Muqaddimah mengandung filosofi sejarah yang tidak diragukan lagi merupakan karya terbesar dari jenisnya yang pernah diciptakan (Ahli sejarah dari Inggris Arnold J Toynbee).
Plato, Aristoteles, dan Agustinus bukanlah teman sebaya Ibnu Khaldun. Semua yang lain tidak layak untuk disebutkan namanya bersama Ibnu Khaldun (Filsuf Inggris Robert Flint).
Definisi pemerintahan menurut Ibnu Khaldun adalah yang terbaik dalam sejarah teori politik (sosiolog Ernest Gellner).
Muqaddimah adalah bacaan wajib manusia di era digital (pendiri Facebook Mark Zuckerberg).
MASIH banyak lagi orang yang memuji keilmuan Ibnu Khaldun, sang sejarawan dunia yang karyanya menjadi rujukan ilmuwan lintas abad dan peradaban. Pemikirannya menjadi jembatan ilmu yang menghubungkan sosiologi, ekonomi, sejarah, antropologi, teologi, politik, dan lainnya. Oleh Ibnu Khaldun, ilmu-ilmu itu berkait kelindan yang dirajut dengan indah dalam sejumlah karya kelas dunia.
Orientalis asal Prancis Antoine Isaac Baron Silvestre de Sacy (1758-1838) diduga sebagai orang pertama yang meneliti dan menerjemahkan pengantar kitab yang berjudul lengkap al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wal Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam, wal Barbar wa man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan Al-Akbar. Artinya adalah kitab pelajaran dan arsip sejarah zaman permulaan dan akhir, mencakup peristiwa politik mengenai orang-orang Arab, non-Arab, dan Bangsa Barbar, serta raja-raja besar yang semasa dengan mereka. De Sacy memberi judul karya itu dengan Prolegomena. Dari kerja ilmiahnyalah Bangsa Barat membaca Muqaddimah, kemudian mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan. Kemudian melahirkan kajian serius seperti Wealth of Nation Adam Smith, sosiolog Max Weber dan Bryan S Turner, serta banyak lagi.
Penerjemahan Muqaddimah diperbarui dan dilengkapi oleh pengkaji Islam asal Jerman, Franz Rosenthal pada abad ke-20. Dari sinilah, kajian Ibnu Khaldun kemudian masuk ke berbagai perguruan tinggi dan komunitas keilmuan modern.
Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun mengawalinya dengan menjelaskan karakteristik bangsa-bangsa yang akan ia tulis. Misalnya, dia menjelaskan karakteristik orang barbar, bagaimana cara mereka hidup, apa yang mereka kerjakan dan seterusnya.
Tidak hanya itu, Ibnu Khaldun bahkan menjelaskan sampai pada posisi geografis, jumlah Muslim dan cuaca. Termasuk apa perbedaan orang yang tinggal di dataran tinggi dan pesisir. Penjelasan tersebut diutarakan agar para pembaca tidak keliru dalam melihat sejarah secara utuh dan menyeluruh.
Kitab Muqaddimah ini selesai ditulis pada 1377 masehi. Namun, gagasan Ibnu Khaldun dalam buku ini tetap relevan untuk diaplikasikan dalam penyelesaikan masalah-masalah yang muncul pada era digital ini. Karena itu, kitab ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk ke dalam bahasa Indonesia.
Ibnu Khaldun memulai karyanya dengan pembahasan tentang lingkungan fisik manusia dan pengaruh terhadap dirinya, serta karakteristik non fisik. Ini diikuti dengan diskusi tentang organisasi sosial primitif, karakter kepemimpinan di dalamnya, dan hubungan masyarakat primitif atau sama lain, serta hubungan mereka dengan bentuk kehidupan urban yang lebih maju.
Pembahasan lainnya adalah tentang tata negara: pemerintahan dan negara sebagai bentuk tertinggi organisasi sosial manusia. Juga membahas secara khusus tentang pemerintahan. Bagian ini mencakup diskusi tentang bagaimana perubahan terjadi dalam dinasti, yang dilengkapi dengan administrasi negara terkait. Kemudian penulis beralih ke kehidupan urban sebagai bentuk peradaban manusia paling maju. Kehidupan di dalamnya menarik perhatian masyarakat dari berbagai daerah untuk datang dan mengaktualisasikan diri di sana.
