Yang dipanggil tak peduli. Acha memejamkan mata merasakan dinginnya udara malam menusuk kulitnya yang putih. Perlahan ia membuka mata dan mengembangkan senyum.
“Acha haus Glen, ambilkan mimun,” Yang diminta mengernyitkan kening, melihat wajah Acha yang pucat. Glen berjaan menjauh turun ke lantai satu meminta air mineral, lalu membawanya dalam gelas yang bening. Acha kembali tersenyum. “Makasih banyak Glen,”. Gadis itu kembali memejamkan mata dengan bibir menyunggingkan senyum. Kedua tangannya memegang pinggiran atap, “Selamat tinggal semuanya”. Glen kaget dan segera melompat.
Novel Mariposa 2 (Part 2) masih mengisahkan dinamika cinta Acha-Iqbal yang tak pernah mudah. Kedua remaja yang pernah satu SMA ini sekuat tenaga bertahan saat cobaan datang silih berganti dari dalam dan luar. Mariposa 2 (Part 2) adalah lanjutan Mariposa 2 (Part 1) yang sudah diangkat ke layar lebar. Keduanya menjadi sekuel dari Mariposa 1 yang telah terjual 18.000 eksemplar lebih.
Mariposa, yang secara literal berarti kupu-kupu, panen popularitas setelah sukses menembus lebih dari 100 juta pembaca melalui platform Wattpad di tahun 2018. Luluk Hidayatul Fajriyah sukses mengaduk-aduk emosi pembaca melalui narasinya yang memaksa penikmatnya masuk ke alam remaja dengan segala dinamikanya.
Dalam novel terbitan Coconut Books ini Luluk meluluhkan hati pembaca dalam tokoh Acha yang lemah lembut, penyayang, dan selalu asertif. Meskipun sedikit overdramatic, namun novel ini enak dicerna sampai tuntas, berkat narasi yang ekspresif namun tak pernah kehilangan rasionalitas. Plotnya tak membuat pembaca bingung, karena kisahnya mengalir eposisif dan runut.
Untuk kalian yang siap diajak berkelana dalam dilema batin ketika cinta harus diraih dengan segala perjuangan dan pengorbanan, novel Mariposa adalah pilihan menarik.
Untuk mendapatkan buku ini dengan harga terbaik, Klik di Sini
Judul: Mariposa 2 (part 2)
Penulis: Luluk HF
Penerbit: Coconut Books
Genre: Fiksi
Tebal: 390 halaman
Edisi: Cetakan, 1 Desember 2021
ISBN: 9786236456118