Buku karya Giles Milton, penulis yang mengkhususkan diri dalam bidang sejarah. Memaparkan cerita menakjubkan tentang magnet rempah-rempah Nusantara dalam sejarah kekuasaan kolonial. Pulau Run, sebuah pulau kecil yang terpencil, sepi dan terabaikan di tengah ribuan pulau-pulau Indonesia lainnya. Pulau Run sudah bisa tercium sebelum terlihat. Bahkan dari jarak sepuluh mil lebih ke laut, suatu aroma memenuhi udara.
Pulau Run terbentang di perairan yang tenang di Hindia Belanda, merupakan sebuah titik karang terpencil dan retak yang terpisah dari kumpulan daratan terdekat, Australia, dengan jarak lebih dari enam ratus mil di lautan. Saat ini, pulau itu merupakan tempat yang tak seberapa penting sehingga bahkan tidak bisa masuk ke dalam peta. The Times Atlas of the World abai untuk mencatat keberadaannya dan para kartografer Atlas of South East Asia terbitan Macmillan telah menguranginya menjadi hanya sebuah catatan kaki.
Riwayat pulau Run
Beda dengan dulu. Pada peta-peta lempengan tembaga dari abad ketujuh belas, nama pulau Run tertulis besar-besar memenuhi halaman. Pada masa itu, Run adalah pulau yang jadi bahan pembicaraan di dunia, sebuah tempat dengan kekayaan menakjubkan. Dalam buku ini, penulis yang buku-bukunya best seller dunia ini mendeskripsikan pulau Run dengan indah. Sebuah hutan dengan pepohonan tinggi dan ramping merumbai di punggung pegunungan pulau tersebut. Pepohonan dengan aroma sempurna, tinggi dan ditumbuhi dedaunan seperti pohon salam. Nah, pepohonan ini dihiasi bunga-bunga yang bentuknya seperti lonceng dengan buah sekuning jeruk berdaging tebal.
Para botanis menyebut pohon ini Myristica fragrans. Sedangkan para pedagang Inggris dengan bahasa sederhana, mengenal tumbuhan ini sebagai pala. Dalam buku ini, dituliskan biji tanaman itu merupakan kemewahan paling diidamkan di Eropa abad ketujuh belas. Satu jenis rempah yang memiliki khasiat pengobatan hebat sehingga untuk mendapatkannya, orang rela bertaruh nyawa. Tanaman ini mahal dan makin meroket harganya ketika para dokter zaman Elizeebth di London merekomendasikannya sebagai satu-satunya penawar wabah sampar yang menular. Penyakit itu bermula dengan bersin dan bisa berakibat kematian. Mirip dengan virus Corona yang melanda dunia, baru-baru ini. Kacang kecil keriput ini sampai sekarang lazim digunakan sebagai obat perut kembung dan demam biasa, jadi benda yang dicari seperti emas.
Permasalahannya adalah ketika permintaan biji pala ini cukup tinggi, tak seorang pun yakin dari mana tepatnya buah “emas” ini berasal. Para pedagang London, sesuai tradisi, beli rempah-rempah di Venesia. Sedangkan para pedagang Venesia beli rempah-rempah mereka dari Konstantinopel. Namun, pala berasal dari Hindia yang letaknya jauh di luar cakrawala di lamur.
Buku yang terbagi dalam 12 bab, di antaranya; Badai Arktik, Iklim Tak Sehat yang Sangat Hebat, Musik dan Gadis-gadis yang Menari, Negeri Para Kanibal dan Konflik di Antara Para Bangsawan ini mengungkap banyak hal menarik seputar sejarah rempah-rempah yang pelik, penuh kekejaman dan keserakahan. Tersusun dengan detail, buku kaya literatur ini terasa sedap karena penuh bumbu antara kisah dongeng epos dan sejarah riil.
Membaca buku ini seperti mengikuti petualangan menegangkan, perang dan kebiadapan, navigasi yang belum terpetakan, dan eksploitasi dunia baru yang menggiurkan. Sebuah perjuangan nekad dan berkepanjangan untuk menguasai satu dari kelompok kepulauan terkecil di dunia. Sekaligus membawa pembaca pada kesadaran pentingnya rempah-rempah nusantara dalam perdagangan dunia.
Identitas Buku:
Judul : Pulau Run
Penulis : Giles Milton
Tebal : 495 halaman
Penerbit : PT Pustaka Alvabet
Cetakan : 2, Oktober 2018
ISBN : 978-602-9193-73-2