Banyak ruang disediakan Ibnu Khaldun khusus untuk membahas peradaban yang lebih tinggi, perdagangan, kerajinan, keterampilan, keahlian, sains, ilmu pengetahuan, dan teknologi, yang dianggap sebagai kondisi dan konsekuensi kehidupan perkotaan, sehingga sangat diperlukan untuk memahami sejarah.
Melalui karya monumentalnya ini, Ibnu Khaldun telah berkontribusi banyak terhadap pemikiran manusia, termasuk pada perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang bisa dinikmati oleh masyakat modern. Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun bahkan menyusun ilmu baru, yaitu ‘ilmu al-‘umran (ilmu peradaban).
Sarjana Jerman, Heinrich Simon, menyatakan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang pertama yang mencoba merumuskan hukum-hukum sosial. Ashabiyah (solidaritas sosial) adalah inti pemikiran Ibnu Khaldun tentang badawah (nomadisme-ruralisme), hadharah (peradaban), serta tegak dan runtuhnya negara. Mendirikan negara adalah tujuan ashabiyah, khususnya yang nomadis. Kemewahan dan kesenangan kehidupan urban cenderung melemahkan ashabiyah ini.
Siapakah Ibnu Khaldun?
Dia adalah ulama kenamaan asal Maghrib (Tunisia). Keluarganya berasal dari Spanyol yang setelah dinasti Umayah di sana diruntuhkan Kerajaan Kristen yang dipimpin Ratu Isabella dan Pangeran Ferdinan, hijrah ke Maghrib. Di sana keluarga Ibnu Khaldun membaur dengan penguasa dari Murabithun (Almoravids) dan Muwahhidun (Almohad).
Hidup pada abad ke-14 M, dia hidup setelah peradaban tercerai berai karena Baghdad diluluhlantakkan pasukan Mongol pada abad ke-13 M dan runtuhnya kekuasaan Islam di Spanyol. Sejak itu, kekuatan Islam menjadi tak terpusat. Umat Islam, termasuk para ulama dan auliya’ menggencarkan hijrah, tradisi yang diinisiasi Rasulullah dahulu. Sehingga Islam semakin menyebar luas dan menjadi ajaran penuh kearifan.
Dalam situasi seperti itu, Ibnu Khaldun tumbuh menjadi manusia cerdas yang kaya ilmu. Sejak kecil dia sudah hafal Alquran, kemudian mendalami ajaran Islam dari ayahnya. Beranjak dewasa, dia menimba ilmu di Universitas Al-Qarawiyyin. Ini adalah salah satu pusat keilmuan atau perguruan tinggi tua warisan peradaban Islam, yang tetap aktif hingga detik ini.
Ibnu Khaldun kemudian mengkaji sejarah dunia secara mendalam, sehingga mampu mematahkan temuan sejarawan sebelumnya, seperti Al-Bakri, yang menyimpulkan wabah di Qebes (kota di Afrika) disebabkan karena penggali merusak atau melubangi kendi air saat menggali tanah di kota tersebut.
Ibnu Khaldun ‘membebaskan’ anasir sejarah dari takhayul semacam itu, dan menguatkan nalar saintifik dalam kajiannya. Dia datangi langsung kota tersebut. Dia perhatikan situasi di sana. Kemudian sampailah pada kesimpulan, bahwa kota Qebes sempit, sehingga sirkulasi udara tidak berjalan dengan baik. Ditambah lagi tata kota yang buruk, daerah banyak yang becek. Situasi kota tidak higienis, sehingga menjadi tempat tumbuh-kembang bakteri dan penyakit. Karena itulah kota tersebut diselimuti wabah. Siapa pun yang tinggal di sana pasti akan mengidap penyakit.
Masih banyak lagi ulasan menarik Ibnu Khaldun, yang selengkapnya dapat Anda baca Muqaddimah sambil menikmati kudapan menggugah selera. Semoga bermanfaat.
DATA BUKU:
Judul : Muqaddimah, An Introduction to The History of the World
Penulis: Ibnu Khaldun
Penerjemah: Ahmadie Thaha
Penebit : Wali Pustaka
Ukuran: 17×25 sentimeter
Tanggal Terbit : Maret 2019
Tebal: 1.269 halaman